Cendana Ayuning Tyas

38 5 0
                                    

Kicauan burung begitu memekakkan telinga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kicauan burung begitu memekakkan telinga. Pagi ini entah mengapa matahari sudah memencarkan sinarnya yang begitu terang diikuti hawa panas yang seolah olah ingin menghanguskan dunia fana ini. Ditengah kacaunya dunia, ada seorang gadis yang begitu cantik dengan hati selembut kapas, mungkin.

Cendana namanya, gadis cantik yang memiliki surau berwarna hitam legam, bulu mata lentik, serta badan yang tinggi semapai membuatnya menjadi gadis yang cukup menawan dikalangannya. Pribadinya yang lembut dan menyukai ketenangan. Banyak yang ingin menjadi dirinya, namun baginya dia hanyalah manusia biasa yang masih memiliki banyak sekali kekurangan. Tuhan memang maha adil.

Disebuah taman persimpangan jalan, duduklah Cendana dengan novel bacaannya. Dia memang menyukai novel yang memiliki cerita unik seperti tulisan tere liye, dee lestari, atau bahkan laila chidori. Menurutnya novel buatan mereka sangat menyentuh hati para pembaca juga menyampaikan pesan dan maknanya tersendiri.

Bunyi klakson dan polusi dari kendaraan bermotor membuat udara sekeliling begitu sesak. Ini sama sekali bukan tipe tempat ketenangan versi Cendana. Entah dirinya yang pemilih atau memang suasana yang begitu buruk.

Cendana memilih untuk pergi dari taman itu dan berjalan kaki menuju rumahnya. Rumah yang berada dikomplek untuk masyarakat menengah keatas. Cendana memiliki orang tua yang cukup sukses dan bergelimang harta, namun hal itu tidak membuatnya merasa besar kepala atau sebagainya. Dia bahkan lebih suka dianggap miskin dari pada dianggap kaya raya. Karena bagaimanapun, yang tersebut adalah milik orang tuanya dan bukan miliknya. Untuk apa kaya raya jika harta tidak dibawa mati?

"Halo Cendana, aku udah sampai rumah kamu. Kamu dimana?" Ucap Diana dibalik telepon genggam milik Cendana.

"Aku ini perjalanan pulang rumah, kamu masuk aja gapapa. Dirumah ada ibu." Pesan Cendana sebelum panggilan telepon ditutup oleh Diana.

Cendana mempercepat langkahnya untuk pulang kerumah, tidak enak hati jika membuat temannya menunggu lama. Angin kencang sesekali mengenai Cendana dan membuat rambut hitam yang ia gerai berterbangan berantakan. Sepatu putih berhiaskan pita merah muda menghiasi kakinya yang semakin lama semakin cepat berjalan. Digenggam erat tas selempang yang ia bawa berisikan novel serta telepon genggamnya.

"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam. Cendana, dicariin Diana tuh. Kamu malah pergi." Ucap sang ibu yang baru saja keluar dari arah dapur menuju pintu depan. Cendana mendengar itu hanya cengengesan dan menyusul Diana yang berada diruang tamu untuk mengajaknya masuk kekamar.

"Lama banget Cen, kamu dari mana?" Ucap Diana sembari meletakkan tasnya dilantai dan duduk ditepi ranjang. Mereka sudah lama berteman sehingga hal biasa jika sudah tidak ada rasa malu satu sama lain.

"Aku habis nyobain taman di jalan Bagaskara. Gak enak ternyata, banyak kendaraan terus juga berisik." Balas Cendana sembari meletakkan novel dan mengisi ulang daya baterai teleponnya.

"Kamu masih aja suka nyobain taman taman disolo. Bahkan aku gak bisa itung taman mana aja yang pernah kamu datengin." Diana bahkan sampai menggeleng heran. Temannya suka sekali berkunjung ketaman mencari ketenangan. Walau sebagian taman ada yang tidak sesuai ekspetasi.

"Aku akhir akhir ini belum ketaman din, sibuk buat Penilaian Tengah Semester." Keluh Cendana yang dibalas anggukan oleh Diana. Mereka yang masih menduduki kelas 12 dan bersiap untuk melanjutkan studinya menuju universitas impian masing masing.

Mereka saling bercerita satu sama lain hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Diana berniat untuk bermalam dirumah Cendana. Entahlah mereka ingin melanjutkan kegiatan dengan apa, kata Diana 'kita hrus girls night Cen!' Sedangkan pada pukul 9 malam dia sudah tertidur lelap. Mungkin girls night itu tidur malam gadis ya? 

