Bab 8 : Hilang

67 17 8
                                    

Happy reading!
_____________________

"Gue sayang sama lo, Ca." bisik Evan mengakhiri aktifitasnya.

Eca tertunduk, setan apa yang merasuki dirinya sampai berani bersikap kurang ajar pada Evan?

Tidak, Eca tidak salah. Evan melakukannya lebih dulu.

Dan sekarang? Laki-laki ini kembali menyatakan perasaannya.

"Ca.." Evan kembali bersuara.

Eca menarik napasnya dalam, mata mereka kini saling bertemu tatap.

"can you give me a little more time for the answer, Van?" Lelaki itu menarik napas. Setidaknya kali ini Eca tidak menolak nya. Hanya memberikan waktu untuk Eca berpikir kan?

Itu tidak sulit dibanding harus menahan belasan tahun perasaan ini tanpa kepastian dan pengakuan, kan?

"yes, i can." katanya.

"and sorry for this happened." sesal Eca, menyesali perbuatan nya pada Evan.

"shttt. Lo gak salah. kalo gitu, gue tinggal keluar dulu ya. Makan siang lo di meja, gak perlu nungguin gue makan siang." ucap Evan, lelaki itu lekas bangkit, menyambar jas miliknya yang tersampir didekat Eca meninggalkan Eca sendiri didalam ruangannya.

Waktu berlalu, Matahari telah menghilang di kaki barat, onggokan jingga dilangit membawa malam, namun kehadiran Evan juga masih tiada. Didalam ruangannya Eca masih menunggu, sejak kepergiannya siang tadi hingga malam menyapa Evan masih tidak kembali. Ponselnya juga tidak menujukan tanda-tanda aktif. Semua terputus, Eca tidak mengetahui keberadaan Evan hingga kini.

Mengingat bahwa Evan bagian dari tanggung jawabnya Eca pun enggan kembali pulang sebelum mengetahui dimana Evan berada. Eca khawatir, entah mengapa, lelaki itu pergi setelah mengakui perasaannya berulang kali dan tidak mendapat jawaban pasti. Apa karena itu?

Evan menghindarinya?

Benak Eca dihujami berbagai pertanyaan.

Eca kembali menghubungi ponsel Evan yang masih saja tidak aktif. Nindi dan semua rekan kantor hanya melihat kepergian Evan tanpa tahu kemana lelaki itu pergi.

Netra Eca menatap nasi bali yang siang tadi dipesannya, nasi itu tidak tersentuh sama sekali, kepergian Evan membuat Eca juga enggan menyantapnya seorang diri. Ia tidak bernapsu.

Dan juga tidak ingin mendahului Evan untuk kesekian kalinya. Meski Evan meminta.

Dering telpon Eca memenuhi ruangan. Nomor Eki yang beberapa hari lalu baru saja terdaftar dalam kontak ponselnya menghiasi layar. Buru-buru Eca menggeser tombol dial-up.

"halo." sapa Eki disebrang telepon.

oh yes! Kenapa Eca tidak kepikiran untuk menghubungi Eki?

"halo, bang Eki." jawab Eca cepat, air suaranya penuh khawatir.

"iya gue tau, lo tenang ya, gausa gasak gusuk. lo bingung kan Evan kemana."

Eki menebak tepat sasaran.

Meski tau Eki tidak melihatnya, Refleks Eca mengangguk cepat. "iya bang, dari tadi siang Evan pergi kekuar tapi sampe sekarang gak ada kabar, ponselnya mati, gue bingung harus hubungi siapa lagi, orang-orang hotel bahkan gak ada yang tau Evan kemana."

"kenapa gak langsung hubungin gue?"

"gue kebingungan tadi, makanya gak keingetan."

"Evan bikin lo khawatir banget ya?"

"bang..." suara Eca merajuk. Ia tidak sabar ingin mengetahui keberadaan Evan sekarang.

"iya-iya, sorry, Evan nyusul bokapnya ke Seoul. ada kerjaan mendadak katanya."

INTERTWINED Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang