Tok tok tok
Suara yang berasal dari ketukan pintu berwarna cokelat kamar Neya berbunyi tiga kali. Neya seketika memikirkan bermacam-macam orang yang sekiranya ada di depan pintu kamarnya sekarang. Bu Euis? Atau Teh Ila si kamar lima?
Ya, akhirnya gadis itu memberanikan diri membuka pintu dan seseorang berdiri di depannya dengan sudut bibir yang terangkat. Neya tak mengenalinya.
"Hai!" Gadis berambut pendek seperti potongan rambut laki-laki menyapanya.
Neya membulatkan kedua bola mata. Ia tercengang melihat tampilan fisik seorang perempuan di depannya, tetapi suaranya sungguh jauh berbeda, mungkin bisa dibilang terlalu lembut dengan tampilan yang sangar.
"Halo! Kamu maba, ya? Aku Izza, dia Ola." Satu perempuan tinggi berkacamata dan berambut panjang diikat satu tiba-tiba muncul menunjuk ke arah teman sebelahnya.
"Namanya kayak tante-tante, ya? Padahal tampilannya abang-abang."
"Anjir!" Teh Ola melempar sebuah sendal karet tepat mengenai sasaran, Teh Ila, yang ternyata sedang terduduk di depan kamarnya.
Neya mengerti sekarang. Ada sembilan kamar di indekos dan dia sudah berkenalan dengan tiga penghuni kamar indekos. Teh Ila, penggemar band Paramore yang jago bernyanyi. Teh Izza, perempuan tinggi berkacamata yang rambutnya diikat satu. Ada juga Teh Ola, si pemilik suara lembut dengan tampilan sangar dan berambut seperti laki-laki.
"Sini, Neya, kita ngobrol-ngobrol, yuk! Niatnya kita juga mau nonton film bareng di kamar Teh Yaya," seru Teh Izza.
"Wih, nonton film apa?" Neya mulai melangkah keluar dan menutup pintu kamar. Dia terduduk di depan kamar Teh Ila—juga merupakan ruang tengah indekos—terbilang cukup luas dan bergabung dengan Teh Izza dan Teh Ola yang sudah terduduk lebih awal.
"Kamu sukanya film apa, Ney?"
"Hm ..., apa ya? 20th Century Girl sih masih jadi favorit aku."
Neya suka sekali menonton film dan drama. Film yang masih menempati posisi juara satu selama hidupnya adalah 20th Century Girl, film asal Korea Selatan yang dirilis pada Oktober 2022. Oleh karena kecintaannya terhadap dunia film dan juga menulis karangan fiksi, Neya sempat melirik program studi Film dan Televisi di beberapa PTN. Namun, takdir berkata lain.
"Kamu kayaknya suka nonton film, ya?" Teh Ola tersenyum.
Neya mengangguk. "Aku suka dunia per-film-an dan nulis fiksi gitu, Teh. Makanya dulu pilihan pertamaku masuk PTN itu jurusan Film dan Televisi. Eh, keterimanya di PGSD."
"Gak apa-apa, Ney. Di PGSD seru," ujar Teh Izza yang ternyata berada di jurusan yang sama seperti Neya.
"Punten, Teteh, Lian izin gabung boleh nggak?" Lian, yang ternyata mahasiswa baru seperti Neya, terduduk di samping Teh Ola dan Teh Izza.
"Boleh dong! Bentar, aku mau ajak Teh Ai sama Teh Bila ah. Nanti kita nonton film-nya di kamar Teh Yaya sama Teh Eva." Teh Ila beranjak dari tempatnya dan berlari ke arah kamar bernomor 1 dan 9.
Neya mengernyitkan dahinya sejenak setelah menyimak apa yang baru saja Teh Ila bicarakan. "Jadi, Teh Yaya dan Teh Eva itu satu kamar, Teh?"
Teh Izza dan Teh Ola mengangguk serentak.
"Eh, gimana ospeknya? Seru gak?" Teh Ola menatap pada Neya dan Lian secara bergantian. "Udah ada akang-akang yang ditaksir belum?"
"Atau justru ngelirik yang seangkatan kali," sambung Teh Izza.
Neya dan Lian hanya tertawa kecil. Mereka seperti merasakan peran seorang kakak perempuan di sekitarnya. Padahal, hampir semua teteh-teteh yang ada di sini baru mereka temui hari ini. Namun, seakan berada di dalam sebuah kotak yang tepat, waktu membiarkan mengalir begitu saja terhanyut dalam topik-topik pembicaraan yang membuat keduanya merasa nyaman.
Teh Ai dan Teh Bila, tiba-tiba datang bergabung.
Teh Ai, perempuan program studi Sistem Informasi semester 3 yang berasal dari Tasikmalaya dan memutuskan untuk merantau ke kota ini, Bandung. Pertama kali Neya melihatnya saat ini, si pemilik kamar 1 itu memakai kerudung instan dan kacamata dengan frame hitam berbentuk persegi panjang.
Teh Ola, si pemilik kamar 2. Setelah berbincang cukup lama, Neya mendapat informasi bahwa Teh Ola tergabung dalam UKM seni di kampus, UKM yang membuat Neya sempat melirik untuk tergabung di dalamnya. Teh Ola bagian dari penghuni program studi yang sama seperti Teh Ai, Sistem Informasi. Walaupun juga berada di semester 3, Teh Ola dan Teh Ai tidak berada di kelas yang sama.
Teh Izza, si pemilik kamar 3. Dia berada di program studi keguruan yang sama seperti Neya. Teh Izza mempunyai rambut panjang yang dikuncir dan kacamata dengan frame tipis. Walaupun begitu, Teh Izza selalu memakai kerudung panjang syar'i setiap ke kampus—Neya pernah melihatnya menjadi panitia di ospek hari ke-2.
Teh Ila, pemilik kamar 5, hobinya bernyanyi, penghuni program studi Ilmu Komunikasi. Neya berpikir itu bukan sekadar hobi, melainkan bakat karena Neya sering mendengar Teh Ila yang berkaraoke dengan merdu.
Teh Gia, pemilik kamar 6 yang jarang ada di kos. Berdasarkan informasi dari teteh-teteh yang lain, Teh Gia sibuk mengurus sesuatu di kampus karena dia menjadi bagian dari pengurus BEM Fakultas Ilmu Pendidikan.
Teh Yaya dan Teh Eva, mereka berada di kamar 7. Kamarnya memang sedikit lebih luas dan tentu harga perbulannya berbeda dari kamar lain. Itu juga yang menyebabkan mereka berada di satu kamar. Kebetulan, Teh Yaya dan Teh Eva masih satu kelas dan satu program studi, Sistem Informasi, sama seperti Teh Ai dan Teh Ola.
Lian, kamarnya bernomor 8. Saat file nama-nama tiap kelas sudah dibagikan sehari sebelum ospek, Neya sebetulnya sudah melihat ada nama Lian di daftar itu, tetapi Neya baru menyadari bahwa Lian berada di satu kos yang sama dengannya pada hari ini.
Yang terakhir Teh Bila, si pemilik kamar 9. Wajahnya jutek, tetapi ternyata memiliki suara seperti anak kecil. Mungkin siapa pun yang tak mengenal Teh Bila, akan berpikir bahwa dia adalah orang yang galak. Teh Bila berbeda jurusan dari penghuni indekos lainnya. Walaupun sama-sama jurusan keguruan, Teh Bila berada di program studi Pendidikan Guru PAUD. Sebuah fakta lainnya yaitu bahwa dia tergabung di UKM seni juga seperti Teh Ola dengan divisi yang sama, divisi seni rupa.
Akhirnya bincang santai dan obrolan penuh canda pada malam ini menjadi penutup hari. Senang rasanya ketika ospek universitas telah selesai, Neya disambut baik oleh orang-orang baru di sini. Semoga kelak dia bisa merapikan memori malam ini di pikirannya dan tak akan dimakan waktu.
—Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALUASI
Novela JuvenilHIDUP MAHASISWA! Kata-kata di atas bukan hanya sekadar seruan, melainkan bagian dari kehidupan menjadi seorang mahasiswa. Maha, yang paling tinggi. Beban moral yang dibawa pun lebih besar. Mereka diperlukan sebagai penyuara, penegak, dan pengabdi. I...