Bab 3 : Eca, is that you?

80 22 7
                                    


Happy reading!
_______

Alrescha Evan Parama, General Manager.

Nama dan pangkat itu tersemat dalam ukiran papan akrilik bening diatas meja kerja. Kemarin, Evan resmi diangkat sebagai General Manager di hotel milik ayahnya dipusat kota Jakarta. Ia resmi di pindahtugaskan oleh direktur utama perusahaan yang mana merupakan ayah kandungnya sendiri. Kepindahan Evan bukan semata-mata keinginannya, malainkan atas dasar permintaan sang ayah, Parama Wijaya.

Parama Wijaya, yang merupakan ayah dari seorang Evan Parama merupakan seorang duda berumur 60 tahun, terkenal sebagai sosok laki-laki dermawan, baik hati, dan tidak sombong serta tidak semena-mena terhadap para karyawannya. Kekayaan dan pangkat ditangannya merupakan suatu hal yang tepat, bagaimana tidak? disaat para pimpinan berlomba lomba meraih keuntungan hingga melupakan kesejahteraan karyawannya, Parama tidak segan-segan untuk memberikan jatah tambahan cuti bagi karyawan yang membutuhkannya. Itulah sebab banyak sekali orang yang rela berlomba mengikuti ketatnya seleksi rekruitmen di perusahaannya hanya demi menjadi bagian dari keluarga besar Parama's hotel diseluruh titik yang tersebar di indonesia.

Keuangan yang sudah sustainable serta memiliki seorang anak yang dinilai mampu menggantikan posisinya didunia kerja membuat Parama tidak lagi ingin terlalu terlibat pada bisnis yang sudah 44 tahun ditekuninya.

"Sudah cukup waktu mudaku, aku habiskan untuk mencari uang, sekarang saatnya untuk aku menikmati hasil dari usaha ku dimasa muda"

Kata Parama, saat Evan memprotes ayahnya yang hanya sibuk berpindah dari satu negara ke negara lain sekedar untuk bersenang-senang. Layaknya jiwa muda, Parama menikmati waktu senggangnya dengan memancing dibeberapa negara berbeda, bermain golf yang memang hobinya, sampai hal-hal terkecil seperti menikmati kuliner dibeberapa wilayah berbeda yang didatanginya. Evan yang kala itu dibebani oleh beban kerja yang Parama limpahkan kepadanya sedikit merasa iri dan memprotes atas apa yang ayahnya lakukan.

Evan yang masih dalam lamunannya menatap hiruk pikuk padatnya jalan raya dari lantai 9 tempatnya bekerja hampir terperangah saat dering telpon bergema menelisik kedalam indera pendengarnya.

"Jack" gumamnya sambil mengerutkan kening, jarinya menggeser layar hijau seraya menyambungkan panggilan.

"halo," sapanya.

"................."

Evan mendengarkan tiap suara dari balik telpon, hingga di menit kedua Evan mengepalkan tangannya. wajahnya sedikit memerah seolah menahan marah.

"keep it under ur hat, Jack. thanks for the information." ucap Evan mengakhiri sambungannya.

Perkiraan Evan 2 tahun lalu benar adanya, seperti benang merah, Evan menemukan apa yang menjadi alasan ayahnya memindah tugaskan ia ke pusat kota.

"Eca, is that you?" cicit Evan pelan.

***

Bagi Eca, pantry merupakan rumah ternyaman kedua setelah kontrakan yang ia tinggali beberapa kilometer dari tempatnya bekerja, jangan kaget jika siapapun bisa menebak keberadaan Eca dimana ketika meja respsionis kosong tidak terisi olehnya. Bukan tanpa alasan pantry menjadi surga kedua untuknya karena Eca dengan mudah mendapatkan asupan nutrisi terbaiknya dari sini. Perusahaan tempatnya bekerja memang memanusiakan manusia sebagaimana semestinya, seperti selalu mempunyai stock makanan ringan atau camilan mengenyangkan. Mungkin itu juga menjadi penyebab PT ini terus berkembang pesat tiap tahunnya baik saham maupun karyawan.

Kini Eca sibuk menghidangkan kopi untuk dirinya sendiri nikmati, setelah menuangkan sedikit kremer kedalam kopi nya, Eca mendengar kehadiran seseorang selain dirinya, tepat saat ia berbalik kearah pintu masuk pantry, Eca terkesiap, dengan sigap ia sedikit membungkuk memberi hormat.

INTERTWINED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang