Bab 10 : Just Scared

78 18 7
                                    

Aktifitas berjalan seperti biasanya di hotel Parama pagi itu. Namun netra Evan terusik saat langkah kaki yang memasuki pelataran lobi utama hotel tidak menangkap sosok Eca di balik meja resepsionis seperti biasanya.

Biasanya, Eca akan menyambut kedangan Evan dengan senyuman penuh nya. Ceria menyambut kedatangan Evan bahkan sebelum Evan menjejakkan kakinya dilantai pertama lobi utama.

"Eca kemana, Nad?" Tanya Evan pada Nadia yang kini menggantikan posisi Eca. Evan hafal jam kerja gadisnya. Seharusnya hari ini adalah jam jaganya bersama dengan Alvi, bukan Nadia.

Nadia menyapa kedatangan Evan dengan senyum karirnya dan sedikit membungkuk. "pagi pak Evan, pak Eki, Eca izin tidak bekerja hari ini, info yang saya dapat katanya Eca sakit pak."

Pernyataan itu membuat Evan dan Eki saling menatap terkejut.

"sakit???" Evan balik bertanya, memastikan bahwa ia tidak salah dengar, kali ini raut wajah Evan berubah khawatir.

Pasalnya, Eca memang tidak sama sekali mengabarinya sejak kemarin sore, Evan pikir Eca memang memiliki kesibukan sehingga tidak bisa mengabarinya dan pagi ini Evan bermaksud untuk menemuinya dikantor.

Tanpa mengucap permisi dan terimakasih Evan berlalu meninggalkan Nadia dan Eki menuju ruangannya.

"yaudah, thanks info nya ya, Nad, selamat bekerja kembali." Ucap Eki berterima kasih mewakili atasannya.

Nadia mengangguk dan menatap kepergian Eki menyusul Evan.

Disisi lain, dengan susah payah Eca meraih gelas diatas nakasnya. Pening hebat menghantam kepalanya sejak semalam, kesibukannya mempersiapkan promosi jabatan sekaligus mempersiapkan rencana nya untuk pindah ke tempat tinggal yang lebih nyaman di apartemen yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat bekerjanya, membuat Eca mengabaikan kesehatannya beberapa hari belakangan.

Mendapat kabar bahwa perusahaan tempatnya bekerja akan mempromosikan jabatan baru untuknya membuat Eca semakin gila bekerja bahkan beberapa kali memilih untuk mengajukan lembur sembari mempelajari apa saja yang perlu ia kuasai sebelum akhirnya resmi diangkat sebagai FO manager di hotel parama. Rasa senang itu berkali-kali membuat Eca mengabaikan kesehatan dirinya yang seharusnya mendapat kesempatan untuk beristirahat. Puncaknya adalah ketika Eca pulang bekerja di jam 9 malam tadi malam.

Tubuh lemas dan napas panas ia rasakan menyelimuti rongga pernapasan. Pijakan kakinya yang sudah tidak kuat menumpu tubuh membuat ia hampir merosot ke lantai jika saja tangannya tidak cepat menyambar nakas samping ranjang, dengan jalan terseret Eca membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Niat menghubungi Evan untuk sekedar memberi kabar bahwa ia sudah kembali pulang ia urungkan saat ponsel nya ia dapati dalam keadaan habis baterai dan lanjut memejamkan mata hingga pagi tiba.

Berharap bahwa malam akan menghilang membawa sakitnya malam itu, hingga fajar tiba sakit Eca kian parah saat darah mengucur lewat hidung mancungnya.

Eca menyambar tissu diatas nakasnya berupaya menyumpal hidungnya menghadang darah mengalir lebih banyak. Diliriknya jam dinding yang sudah mengarah diangka 6. Itu artinya Eca hanya punya waktu 60 menit untuk bersiap ke kantornya.

Namun sayang, saat matanya kembali ia buka, keadaan sekelilingnya tampak berputar. Eca meringis merasakan sakit dikepalanya. Kembali ia baringkan tubuhnya diatas ranjang lalu meraih ponsel yang masih tersambung pengisi daya didekat lampu tidur berniat untuk mengajukan izin kerja hari ini pada Nindi.

Setelahnya, Eca kembali memejamkan matanya. Ia benar-benar tidak bisa memaksakan dirinya untuk beraktifitas hari ini. Lusa, adalah acara promosi jabatan yang wajib ia hadiri, dan sangat tidak lucu jika Eca absen hadir diacaranya sendiri.

INTERTWINED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang