21. Wedding

15 0 0
                                    

Cukup panjang penantian Yoona yang sempat digantung oleh Jimin sebelum akhirnya mereka kini berada di gedung megah dengan kemerlip cahaya indah perpaduan putih, kuning dan pink. Cahaya itu membentuk gugusan gradasi warna yang begitu cantik. Senada dengan gaun dan jas yang dikenakan calon pengantin. Yoona yang tampak haru, masih tidak percaya apa yang ia alami hari ini. Meski tanpa di dampingi orang tua, selama ini ia dan Yumi masih bisa bertahan.

Di ruang berbeda dengan Yoona perasaan Jimin campur aduk karena ia tidak habis pikir mengapa Yumi tidak mencegahnya menikahi Yoona. Padahal baginya, wanita mana yang mau di madu. Sebenarnya, bagaimana perasaan Yumi terhadapnya? Apa Yumi tidak mencintainya? Itulah yang mengitari benaknya saat ini.

Bagai pangeran dan putri yang sedang bersanding, Yoona dan Jimin tampak serasi. Satunya cantik dan prianya tampan. Semua pasang mata menyambut meriah saat keduanya masuk dengan gaun berkilau dan Jimin dengan tampilan formalnya.

"Wah, Bos kita ternyata sangat tampan. Iri sekali aku," celetuk salh satu karyawannya yang duduk di meja paling depan. "Sebenarnya, aku dulu menyukai Bos, tapi aku sadar diri," imbuhnya sekaligus mendapat sorak dari rekannya yang lain.

Di sisi tersembunyi tertutup hiasan bunga, Yumi berdiri membelakangi altar. Sama seperti Jimin, ia juga tidak tahu mengapa ada perasaan lain di hatinya yang membuatnya gelisah tidak nyaman.  Bahkan ia terus menyentuh dan mengelus dadanya. Hampa. Itulah yang ia rasakan sekarang. Ia merasa hampa di kerumunan orang banyak. Kosong. Rasanya semua kosong tanpa siapa pun. Sendiri. Ya, mungkin begitulah gambaran perasaan Yumi.

"Eonni, setelah kau menikah. Semua orang akan tahu kau bersuami. Tapi, aku ... entah sampai kapan statusku masih dirahasiakan."

Jimin melihat kesendirian istrinya dari kejauhan. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini melihat Yumi sedang menyendiri bahkan seakan tidak ingin melihat mereka berdua di altar. "Apa, dia cemburu? Kalau tidak, Kenapa dia tidak mendekat ke sini? Mendampingi Yoona?"

Sementara itu, Naomi dan Vhi yang baru saja datang langsung mencari keberadaan Yumi dan merek langsung menemukannya. "Itu, Yumi, kan, sedang apa dia di situ? Pasti dia sedang kesepian karena sebentar lagi kakaknya menikah." Melihat sahabatnya sendirian, Naomi meminta izin Vhi untuk menemani Yumi dan satu kecupan Vhi di kepala Naomi pertanda ia mengizinkan istrinya. "Pergilah, Sayang."

Sedikit mengangkat dressnya sambil berjalan menjinjing tas pesta, Naomi menyapa Yumi yang membelakanginya. "Yumi, apa yang kau lakukan di sini? Kenapa tidak ke tengah atau duduk di meja VIP?"

"Naomi, kau sudah dari tadi? Mana Tae oppa?" Naomi pun menunjuk keberadaan Tae dan pria itu melambaikan tangannya ke Yumi dengan senyum kotaknya.

"Yumi, kau sedih, kakakmu menikah? Siapa tahu, eonni mencarimu."

"Aku ... biasa saja. Aku hanya ingin di sini, memang tidak boleh?" jawabnya tanpa melihat Naomi. Naomipun mengikuti arah pandang Yumi yang tertuju pada seseorang, lalu menatap Yumi kembali.

"O, kau mau berbohong padaku? Tidak akan bisa, Yumi. Sekarang, cerita apa yang membuat pikiran dan hatimu kalud kelabu?"

"Naomi, kau memang yang bisa mengerti aku. Aku pun tidak bisa berbohong atau hanya sekedar menutupinya darimu." Mata Yumi tetiba sendu. Naomi masih menyimak dan menunggu sahabatnya itu cerita. "Naomi, berjanjilah padaku untuk tidak menceritakannya pada siapa pun. Termasuk kakakku," pintanya yang masih belum menatap Naomi.

"Kau bisa pegang janjiku, Yumi. Katakan, ada apa?"

"Aku ... aku sudah menikah."

Naomi tersenyum getir. "Mana mungkin kau tidak mengundangku. Kau bercanda, kan?"

"Aku tidak bercanda, Naomi. Aku benar-benar sudah menikah dengan ayah dari bayi yang kukandung."

Naomi yang membulatkan matanya begitu terkejut mendengar kejujuran Yumi barusan. Sambil mengedarkan padangan. "Pria brengsek itu ada di sini? Mana dia?" Yumi mengangguk pelan menoleh ke Naomi, lalu kembali melihat seseorang.

"Di-di mana dia?"

"Sebentar lagi kau akan tahu. Tepatnya saat acara akan di mulai."

Pembawa acara pun memulai acara dengan memberi selamat lalu sambutan.  Banyak juga orang-orang membicarakan pasangan itu yang sangat serasi. Celetukan memuji terdengar jelas keluar dari para tamu undangan.

"Kapan aku menemukan jodohku?"

"Wah, cantik dan tampan."

"Pasti anak mereka nanti lucu-lucu."

"Di acara seperti ini, Bos kenapa tetap irit senyum, sih."

"Wah, anggun sekali istri, Bos."

Di tengah keramaian, Yoona tampak gugup membuat Jimin meraih tangan Yoona untuk menggandeng tangannya. "Yoona, apa kau gugup?"

"Iya, aku gugup sekali.

Dari kejauhan, Seojin dan Yumi melihat kedua mempelai dengan perasaan entah bahagia, entah sebuah penyesalan. Masih berjalan menuju altar, Yoona dan Jimin memamerkan senyum bahagia mereka.

"Yoona, kalau saja kau sabar menungguku," ucap Seojin pilu sedikit menyesal.

Kini kedua mempelai tiba di altar. Yoona melepas tangannya dari Jimin dan mereka saling berhadapan. Tirai di belakang mereka yang tadinya tertutup, kini telah terbuka menampakkan keindahan pancuran air di tengah indahnya bunga-bunga. Pembawa acara pun menyuruh kedua mempelai untuk masing-masing memasangkan cincin di jemari pasangannya. Di mulai dari Jimin, ia memasangkan cincin ke jemari Yoona. Usai memakaikan cincin Jimin menatap Yumi yang sekarang ini berdiri tepat di belakang Yoona, sehingga Yoona mengira Jimin sedang menatapnya. Sementara Yumi, hanya bisa menunduk pilu mengelus perutnya. Maafkan aku, Yumi, batin Jimin.

"Yumi, daritadi kau diam saja. Mana suami yang kau bilang."

"Dia, Naomi."

Mana? Tunjuklah, aku tidak tahu visualnya. Dia memakai jas warna apa?" Naomi berusaha mengikuti arah pandang Yumi.

"Dia yang memakai jas hitam dan sedang menjadi tokoh utama di acara ini," ucapnya dengan air mata yang sudah jatuh duluan.

"A-apa maksudmu?" Naomi terkejut melihat Jimin.

"Iya, Dia. Kakak ipar sekaligus suamiku. Dia, Ayah dari bayi yang kukandung dan dia juga yang saat ini sedang berciuman dengan kakakku di atas altar." Tubuh Yumi goyah ke samping seperti akan terjatuh. Beruntung Naomi sigap menahan kedua lengan sahabatnya.

"Yumi, kau sedang tidak membohongiku, kan?" Yumi hanya menggeleng dengan pandangan yang tidak bisa ia tarik. Entah mengapa ia terus melihat adegan ciuman itu padahal hatinya sesak.

Dari jauh Seojin pun memalingkan wajahnya karena tidak kuat melihat wanita yang masih dicintaintainya berciuman dengan pria lain.

Keromantisan itu pun mendapat banyak tepuk tangan dari tamu undangan. Terlihat mereka semua ikut bahagia, kecuali mungkin Yumi, Seojin dan Naomi.

Usai berciuman, Jimin kembali menatap Yumi yang sedang dipegang Naomi dengan kedua mata yang terlihat jelas berkaca-kaca. Yumi pun menatap Jimin dengan tatapan menyiratkan makna yang dalam

"Naomi, aku tidak sanggup."

***






My Name is Yumi || Park Jimin  [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang