[[PROLOG]]

1.3K 94 8
                                    



[2 Jam sebelum eksekusi mati]

Sosok itu bersimpuh di sana. Di dalam gereja yang sunyi tanpa terdengar suara apapun. Terduduk di atas lantai bermozaik dengan bahu melorot tanpa daya. Pakaian berwarna putih yang melekat di tubuhnya tampak begitu indah ketika berpadu dengan sosoknya yang ramping dan bersih. Kedua tangannya saling menangkup, seakan tengah memanjatkan doa dengan begitu khusyuk dan khidmad. Kepalanya juga tertunduk, tanpa terlihat akan terangkat seolah telah berpasrah diri.

Seorang pria yang berdiri beberapa langkah darinya, menatap sosok itu dengan wajah bercampur aduk. Namun kesedihan dan keputusasaan terpantul jelas pada iris coklat gelapnya yang bergetar lemah. Memandang sosok ramping yang itu dengan kesan begitu pedih. Dadanya sesak, memikirkan bahwa sosok itu mungkin takkan dapat ia temui lagi dalam keadaan hidup beberapa jam setelah ini.

Bibir yang membuka celah kecil mengejakan nama dari sosok itu dengan lirih,

"... Jaeui-Hyung... "

Mata itu terbuka. Namun tak terlihat kegelisahan di sana. Itu begitu tenang namun juga kosong di saat bersamaan.

" Ya Taeui-ie? "

Nada suara yang sama. Nada suara yang begitu lembut dan menenangkan. Lengkap dengan tatapannya yang meneduhkan. Seakan binar kehidupan kembali di matanya ketika memanggil nama dari sang adik. Sosok di belakangnya, Jeong Taeui-- dalam balutan seragam kepolisian lengkap menggigit bibirnya dengan perasaan menyakitkan.

".... Apa kau sudah siap...? "

Senyum lembut itu tak memudar. Di wajahnya yang tak menunjukkan kesedihan. Dia mengangguk tanpa kebimbangan,

"Ya. Hanya... Mungkin hanya 15 menit lagi? Aku masih ingin bersamamu selama yang kubisa. "

Pria dalam seragam kepolisian itu, Jeong Taeui merasakan dadanya seperti di hantam. Tangis tak lagi dapat meredakan perasaannya yang begitu hancur berantakan ketika memandang Jeong Jaeui yang sebentar lagi akan digiring ke tempat Eksekusi Mati.

Sekitar sebulan yang lalu, sebuah kejadian tragis menimpa Para Peneliti UNHRDO. Dimana 7 orang peneliti dikabarkan terbunuh ketika tengah melakukan sebuah rapat di malam hari. Dan di antara mereka, hanya Jeong Jaeui saja yang berhasil hidup bahkan tanpa mengalami luka apapun.

Saat itu Jeong Jaeui mengaku pingsan setelah menerima pukulan keras di kepalanya. Dan ketika bangun, dia telah berada di rumah sakit dan tak tahu bahwa rekan-rekan penelitinya telah mati dalam keadaan keracunan gas. Sayangnya tak ada bukti pasti mengenai adanya orang ketiga yang kemungkinan besar adalah pelaku dalam pembunuhan itu. CCTV dalam keadaan mati dan tak ditemukan jejak adanya orang selain para peneliti yang muncul di sana. Dan karena Jeong Jaeui menjadi satu-satunya orang yang selamat, dia pun dituduh menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan  itu.

Jeong Jaeui sudah membantah tuduhan itu, namun banyak orang menuding bahwa Jaeui berpura-pura menjadi korban untuk menutupi jejaknya sebagai tersangka. Dan setelah menjalani beberapa sidang untuk membantah tuduhan itu, seminggu yang lalu, palu hakim telah memutuskan bahwa Jeong Jaeui menjadi Tersangka utama dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.

Jeong Taeui maish terus menatap punggung kakaknya. Karena apa yang menimpanya, sosok Hyung nya menjadi terlihat lebih kecil dan kurus. Jeong Taeui yakin dia pasti mengalami depressi berat, namun dia tetap mencoba terlihat baik-baik saja di depan Jeong Taeui. Karena hakim telah memberi keputusan, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan.

Jeong Taeui mengepalkan tangannya. Sungguh, begitu mengetahui bahwa tuduhan itu ditujukan pada Hyungnya, Jeong Taeui benar-benar sangat marah. Bahkan ia sempat mengancam Kepala Kepolisian yang juga menangani kasus itu bersama dirinya untuk memberikan bukti yang konkrit.

Tapi seolah tengah menutupi sesuatu, Kepala Kepolisian justru memberikan bukti-bukti aneh yang bahkan tak pernah ia sangka. Memberatkan tuduhan Jeong Jaeui dan membuat Hyung nya semakin tersudut.

Jeong Taeui juga sudah membicarakan hal ini pada pamannya, tapi sang Paman seolah tutup mulut dan malah menghilang begitu saja saat ini.

Kemarahan memenuhi rongga dadanya. Namun mengamuk takkan menyelesaikan masalah apapun. Bahkan kini, Jeong Jaeui juga seolah telah pasrah dan menerima nasibnya sebagai tersangka kasus pembunuhan yang BAHKAN tak ia lakukan. Jeong Taeui percaya Hyung nya tak mungkin melakukan itu, tapi tak ada yang mempercayai Hyung nya selain Jeong Taeui...

"Kau tidak ingin berdoa juga, Tae-ie? "

Suara Jeong Jaeui kembali terdengar. Pria itu masih tetap di tempatnya dan tak mengalihkan pandangan dari apa yang ada di depan matanya. Jeong Taeui mengikuti arah tatapan Jeong Jaeui. Memandang sengit pada sebuah patung yang berdiri di sana dengan tangan terbuka seolah siap memberikan pelukan,

"Apakah jika aku berdoa, dia akan menyelatkanmu? "

Jeong Jaeui tidak menjawab. Bibir yang melengkungkan senyum tipis itu kini berkedut dan tampak membuat garis datar. Jeong Taeui maju mendekatinya, membuat beberapa orang berseragam Kepolisian yang berada beberapa meter di belakang berteriak padanya memberi peringatan. Tapi Taeui mengabaikan mereka dan berdiri di samping Jeong Jaeui.

"Apakah dengan berdoa kau tidak akan mati? "

Itu adalah kata-kata yang terdengar kejam, namun pada itu adalah kenyataan yang tak terbantahkan. Bagi Jeong Taeui yang sudah menjalani kehidupan yang begitu sulit bersama Jaeui, usaha mereka lah yang membuat kehidupan mereka menjadi sedikit lebih baik.

Namun selalu, dunia seakan mempermainkan mereka berdua.

"Di dunia yang tidak adil ini, tak ada yang bisa membantu kita kecuali diri kita sendiri, Hyung. "

Saat itulah Jeong Jaeui memalingkan wajahnya. Iris gelap yang bergetar itu tampak berkaca-kaca. Perasaan sesak campur aduk dan tumpah ruah dalam tatapan matanya yang begitu memilukan. Bibir tipis yang pecah-pecah itu bahkan terlihat pucat dan kedua tangannya yang masih terborgol gemetar hingga mengelurkan bunyi gemerincing tipis dari besi yang saling bergesekan.

Jeong Taeui merendahkan tubuhnya. Menyentuh bahu Hyungnya dan bicara dengan suara lirih sembari menatap patung di hadapan mereka.

"Jika dengan memohon kau bisa diselamatkan, apapun... Pada apapun... Atau pada siapapun... Aku akan menundukkan kepalaku dan memohon. Aku akan menebusnya dengan apapun yang kumiliki untukmu."

"Taeui--"

Jeong Taeui tiba-tiba bangkit sembari menggenggam sesuatu.

Itu adalah bom dan gas air mata yang sudah disiapkannya untuk membawa kabur Saudaranya.

"Hyung, mari tetap hidup bersama sampai kita tua nanti. "

Jeong Taeui segera melempar bom dan gas air mata itu secara bersamaan. Tiga orang polisi yang berada di belakang segera berlari dan berteriak ketika bom meledak dengan suara yang memekakkan--

"JEONG TAEUI--!! "

BLAARR--!!

Bangunan Gereja bergetar. Lampu gantung raksasa di langit-langit jatuh dan pecah ketika terbawa oleh gravitasi dan membentur lantai keramik. Gas air mata menyebar memenuhi ruangan dan membutakan penglihatan sejenak.

Melihat aksinya yang pasti akan segera mengundang orang-orang itu, Jeong Taeui segera berbalik untuk membawa lari Hyung nya. Namun--

"Taeui--"

Sebuah pintu persegi yang bercahaya muncul di bawah lantai tempat Hyung nya bersimpuh. Pintu itu tiba-tiba terbuka dan membuat Hyungnya jatuh terbawa gravitasi. Jeong Taeui membuka matanya lebar-lebar,

"HYUNG--!! "

Jeong Taeui secara refleks mengulurkan tangannya untuk dapat meraih saudaranya. Namun hanya udara bebas yang berhasil ia gapai dengan tangannya. Wajah Jeong Taeui syok bukan main begitu melihat Hyung nya telah terjatuh ke dalam lubang cahaya itu.

"JAEUI-HYUNG--!!"

Namun seuatu tiba-tiba muncul dari lubang cahaya. Itu seperti sebuah sulur-- sulur berwarna emas dengan guratan-guratan aneh yang secara tiba-tiba bergerak seperti tentakel. Sulur emas itu menjerat Jeong Taeui dan menariknya masuk ke dalam gerbang cahaya mengikuti Jeong Jaeui.

Kemudian, pintu cahaya tertutup setelah menelan kedua bersaudara itu.


UNHOLY GRAILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang