02. Oud Huis

96 17 3
                                    

HAPPY READING🥰
•••

BURU-buru amat, mau ke mana?”

Suara itu terdengar begitu Naina mulai memasukkan bukunya ke tas. Dilihatnya laki-laki yang menjadi penolongnya empat bulan lalu saat pertama kali tiba di Kota Santri. “Pulang,” jawabnya seadanya.

“Kenapa? Masih siang banget loh ini. Di luar pasti panas banget,” tutur Varen seraya menyusul Naina bangkit dari tempat duduknya.

“Aku bukannya manusia kurang kerjaan. Masih banyak yang harus aku urus,” jawab Naina berusaha seramah mungkin.

“Kalau gitu hati-hati, perjalanan Mojokerto-Jombang itu bukannya dekat. Apalagi kamu pilih rute yang lebih jauh. Kenapa kamu nggak minta diantar cowokmu aja sih? Jarang banget aku lihat cewek mau pulang-pergi tiga puluh enam kilometer sendirian. Mana sempat tersesat juga awal datang ke sini,” celetuk Varen lagi, berusaha menerbitkan senyum di wajah Naina. Namun, usahanya tidak membuahkan hasil. Gadis di hadapannya justru menggendong tas ransel berwarna Lilac.

“Lagian kenapa sih kamu nggak cari pacar lagi? Bukannya gimana, ya. Aku nggak enak aja lihat kamu terus-terusan gamonin Kapten Tendean ataupun tentara yang mirip dia seperti yang aku lihat di IG story kamu tiap harinya,” imbuh Varen lagi.

“Pierre itu bukan sekadar tentara yang mirip Kapten Tendean. Dia udah kayak Kapten Tendean, udah bisa berbakti dan memberikan pengabdian buat bangsa ini. Asal kamu tau, nggak ada orang yang bisa gantiin Pierre di hidupku. Dia yang bikin aku bisa sampai di sini. Dia yang bikin aku bisa setegar ini. Bisa berdiri dan melakukan setiap hal yang dulunya aku kira nggak akan bisa aku lakuin.”

“Laki-laki mana yang bisa memperlakukan gadisnya seperti ratu, yang menghargai perempuan dan menunjukkan jalan kebahagiaan bagi pasangannya? Yang setia ke satu wanita dan mengerti semua yang ceweknya pengen. Nggak ada orang lain yang bisa mencintai ceweknya sebagaimana Pierre Zayn Allie," jelas Naina dengan mata yang berkaca-kaca.

“Tapi pada kenyatannya, dia udah pergi, Nai. Sampai kapan kamu mau tunggu dia? Kalau akhirnya dia tetap nggak kembali, apa kamu bisa buka hati buat orang baru?” tanya Varen lagi. Laki-laki itu berusaha mengendalikan volume suaranya agar tidak didengar oleh pengunjung lain perpustakaan ini.

Dengan dada yang sesak, Naina perlahan menghela napas panjang. “Yang aku tau, Pierre nggak pernah ingkar janji. Hij moet terug zijn. Kamu sama sekali nggak ada hak buat ngatur apa yang aku lakukan apalagi berhubungan dengan perasaanku,” pungkasnya sebelum beranjak meninggalkan perpustakaan.

Di tempatnya, Varen masih mematung mendengar penuturan Naina. Laki-laki itu tampak terdiam selama beberapa detik sebelum beranjak menyusul Naina. Ia terlihat terburu-buru begitu menuruni anak tangga perpustakaan. Meskipun demikian, setibanya ia di lahan parkir perpustakaan, tidak ditemuinya motor yang biasa digunakan Naina.

“Kamu memang benar, Nai. Pierre emang nggak bakalan bisa ninggalin kamu. Tapi dia masih harus menebus kesalahannya. Maka dari itu, dia nggak bakalan bisa ketemu kamu dan nggak tau sampai kapan,” gumam Varen seraya menatap ke arah jalan raya depan perpustakaan yang dipenuhi lalu lalang kendaraan.

Het is zo vreemd, Nai. Als ik dicht bij je kan zijn, maar het voelt nog steeds vreemd.” (Ini begitu aneh, Nai. Di saat aku bisa berada di dekatmu, tetapi tetap saja terasa asing.)

•••

KONDISI rumah Naina sudah dipenuhi oleh siswa-siswi sekolah dasar yang hendak menimba ilmu darinya. Sudah hampir sepertiga tahun sejak ia menjadi mahasiswa, kehidupannya sama sekali tidak terlepas dari berkuliah, tugas, perpustakaan, dan mengajar. Benar, setiap pulang kuliah gadis itu memilih untuk membuka bimbingan belajar di rumahnya. Peserta bimbel merupakan siswa sekolah dasar yang terbagi menjadi dua gelombang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TENDEANSTRAATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang