16. Mature

24 2 0
                                    

Berjalan sambil menyeringai, pandangan menukik tajam dan alis yang terangkat satu, Jimin berjalan menghampiri Yumi yang akan baru saja mengenakan selimut. Melihat itu, Yumi seketika terbangun dengan kaki lurus ke depan yang memperlihatkan kemulusannya. Jimin yang melihat pemandangan itu membuatnya memegang dagu, melihat detail dari ujung jari kaki Yumi sampai ke tubuh bagian atasnya. Dalam pikirannya sudah ingin saja mengelus kaki lentik itu hingga ke paha atas lalu tangannya masuk ke dalam kemeja putih oversize yang dikenakan Yumi.

"Mau apa kau?"

Jimin hanya menyeringai duduk di tepi ranjang bawah kaki Yumi. Pria itu mulai mengelus jemari Yumi sambil memuji warna cat kuku yang menarik perhatiannya. Wajahnya mendekati jari kaki Yumi dan mengendusnya. Yumi yang takut, termundur menarik kakinya.

"Jangan tatap aku seperti itu."

Tatapan Jimin tidak melihat wajah Yumi yang berbicara padanya, melainkan pada kemeja yang dikenakan gadis itu.

"Di mana kancingnya? Apa kau sengaja menghilangkannya untuk menarik perhatianku?" Jimin kembali menyeringai.

Reflek Yumi menutupnya. "Untuk apa juga aku menyengaja. Apa jangan-jangan kau sendiri yang melepasnya. Ini kemejamu, mana mungkin orang sekaya dirimu punya kemeja yang tidak sempurna seperti ini?"

Mendengar perkataan itu, Jimin malah semakin mendekat, membuat Yumi tak bisa lagi menghindar karena tubuhnya sudah terkungkung oleh tubuh Jimin.

"Kau mau apa? Jangan lakukan. Aku sedang hamil. Nanti baha-" Jimin langsung saja membungkamnya dengan lumatan semakin lama, semakin memanas dan basah. Jimin memainkan lidahnya menghitung deretan gigi Yumi yang saat itu terbuka ingin meraup udara. Kedua tangan gadis itu berusaha mendorong dada Jimin lalu meremas baju yang dikenakan Jimin saat itu. Yumi terengah karena Jimin tak memberinya kesempatan meraup udara.

"Kau tidak berhak melarangku." Baru sedetik Yumi meraup udara, Jimin kembali beraksi." Namun, kali ini Yumi menggunakan sekuat tenaganya mendorong dada Jimin sehingga tautan mereka terlepas.

"To-tolong hentikan." Yumi terengah memegang dadanya. "Bukankah aku sudah bilang biar kakakku saja yang menjalankan tugasnya sebagai istri? Bersabarlah, sebentar lagi kau menikahinya. Aku mohon."

Dengan tubuh yang sudah berkeringat dan bibir lembab, Jimin memandang Yumi penuh gairah sambil menyugar rambutnya yang sudah tidak karuan dan basah. "Baiklah. Kau tidak perlu menjalankan tugasmu sebagai istri. Tapi aku ... aku yang akan menjalankan tugasku sebagai suamimu." Jimin mengiggigit bibir bawahnya karena pria itu sudah sangat horny. "Yumi, kau bilang belum pernah pacaran, kan?" Jimin kembali mendekat, sementara Yumi memejamkan matanya sambil menghela napas. "Kau tidak tahu cara berciuman, kan? Aku rasa, kau benar. Anggap saja ciuman tadi pemanasan dan aku akan mengajarimu bagaimana berciuman yang penuh kenikmatan. Kupastikan, kau tidak akan pernah melupakannya seumur hidup." Suara berat Jimin terdengar begitu sensual.

"Aku tidak perlu belaj-"

Lagi-lagi Jimin melumat bibir lembabnya semakin panas dari sebelumnya. "Emm, hentikan!" Yumi mendorong dada Jimin, tetapi pria itu malah menahan tangannya di depan dada hingga tak bisa bergerak. Jimin juga semakin mendorong kepala Yumi agar lumatan mereka semakin terpaut dan menambah gairah, Jimin meremas rambut Yumi dan memainkan daun telinga gadis itu. Mendengar Yumi yang mulai mengerang dengan suara parau sedikit mendesah, Jimin menyeringai di tengah lumatannya. "Tolong, aku tidak mau kau melakukannya."

My Name is Yumi || Park Jimin  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang