"SEKALI LAGI, SELAMAT DATANG TEMAN-TEMAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN ANGKATAN DUA RIBU DUA PULUH TIGA DI UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA!"
Lontaran Master of Ceremony barusan membuat suara tepuk tangan meriah terdengar keras di seluruh penjuru ruangan. Banyaknya mahasiswa baru bagian dari fakultas ilmu pendidikan yang terduduk di aula barat menatap penuh bangga dengan pencapaian mereka sampai di titik awal ini. Sebuah prestasi membanggakan bisa lolos dari seleksi Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Rasa haru yang mungkin berarti untuk hari pertama ini bagi para mahasiswa baru. Salah satu seseorang yang merasakan euforia di aula barat saat ini adalah Neya.
Namanya Abila Neyaka, tetapi dia lebih suka dipanggil Neya. Remaja delapan belas tahun yang baru saja dinyatakan lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi negeri jalur tes tulis itu saat ini sedang berbangga diri terduduk di lantai aula dengan senyum yang tiada meluntur. Sebuah perasaan wajar bagi seseorang yang tidak pernah mengikuti les atau bimbingan belajar tambahan, justru lulus ujian masuk mengalahkan beratus-ratus atau bahkan ribuan orang yang ingin mendapat kesempatan sepertinya.
"Nah, sebelum ke acara berikutnya, boleh nih para peserta duduknya yang rapi karena ada pengecekan penugasan dan barang bawaan dari tim komisi disiplin. Untuk tim komdis, dipersilakan." Kakak-kakak tingkat selaku divisi acara spontan meninggalkan ruangan aula yang menampung banyak mahasiswa itu.
Seluruh peserta spontan hening dan duduk dengan rapi sesuai dengan apa yang diperintahkan MC barusan.
"HIDUP MAHASISWA!!"
Suara keras datang dari arah pintu utama aula barat. Segerombolan orang berbaris dengan tangan kanan yang diangkat dan telapak tangan yang dikepalkan. Mereka semua berjalan maju dengan aura yang sedikit menyeramkan. Saat ini ruang aula hanya terdengar suara langkah tim komisi disiplin. Suasana semakin menegangkan ketika mereka sampai di barisan paling depan dengan menghadap ke arah para peserta dengan tatapan seram.
"HIDUP MAHASISWA!!!"
Hening sejenak sampai tim komisi disiplin yang berjumlah sekitar empat puluh orang tersebut menyebar ke segala sudut ruangan.
"Kami dari tim komisi disiplin, ingin mengecek penugasan dan barang bawaan rekan-rekan di hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Harapan Bangsa. Dimohon semuanya untuk berdiri." Salah satu laki-laki tinggi dengan suara sedikit serak dan ekspresi ketus yang juga merupakan kakak tingkat Neya berdiri di paling depan.
Namanya tim komisi disiplin, biasanya lebih dikenal dengan sebuah akronim "komdis". Pertama kalinya Neya mengetahui bahwa pengecekannya seperti ini. Sedikit menyeramkan dan menegangkan. Sejak memasuki gerbang kampus tadi, ia tidak pernah melihat sekumpulan tim komisi disiplin. Hanya ada tim keamanan, tim mentor, tim acara, dan lainnya.
"Saya akan membacakan peraturan dan tata tertib selama MPLF Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Harapan Bangsa berlangsung. Peraturan dan tata tertib sudah dibagikan pada booklet sebelum hari pelaksanaan ospek fakultas ini dilaksanakan, apa benar?"
"Benar!" Mereka yang berada di aula serentak menjawab dengan kompak.
"Baik, saya akan membacakan. Satu, memakai nametag yang telah ditentukan sesuai kelompok masing-masing. "
Masing-masing komdis yang berdiri di dekat para mahasiswa baru tersebut mulai melakukan pengecekan dari tiap-tiap anggota kelompok. Beruntung, Neya dan teman kelompoknya mengerjakan dan membawa nametag sesuai yang ditugaskan. Yang lebih melegakan lagi, sepertinya mahasiswa baru lainnya pun kompak membawa barang yang ditugaskan itu.
"Dua, pakaian bagi laki-laki memakai celana bahan berwarna hitam dan tidak ketat. Tiga, kemeja panjang berwarna putih dan tidak menerawang. Empat, memakai kaus kaki krem, panjang di atas mata kaki, dan memakai sepatu dan tali hitam."
Hal yang sama dilakukan kembali oleh akang-teteh komdis. Mereka melakukan pengecekan pakaian kepada mahasiswa baru laki-laki.
"Lima, bagi perempuan non muslim, rambut diikat satu atau kuncir kuda. Enam, memakai kemeja putih panjang, tidak menerawang, panjang kemeja minimal sepuluh sentimeter dari pinggang. Tujuh, memakai rok A line berwarna hitam, tidak ketat, dan panjang minimal semata kaki. Delapan, memakai kaus kaki berwarna krem, panjang di atas mata kaki, dan memakai sepatu, serta tali berwarna hitam."
Di saat suasana sedang mencekam, tiba-tiba terdengar suara kakak tingkat perempuan yang jaraknya tidak jauh dari kelompok Neya. Perempuan itu menanyakan nama, nomor induk mahasiswa, dan nama kelompok salah satu anggota kelompok yang diperiksanya. Tak lupa sembari melihat nametag dengan wajah jutek dan mencatat yang dia perlukan. Neya menduga, mungkin salah satu anggota kelompok tersebut ada yang melanggar aturan yang baru saja dibacakan.
"Sembilan, bagi mahasiswi muslim, memakai kerudung berwarna hitam menutup dada, tidak menerawang, dan memakai ciput berwarna hitam atau putih. Sepuluh, memakai kemeja putih panjang, tidak menerawang, dan panjang minimal sepuluh sentimeter dari pinggang. Sebelas, memakai rok A line berwarna hitam, tidak ketat, dan minimal panjang semata kaki. Dua belas, memakai kaus kaki berwarna krem dengan panjang di atas mata kaki dan memakai sepatu, serta tali berwarna hitam."
Setelah beberapa menit berjalan, tim komdis sepertinya sudah selesai membacakan tata tertib dan melakukan pengecekan. Namun, mereka masih berdiri tegap menggunakan almamater berwarna biru tua dengan wajah jutek yang terkesan galak. Orang-orang menakutkan itu terdiri dari sekitar 15 perempuan dan 25 laki-laki. Sangat berbanding terbalik dengan akang-teteh divisi acara dengan vibes cerianya dalam membangun suasana.
"Kami kecewa. Masih banyak sekali kesalahan yang kalian lakukan, padahal ini baru hari pertama. Apa alasan kalian melakukan kesalahan-kesalahan itu?" Salah satu komdis laki-laki berkacamata melempar sebuah pertanyaan dengan sedikit nada tinggi.
Diam. Tak ada yang berani menjawab.
"REKAN SAYA BERTANYA!" Sahut salah satu komdis lainnya. Neya sedikit tersentak saat itu juga.
Seorang mahasiswa baru tiba-tiba mengangkat tangannya. Berani sekali dia.
"Dipersilakan."
"Sebelumnya izin memperkenalkan diri, saya Dimas Wijaya dengan NIM-"
"INTERUPSI SUARA!!"
"Sebelumnya izin memperkenalkan diri, Akang-Teteh semua, saya Dimas Wijaya dengan NIM 2346219 dari kelompok garuda. Menurut saya, salah satu alasan melakukan kesalahan tersebut karena ketidaksengajaan dari diri sendiri, Kang, Teh. Saya sebagai ketua kelompok pun sudah kembali mengingatkan anggota-anggota saya untuk tidak melakukan kesalahan di ospek ini. Alhamdulillah, buktinya anggota saya tidak ada yang kena kesalahan. Sekian, terima kasih, Kang, Teh."
"TIDAK ADA YANG MELAKUKAN KESALAHAN? KALIAN TIDAK SADAR KESALAHAN KALIAN?"
Kesalahan apa lagi? Astaga. Neya sendiri kebingungan. Apakah jangan-jangan kesalahan perihal penugasan membuat esai yang ditugaskan beberapa hari yang lalu?
"PENUGASAN ESAI KALIAN ITU BANYAK YANG TERBUKTI PLAGIARISME!" omel salah satu komdis perempuan. "Kalian tau, kan, kalau plagiarisme adalah tindakan kejahatan?!"
Tak ada yang berani menanggapi.
"JAWAB, REKAN-REKAN!"
"IYA, TEH!" jawab para mahasiswa baru dengan serentak.
"Sudah tau tindakan kejahatan, tapi tetap dilakukan," sindir salah satu dari komdis.
Ya! Komisi disiplin adalah salah satu culture shock bagi Neya setelah dia menginjakkan kakinya di dunia perkuliahan yang berada di tanah orang lain. Ini mungkin baru sebuah permulaan dari banyaknya kejutan hal lain di kota rantauan.
— Bersambung
Lanjut tidaakk??? Oh iya, sebelumnya aku izin menjelaskan kalo ada yang namanya ospek univ, ospek fakultas, dan ospek jurusan. Mungkin seperti yang kalian baca tadi, kalo saat ini aku langsung menceritakan ospek fakultas ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
EVALUASI
Novela JuvenilHIDUP MAHASISWA! Kata-kata di atas bukan hanya sekadar seruan, melainkan bagian dari kehidupan menjadi seorang mahasiswa. Maha, yang paling tinggi. Beban moral yang dibawa pun lebih besar. Mereka diperlukan sebagai penyuara, penegak, dan pengabdi. I...