꒰𖡄꒱ Gangguan

17 5 0
                                    

"Eiji?" Sutan mengernyit. Ia melangkah dengan cepat hingga suara heels-nya agak menggema. Ia berhenti di depan Eiji yang tampak aneh. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Bagaimana dia tahu aku di ruangan ini? Aku tidak pernah mengajak Eiji ke lantai atas selain lantai kamar para pengunjung, batin Sutan bingung. Lantai ini dan ruang kerjanya adalah area pribadi Sutan. Hanya tamu penting atau keluarga Sutan yang boleh menginjakkan kaki di sini. Selama pacaran dengan Eiji, Sutan tidak pernah mengajak sang pria datang ke area ini karena menurut Sutan itu tidak perlu selama mereka masih sepasang kekasih. Ia hanya mengajak Eiji keliling hotel hingga ke lantai terakhir kamar pengunjung hotel.

Gojo melempar tatapan dingin pada pria yang agak tinggi di hadapan Sutan. Ia mencengkeram garpu yang ada di tangan kanan, lalu meletakkannya ke meja. Dia bersedekap dan menyilangkan kaki. Memutuskan untuk menonton. Ada pikiran untuk ikut campur. Namun, Gojo pasti akan mendapat omelan dari Nanami jika melakukan itu. Yah, dia akan menunggu, tapi jika situasi sudah makin runyam, Gojo lebih memilih mendengar ceramah Nanami.

"Sutan...," gumam Eiji.

"Eiji ... ah, maaf. Gorou-san, Anda tidak boleh berada di lantai ini tanpa izin saya. Silakan pergi. Asisten saya akan menuntun Anda," kata Sutan dengan tenang sambil melirik Hina. Wanita itu langsung melangkah mendekat dan mempersilakan Eiji untuk keluar ruangan.

"Gorou?" Eiji mengangkat wajahnya.

Sutan sedikit terkejut dengan wajah Eiji. Mata pria itu memerah, ada kantong mata, dan bibir pucat. Sang gadis menghela napas. Eiji mungkin habis minum alkohol hingga mabuk—Sutan tahu karena pernah melihat pria itu mabuk. Apa mau lelaki ini? Dia merasa sangat tidak nyaman berada di dekat Eiji yang berpenampilan seperti itu. Sutan mengambil dua langkah mundur untuk menjaga jarak. "Jika Anda ingin menyewa kamar, datanglah ke bagian resepsionis, Gorou-san. Bukan mendatangi saya. Silakan pergi, kita tidak punya urusan lagi."

"Aku belum mau melepaskanmu!" kata Eiji sedikit berteriak. "Kau memutuskan hubungan kita, tapi tidak mendengarkan jawabanku?"

Sutan menghela napas panjang. Memang salahnya langsung pergi dari restoran waktu itu tanpa mendengar jawaban Eiji. "Aku tidak bisa melanjutkan hubungan itu lagi, Gorou-san. Kau tak bisa mempertahankan hubungan jika pihak lain sudah menyerah."

"Sutan." Eiji menggenggam kedua tangan Sutan. "Aku tidak akan menyerah padamu. Kumohon berikan aku kesempatan. Kau ingin aku mengabaikan Aya? Baiklah. Akan kulakukan, tapi jangan tinggalkan aku."

Gojo menghela napas jengkel. la mengepalkan tangan dengan sangat keras hingga keluar darah di tangan kanannya. Apa dia boleh ikut campur sekarang? Rasanya sudah mengganggu sekali sejak Eiji datang ke sini dan mengganggu waktunya bersama Sutan. Ketika mendengar ucapan lelaki itu, Gojo makin kesal saja.

"Anda mengabaikan Aya?" Sutan menggeleng. Ia tidak percaya. "Pergilah. Saya ada tamu sekarang. Saya tidak mau membuatnya tak nyaman dengan kedatangan Anda."

"Sutan, aku bisa mengabaikannya! Aku hanya perlu waktu!"

"Saya yang tidak punya waktu." Sutan menepis tangan Eiji. "Pergi dari ruangan ini."

Dua orang pria masuk dan menahan tangan Eiji. Mereka pihak keamanan yang dipanggil Hina lewat telepon. Mereka menuntun Eiji untuk keluar dari ruangan, sementara Sutan berbalik dan melangkah ke arah Gojo.

"Maafkan aku, Gojo-san ...." Sutan membelalak dan merinding. Ada sesuatu dari arah belakang yang datang. Itu Eiji. Ia langsung berbalik. Namun, belum sempat Sutan bereaksi. Pria itu mencengkeram bahu kiri Sutan dan tangan kanan pria itu mendorong kepala sang gadis untuk berciuman. Sutan bergeming sejenak, kemudian berusaha mendorong tubuh Eiji untuk melepas ciuman mereka, tapi karena cengkeraman lelaki itu terlalu kuat, Sutan jadi kesulitan.

Gojo melepas kacamatanya sambil berdiri, lalu mendekati kedua orang itu. "Ah, aku sudah tidak tahan lagi. Maaf, ya, Nanami. Aku mau mengacau."

Sutan menggigit keras bibir Eiji dan mendorong pria itu menjauh. Namun, belum sempat ia bicara, Gojo melayangkan pukulan pada wajah Eiji hingga pria itu tersungkur. Sutan membelalak kaget. "Gojo-san!" panggil Sutan.

"Haha, apa kau tidak bisa melawan, hm? Bibirmu sakit, ya?" kata Gojo. Ia menyeringai dan berjongkok. Lihat pria bernama Eiji ini. Sangat menyedihkan. Lelaki itu sudah kesulitan untuk bangun padahal Gojo baru melayangkan satu pukulan. Kenapa pria seperti ini bisa menarik perhatian Sutan tiga bulan lalu? Gojo mencengkeram kerah baju Eiji. "Ah, kau lemah sekali. Baru satu pukulan, lho? Aku masih mau memukulmu lagi."

Gojo melihat mulut yang telah berani mencium Sutan. Amarahnya makin naik hingga menciptakan suasana mencekam. Tangannya yang tadi memegang kerah baju Eiji berpindah ke leher. Mencekik hingga laki-laki itu sesak napas. "Kau harusnya bisa melawan, dasar bo-" Gojo bungkam saat pandangannya tiba-tiba gelap karena sepasang tangan mungil menutup kedua mata Gojo.

"Gojo-san, sudah cukup," bisik Sutan di telinga Gojo. Ia lantas memberi tanda pada dua pria keamanan untuk menarik Eiji setelah lepas dari genggaman Gojo.

Suasana hening melingkup ruang tamu itu selepas kepergian Eiji dan para keamanan. Sutan perlahan melepas tangannya dari mata Gojo saat pria itu sudah tenang. Ia menghela napas lega. Lantas terkesiap saat Gojo menoleh ke arah Sutan. Menatapnya dengan mata biru yang indah.

Warna matanya cantik sekali ..., batin Sutan terpukau. Lantas mengalihkan pandangan ke telapak tangan Gojo yang berdarah. Sutan membelalak dan buru-buru bangkit, lalu membantu Gojo untuk berdiri juga. Pria itu menurut saja ketika dituntun menuju sofa. Sutan duduk di samping Gojo, lalu melihat ke arah Hina. "Nona Hina, tolong ambilkan kotak obat."

"Baik, Nyonya." Hina segera mengambil kotak obat yang berada di salah satu laci nakas ruangan ini.

Sutan berkata, "Aku akan mengobatimu. Jadi, tunggulah sebentar, Gojo-san."

⊱ ────── {𖡄} ───── ⊰

Our Connexion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang