"Cendana, kamu begitu indah. Namun aku sadar bahwa aku tidak pantas untuk terus bersamamu."
Braga, laki laki yang begitu lembut dan memiliki unggah unguh yang begitu sopan. Banyak hal yang membuat beberapa perempuan sangat menyukai kepribadiannya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Matahari telah berdatangan dari arah yang seharusnya, dua orang paruh baya yang sedang menyapu halaman dan menyirami tanaman, tampak damai dan tersenyum dengan pikiran masing masing.
Suara ayam yang masih saja berkokok dengan semilir angin dipagi hari, begitu dingin, entah kenapa, mungkin karena waktunya fotosintesis.
"Pak, kemarin ibu di sms sama orang. Katanya mau pesan kue buat acara arisan keluarga, pesan banyak pak. Kalau ibu terima kira kira sanggup ndak ya?" bu Kartika telah selesai menyapu, dia duduk dikursi yang berada diteras rumahnya sambil melihat pas Dirga menyirami tanaman.
"Yo ambil aja bu, bapak sama Braga juga pastinya bakal bantu. Ndak usah khawatir, kui wes rejekine."
Bu Kartika tampak menimang nimang dan mengangguk yakin, tidak ada salahnya mencoba hal baru. Mungkin ini jalan yang harus mereka tempuh sebelum membuka toko yang lebih besar. Amin.
"Mas Braga tadi habis subuhan lanjut tidur lagi, jan tenan anakmu iku." Bu Kartika berbicara sambil menggelengkan kepalanya heran. Dasar anak muda jaman sekarang.
"Yo wes ben ta bu, kemarin Braga kecapekan habis bantu bikin kue, gak ada salahnya subuhan lanjut tidur."
"Bapak anak podo wae."
Matahari sudah diujung kepala, membuat beberapa orang memilih untuk berteduh dirumah masing masing. Braga pun begitu, terduduk dikasur kamarnya sambil membaca buku yang baru saja dia beli. Tak lama kemudian, suara ibunya terdengar dari arah dapur. Braga sontak berdiri dan segera menghampiri kedapur.
"Mas, nanti tolong belikan bahan bahan kue lagi ya?"
"Loh kemarin kan sudah Braga beliin bu. Bahannya masih kurang?" Braga menghampiri ibunya yang sedang berkutat sibuk didapur, bapaknya juga senantiasa membantu karena belum ada panggilan untuk bekerja.
"Ibu ada pesanan yang lebih banyak dari kemarin, jadi yo butuh bahan yang lebih banyak Mas." Braga sontak mengangguk dan segera pergi menuju warung langganan ibunya.
Entah kenapa toko kue akhir akhir ini memang cukup ramai. Walau Braga akui bahwa toko kue ibunya sangat enak, namun tidak akan seramai ini, mengingat toko kuenya hanya kecil kecilan semata.
Braga beranjak dan segera membelikan beberapa kebutuhan yang sudah ibunya catat dinotes kecil pembelian. Akhir akhir ini Braga sepertinya tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri, bahkan kegiatan untuk bersantai ditaman sudah jarang dia lakukan.
Alasannya tak lain karena membantu ibunya untuk membuat kue pesanan. Sudah 5 hari dia tidak keluar dari rumah. Jujur, dia merindukan berteduh ditaman dan menikmati angin semilir menyapu wajahnya. Mungkin nanti jika ada waktu dia akan mengunjungi taman Senopati.
Bicara tentang taman Senopati, bagaimana kabarnya Cendana?
***
Cendana terduduk dikursi taman, termenung dan melamun. Angin sore menyapu wajahnya lembut. Hari ini suasana hatinya tidak cukup baik, perihal paduan suara, perihal rumah, dan perihal laki laki yang akhir akhir ini menganggu pikirannya. Cendana tidak mengerti, mengapa Braga begitu berdampak dalam hidupnya dan mampu mengangguk pikirannya.
Dari balik awan tebal diatas sana, matahari bersinar terang, suasana taman Senopati menjadi begitu teduh. Resah datang dengan dibarengi angin yang lagi lagi menerpanya. Seperti angin yang membawa pikiran buruk dan keresahan yang tiada henti. Begitu dia berhembus, Cendana bergelut dengan pikirannya sendiri.
Cendana hanya sendiri, disaat semua orang membawa teman atau keluarga. Matanya menelisik, melihat betapa bahagianya orang orang itu. Tawa yang terlepas tanpa ada keraguan, lelucon lucu menggelitik perut. Sedangkan cendana sendiri.
Ini memang pilihannya. Dia memiliki teman, memiliki keluarga, namun dia ingin sendiri. Entah kapan dia akan seperti mereka, yang tergelak dan tertawa tanpa ada batasnya. Lagi lagi dia membandingkan dirinya dengan orang lain, pikirannya terlalu jauh berkelana. Sampai tak sadar bahwa ada sesosok tinggi didepan yang menghalangi pandangannya.
"Cendana." Panggil Braga tepat didepan Cendana yang sedang melamun dengan mata menatap lurus tanpa berkedip. Merasa bahwa dengan memanggil nama saja tidak cukup, Braga memberanikan diri untuk menyentuk pundak Cendana perlahan.
Tentunya, Cendana terkejut dengan adanya keberadaan Braga yang sangat tiba tiba. Berdehem untuk menyembunyikan rasa terkejutnya dan rasa gugup yang menyerang. Bagaimana tidak gugup, sudah 5 hari tidak bersua dan bersapa. Mungkin juga Rindu ikut melanda disekitar mereka, atau hanya cendana saja?
"Maaf, aku gak tau kalau ada kamu." Braga menyingkir dari depan cendana dan ikut duduk disamping gadis itu.
"Kamu ngelamunin apa?"
"Gak ada kok, gapapa." Braga mengangguk, dia merasa Cendana tidak ingin cerita kepadanya. Mungkin itu adalah tindakan yang benar, mengingat mereka tidak sedekat itu.
"Kamu dari kemarin kemana?" Cendana bertanya sambil menatap lekat Braga, Bragapun begitu, menatap muka cantik dan menawan itu.
"Dirumah aja, nothing spesial. Tapi lagi sibuk bantuin ibu buat pesanan, jadi gak ada waktu buat diri sendiri." Cendana mengangguk mengerti, setidaknya dia sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang hinggap dikepalanya akhir akhir ini.
"Maaf, Cendana."
Terkejut, Cendana memutar otak untuk beradaptasi dengan suasana dingin diantara mereka.
"Maaf untuk apa Braga?" Suara yang dia buat setegar mungkin, berharap dia memang sekuat itu untuk berhadapan dengan Braga.
"karena gak ngasih kabar."
Cendana mengangguk paham, bukan masalah besar bukan? Setidaknya itu yang dia pikirkan sebelum bertemu dengan Braga. Bagaimana pikirannya yang terombang ambing dan belayar entah kemana, hanya karena satu nama.
Perihal maaf, yang tak kunjung mereda diantara mereka. Entahlah, mungkin hanya Cendana yang merasakan badai pikiran yang masih berputar. Sedangkan Braga terlihat baik baik saja dengan senyuman tipis terukir diwajahnya.
Cendana ikut tersenyum, mereka saling bercerita dan tertawa sesekali. Sore ini tidak sedingin kemarin, menghangat karena orang yang kita mau ada disamping kita, menggenggam kita, dan bercengkraman dengan kita.
Sejenak memang harus seperti ini, biarlah mereka berbahagia sesaat. Setidaknya itu yang mereka pikirkan.
II, O! SandalWood 📜 .. ' Bagian 8 — Ⳋ
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ilustrasi Braga dan Cendana waktu ditaman nihh. Anyways, jangan lupa tinggalin jejak kalian dengan cara klik Bintang dan komen yaaa guysss.