04. Guru privat

56 7 0
                                    

Naurel terbaring lemas di atas kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya. Sejujurnya ia masih memikirkan kejadian tadi, saat dirinya bertemu dengan lelaki yang kemarin berbicara dengannya.

"Tadi namanya siapa yah."

Naurel berusaha keras untuk mengingat nama yang tertera di seragam lelaki itu.

"Negan?—duhhh lupa."

Naura mengacak-acak rambutnya. Ia benar-benar pelupa.

"Tau ah, mending aku mandi." ucapnya kemudian ia berjalan ke kamar mandi.

Bahkan saat mandi pun, Naurel masih mencoba mengingat ingat nama lelaki itu.

Tapi nihil. Ia tidak bisa mengingat jelas namanya.

Naurel memeluk lututnya. Ia sangat menikmati waktunya dengan merendam diri di air.

5 menit, 10 menit dan seterusnya telah berlalu. Naurel masih asik menetap di kumbangan air. Tidak ada niatan untuk bergegas keluar dari air itu, padahal jari-jarinya sudah keriput karena terlalu lama berendam.

"Aku kangen bunda... Bunda kenapa tega ninggalin aku sih... Padahal aku udah jadi anak yang baik." gumam Naurel. Kemudian air bening menetes begitu saja dari matanya.

Dikamar mandi, hanya dirinya dan benda benda mati yang melihat dan mengetahui bahwa Naurel tidak sekuat yang terlihat.

Dia begitu rapuh.

••••••••••

Ayah
Hari ini kamu ada jadwal les.
Guru kamu udah dateng.
Cepet turun.

Naurel mematikan layar handphone nya. Ia letakan handphone miliknya di sampingnya.

Ia menghembuskan nafasnya kasar. Ia sempat melupakan kewajibannya.

Naurel harus menjadi manusia sempurna. Dia harus tampil sebaik mungkin, mendapatkan nilai sempurna, dan menjadi juara di kelasnya.

Betapa tersiksa dirinya saat harus mempertahankan kesempurnaan yang sebenarnya manusia didunia ini tidak ada yang sempurna.

"Gapapa, ini demi aku, demi masa depan aku, dan demi bunda." ucap Naurel menguatkan dirinya sendiri.

Dirumah ini tidak ada yang paham Naurel, bahkan tidak ada orang yang mencoba untuk memahami Naurel.

Bahkan Marco selaku ayah kandungnya saja tidak tahu apa yang anaknya inginkan.

"NAUREL!! NAUREL!!" Carista berteriak dengan kencang, memukul dengan keras pintu kamar Naurel.

Naurel membukanya. Ia melihat wajah ibu tirinya itu menampilkan raut wajah marah.

'glek'

Naurel menelan ludah. Ia berusaha untuk bisa mengucapkan beberapa kata kepada ibu tirinya.

"Y-ya?"

"Kamu tuh, padahal saya udah manggil manggil kamu berkali kali. Tapi kamu malah ga jawab sama sekali! kamu itu punya telinga apa tidak?! apa telinga kamu itu udah kehilangan fungsinya itu hah?! sampai tidak mendengar panggilan saya!!!"

"Saya tuh capek manggil manggil kamu terus dari tadi!! suara saya habis Naurel!! kalau tenggorokan saya sakit gimana! apa kamu mau tanggung jawab hah?!!" omel Carista.

Naurel membolak balikkan tangannya. Tangannya bergetar.

"M-maafin aku bun. Tadi aku lagi mandi." ucap Naurel menundukkan kepalanya.

Carista memijit pelipisnya. "Sudah! Lebih baik kamu cepet turun! Pak Sandy sudah menunggu dari tadi."

Naurel segera mengambil peralatan belajarnya yang tersimpan di meja belajar. Ia kemudian bergegas untuk menemui guru privat nya itu.

The Reason We Meet | Enami AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang