"Terima kasih, Nona Hina. Anda boleh pergi." Sutan tersenyum sembari menerima kotak obat dari Hina. Wajah Sutan tampak pucat. Ia masih syok.
"Baik, Nyonya." Hina melangkah dengan ragu. Ia khawatir dengan keadaan atasannya yang tampak sakit. Namun, dia tidak bisa menolak perintah untuk pergi.
"Gojo-san, perlihatkan telapak tangan kananmu," kata Sutan pelan. Ia bingung dengan luka Gojo. Bukankah pria itu memukul dengan punggung tangan? Kenapa malah telapak tangannya yang terluka? Ia mengelap darah Gojo yang keluar agar lukanya terlihat. Dia melirik untuk melihat reaksi sang pria, takut dia tidak nyaman atau semacamnya. Namun, Sutan hanya menemukan raut datar di wajah tampan itu. Aku sempat berpikir Eiji akan sekarat mengingat bagaimana mengerikannya Gojo-san tadi, batin Sutan.
Omong-omong, ini pertama kalinya aku melihat warna mata Gojo-san. Sayang sekali aku harus melihatnya di situasi seperti, kata Sutan dalam hati. Kali ini ia mengoleskan cairan untuk membersihkan luka Gojo. Dia menatap sang pria, melihat reaksinya dan bertanya, "Apa kau merasa tidak nyaman?"
"Enggak apa-apa. Lanjutkan saja," kata Gojo datar sambil melihat Sutan sekilas.
Sutan mengangguk. Ia memperhatikan luka Gojo dan mengernyit. Kenapa luka itu bentuknya kecil seperti kuku? Sutan menarik jari-jari Gojo dan menilik. Ah, di jari tengah dan telunjuk ada bekas darah. Apa pria ini mengepalkan tangan dengan keras sampai berdarah? Sutan merinding. "Gojo-san, apa kau melukai tanganmu? Kenapa kau lakukan ini?" tanyanya khawatir.
Gojo menatap sang gadis. Ia menangkap dengan jelas tatapan khawatir di mata obsidian Sutan. Hal itu membuat Gojo menyungging senyum. "Kau khawatir padaku, Sutan?"
"Tentu saja," balas Sutan. Ia membalikkan tangan Gojo untuk melihat punggung tangannya. Ada luka kecil di sana. Sutan mengernyit, lalu memberikan cairan pembersih. "Apa ini karena kau memukul Eiji?" Ia tidak menatap Gojo dan fokus pada luka pria itu.
Sang pria menghela napas dongkol. "Kau menyebut namanya lagi, padahal tadi kau memanggil marganya."
"... Aku masih harus membiasakan diri." Sutan mengambil perban di kotak obat. "Kenapa kau marah seperti itu, Gojo-san? Kenapa kau peduli padaku?"
"Kenapa kau berpikir aku peduli padamu?"
"Kalau kau memang tidak peduli. Seharusnya kau tinggal menonton saja atau langsung pergi karena tidak nyaman, tapi kau memukulnya." Sutan dengan lihai melilit perban di telapak tangan Gojo yang besar.
Gojo bungkam sebentar, lalu berkata, "Entahlah. Aku tidak tahu." Ia mengernyit dan berdecak. "Melihatnya datang dan menyentuhmu begitu bikin aku jengkel saja. Jadi aku memukulnya." Ia melirik bibir Sutan. Lip tint pink gadis itu tampak berantakan karena ciuman tadi. Hal itu membuat Gojo makin kesal. Dia mengambil sapu tangan yang ada di sakunya dengan tangan kiri, lalu mengelap bibir Sutan agak kasar. "Lihat, tuh. Lip tint-mu berantakan." Gojo berdecak lagi. Ah, dia tidak suka ini. Rasanya mau mengamuk. Apa dia boleh menghubungi Eiji dan mengajaknya berkelahi?
Sutan diam saja saat Gojo menghapus pewarna bibirnya. Mata obsidian Sutan berbinar menatap wajah Gojo yang sangat dekat. Menilik ekspresi kesal di wajah sang pria. "Kau membuatku bingung dengan tingkahmu, Gojo-san. Untuk semalam juga, bukankah berlebihan mengajak seorang gadis ke butik terkenal dan memukul mantan pacarnya yang mengganggu?" Sutan menyentuh tangan Gojo dan mendorong dengan pelan agar menjauh dari wajahnya. Ia menghela napas. Ada sesuatu yang dia sadari dari perilaku Gojo. Hal yang tidak mungkin terjadi dalam empat kali pertemuan mereka. "Orang-orang akan berpikir kau suka padaku."
Gojo bungkam. Sejujurnya dia sendiri pun tidak mengerti. Emosi? Ia dari kecil orang yang tidak peduli, semena-mena, dan dibesarkan dengan manja. Ia tak pernah memperhatikan dan memedulikan orang lain. Hanya fokus pada dirinya sendiri, bahkan perasaannya pun kadang dia tidak tahu cara mengungkapkan dan berakhir disembunyikan atau dengan cara kesal dan marah. Sekarang, ia tak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Dari dulu ia memperhatikan Sutan, mendengar cerita tentang gadis itu dari Shoko. Namun, atas dasar apa?
"Sudah selesai." Sutan menghela napas sembari tersenyum melihat hasil kerjanya selama beberapa menit.
Gojo menatap tangannya yang telah diperban sempurna. "Sutan tahu mengobati ternyata."
"Itu hanya pertolongan pertama. Kak Shoko sering mengajariku dulu." Sutan merapikan kotak obat. "Aku minta maaf. Kunjunganmu ke hotelku berakhir seperti ini."
"Enggak apa-apa, sih." Gojo mengangguk. "Kau harus menyelesaikan masalahmu dengan pria itu sebelum dia melakukan hal di luar nalar."
"Iya. Aku akan menemuinya lagi nanti. Sekali lagi aku minta maaf." Sutan sedikit membungkuk.
"... Kalau kau bilang maaf lagi jidatmu kusentil."
"Ah." Sutan spontan menutup keningnya.
Gojo tertawa sebentar. "Omong-omong, apa aku boleh memesan cake buatanmu?"
"Kau suka kue itu?" tanya Sutan. Ia menurunkan tangannya. "Aku bisa membuatnya kalau kau mau datang ke sini lagi, tapi beritahu aku kalau mau berkunjung."
"Hee." Gojo bersedekap. "Padahal kue buatanmu seenak itu. Kenapa Sutan enggak bikin toko kue saja?"
Sutan terkekeh. "Apa kau mau jadi pelanggan setia kalau aku membuka toko kue?"
"Tentu saja! Aku akan jadi orang paling sering datang!" kata Gojo semangat. Matanya berbinar ceria.
Sutan tertawa. Kedua matanya tertutup. Pipinya agak memerah. Ah, ekspresi Gojo sangat lucu. Ia tidak bisa menahan rasa gelitik di dalam perutnya. Kalau dipikir-pikir, ini kedua kalinya Sutan tertawa karena pria itu.
"Maafkan aku." Sutan berdeham. Mengendalikan diri. Ia membuka mata dan mendapati Gojo bergeming sambil menatapnya. Sutan langsung sadar dan menutup keningnya lagi. Ah, dia baru saja mengatakan maaf. "Aku lupa, sungguh. Jangan sentil jidatku."
Gojo mengerjap sambil manyun. "Hmmm, kau terkadang lugu, ya."
"Maksudnya?" tanya Sutan. Ia langsung menurunkan tangan.
"Tidak ada! Bukan apa-apa." Gojo melirik jam dinding. Sudah waktunya makan siang. "Sutan mau cari makan, enggak?" tanyanya sambil tersenyum miring.
Sutan melihat jam. "Ah, sudah waktunya, ya. Boleh sa—" Sutan mengatup bibir. Ia ingat kejadian semalam, di mana dirinya memasuki 'dunia' yang berbeda. Dia jadi ragu untuk menerima ajakan Gojo.
"Aku tidak akan berlebihan seperti semalam. Tenang saja," kata Gojo yang menyadari alasan Sutan bungkam.
"Hanya makan saja, kan?" tanya Sutan.
"Iyalah. Sebenarnya enggak masalah, sih, kalau kau mau ganti baju lagi. Aku bisa membawamu ke butik u-"
"Tidak masalah. Aku nyaman dengan pakaianku sekarang," potong Sutan cepat. Ah, dia tidak mau kejadian semalam terulang.
"Ya sudah." Gojo berdiri. "Ayoo cari makaan!"
⊱ ────── {𖡄} ───── ⊰
Double update hari ini 🌺💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Connexion
FanfictionSutan harus menikah karena tekanan dari Sang Kakek juga gangguan yang dilakukan sahabat mantan pacarnya. Lalu siapakah pria yang akan dinikahinya? Dia pria surai putih. Orang ini berasal dari keluarga besar di Jepang. Terkenal dan kaya. Namun, menyi...