***

"Diana bangun! Kita harus kesekolah." Ucap Cendana sedikit berteriak sembari mengguncangkan badan temannya itu. Diana jika sudah tertidur sangat susah dibangunkan, kebo pun kalah susahnya.

"Mau ngapain sih?" Tanya Diana yang masih mengumpulkan nyawa untuk bangkit duduk dari tempat tidur. Matanya sayup sayup melihat jam didinding yang menunjukkan pukul 7 pagi.

"Kan kita mau ada urusan ekstrakurikuler. Katanya kamu mau ada latihan dance kan? Nah aku juga ada latihan paduan suara." Jelas Cendana yang diangguki oleh Diana. Kemarin memang Diana sempat bercerita bahwa dirinya ikut tampil pada saat demo eskul yang dibawakan oleh eskul dance. Tentunya Diana sangat bersemangat karena dia sangat menyukai kegiatan menguras energi itu.

Pada saat jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, mereka telah sampai didepan gerbang sekolah. Gerbang yang menjulang tinggi berwarna coklat yang bertuliskan SMA Negeri 1 Surakartan. Diana dan Cendana langsung memasuki area sekolahan dan akan berpisah karena tempat latihan yang berbeda. Diana yang berlatih di aula dan Cendana yang berlatih di studio musik.

Sekolah hari ini tidak ramai dan tidak sepi, hanya ada beberapa anak yang berlalu lalang. Ada anak osis, anak eskul, atau bahkan anak anak yang belum mengumpulan tugasnya.

Cendana memiliki kesibukan untuk terus latihan sampai hari demo eskul tiba, yaitu sekitar 1 minggu lagi. Cendana sangat bersemangat menyambut antusias adek kelas yang mungkin akan terkagum dengan penampilan dari beberapa eskul, pikirnya.

"Cendana, nada kamu kurang turun. Harusnya bisa lebih turun lagi ya, kan kamu alto." Ucap Sesil mengarahi. Sesil adalah orang yang cukup berbakat, dia memiliki kepekaan terhadap nada nada musik. Bahkan dia mampu menciptakan improvisasi yang menakjubkan, selain dia yang berada dijenis suara sopran, dia juga pandai untuk memainkan alat musik seperti gitar.

Cendana hanya mengangguk dan mencoba sekali lagi, pada dasarnya Cendana bisa mengatur suaranya ingin keluar seperti apa, namun dia tidak cukup pintar untuk membaca nada. Dia hanya menirukan berdasarkan apa yang dia dengar. Dia juga tidak dapat memainkan alat musik, mungkin kajon karena alat musik itu hanya dipukul tanpa ada nada nada yang berkaitan.

Latihan Paduan Suara selesai saat jam menunjukkan pukul 11 siang. Teman temannya berhamburan keluar dari studio untuk pulang atau jajan dikantin. Cendana memilih untuk duduk ditaman sekolah yang memiliki tempat duduk nyaman. Taman itu juga memiliki 2 gazebo dan ditengahnya ada sebuah pohon besar. Taman ini sangat nyaman dan indah, teduh untuk ditempati dan tidak banyak yang berada ditaman ini. Sesekali ada anak eskul atau osis yang rapat digazebo untuk mencari suasana, namun itu juga tudak terlalu sering.

Cendana mendudukkan badannya menuju kursi besi panjang kosong dan mengeluarkan novelnya yang berjudul "Tentang Kamu" karya Tere Liye. Buku yang baru baru ini menjadi favorit Cendana karena alurnya yang menyedihkan serta tragis. Tentang perjuangan dan perjalanan hidung seorang gadis terhebat. Cendana ingin menjadi dia, gadis itu, gadis yang tidak pernah mengeluh dan terus berjalan pada roda hidupnya, namun sepertinya Cendana terlalu takut untuk keluar dari zona nyamannya.

"Cendana!" Panggil Diana yang berada didepan aula. Sontak Cendana langsung mengalihkan pandangannya dari buku dan melihat Diana yang melambaikan tangan. Cendana bergegas memasukkan bukunya kedalam tas dan menghampiri temannya itu.

"Kamu udah selesai?" Tanya Cendana saat sudah berada didekat Diana.

"Iya udah. Mau langsung pulang?" Cendana mengangguk dan mereka pulang kerumah masing masing. Cendana yang memakai motornya dan Diana yang duduk dibelakang motor Cendana.

###
II,  O! 𝘎lamour📜  .. ' SandalWood  — Ⳋ

Hai guys! its very very my first story, hope you enjoy! jangan lupa untuk menegur aku jika ada beberapa kosa kata yang salah ya.

Jangan lupa untuk vote dan komen untuk memberikan dukungan kepada sang penulis alias aku sendiri.

SandalWood (Selesai) on revisionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang