[[CHAPTER 5]] : Pembantaian

737 80 15
                                    

Jika dipikirkan lagi, Jeong Taeui belakangan sangat jarang bermimpi.

Tidak. Mungkin Jeong Taeui sering bermimpi. Atau mungkin malah setiap hari Jeong Taeui bermimpi. Namun seperti kata pepatah, Mimpi adalah bunga tidur. Dan ketika mimpi itu datang setelah mata terpejam dan tertidur lelap, mimpi itu juga akan menghilang dan terlupa ketika mata terbuka dan kesadaran kembali ke dunia nyata.

Namun kali ini, mungkin untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jeong Taeui menyadari bahwa dirinya bermimpi.

Jeong Taeui tidak tahu dimana dirinya berada. Dari apa yang bisa ia ingat, Jeong Taeui tak pernah melihat tempat seperti ini sebelumnya. Biasanya orang cenderung memimpikan tempat yang pernah mereka kunjungi atau tempat yang pernah mereka lihat. Tapi tempat yang ada dalam mimpi Jeong Taeui saat ini sangatlah asing.

Jeong Taeui bukan penggemar cerita fiksi semacam Narnia atau Harry Potter. Ia cenderung lebih menyukai buku-buku yang berisi serial hardcore atau detektif. Tapi tempat yang ada dalam mimpinya saat ini terlihat seperti hutan yang ada dalam cerita bergenre fantasi.

Itu adalah sebuah hutan yang rimbun dan hijau, dengan rerumputan halus yang tampak begitu lembut di bawah sepatu boots nya. Terhampar di bawah pepohonan rindang yang tumbuh menjulang dengan gagah dan subur.

Tempat itu begitu indah, asri, dan benar-benar seperti berada dalam negeri dongeng.

Tanaman rambat yang seolah ditata hingga membentuk sebuah gerbang menuju negeri dongeng berada tepat di hadapannya. Gerbang tanaman rambat dengan bunga berwarna putih tanpa noda itu menarik perhatian Jeong Taeui. Jeong Taeui pun berjalan mengikuti instingnya menuju gerbang tanaman rambat itu.

Ketika Jeong Taeui melewati gerbang tanaman rambat itu, bunga putih yang mekar secara malu-malu tiba-tiba merekah. Bunga-bunga itu mengeluarkan serbuk berwarna emas yang berjatuhan menyerupai rintikan glitter beraroma manis. Jeong Taeui menepis  pelan pundaknya yang terkena serbuk dari bunga-bunga itu dan langkah nya pun tiba di dekat sebuah sungai.

Sungai itu terlihat dangkal-- mungkin hanya sedalam lututnya jika ia berjalan ke tengah. Airnya tampak begitu jernih dan seperti kaca transparan. Jeong Taeui bahkan dapat melihat bebatuan kecil dan kerikil juga tanaman air di dalam air sungai berarus tenang itu.

Tapi anehnya, di dalam sungai yang jernih tanpa sedikitpun kotoran atau sampah di sana, tak ada ikan yang hidup di dalamnya.

Sembari memikirkan seperti apa rasa dari air jernih itu, Jeong Taeui berjalan mendekat. Namun ketika sampai tepat di tepi sungai, langkahnya terhenti.

Bukan karena Jeong Taeui berpikir untuk melepas alas kakinya dan mencoba menceburkan kaki telanjangnya ke dalam air itu. Melainkan ia berhenti karena menyadari bahwa dirinya tak sendirian di sana.

Di tepi sungai berair jernih ini, hanya dalam jarak beberapa langkah darinya, Jeong Taeui melihat seseorang tengah duduk di sebuah batu rata yang berada tepat di tepi sungai. Sosoknya seperti seorang gadis, dengan rambut keabuan panjang yang tergerai indah mengombak di balik punggungnya. Saking panjang rambutnya, helaian keabuan itu bahkan sebagian terendam ke dalam air, dan sebagian lagi menjuntai melingkupi batu hingga menyentuh tanah yang berlumut. Rambut yang menjuntai itu dihiasi oleh bunga yang menjuntai dan terselip di sisi-sisi helaian abu-abunya. Jeung Taeui bahkan melihat untaian bunga berbentuk seperti mahkota bertengger di kepalanya.

Gadis itu tampaknya tengah bersenandung kecil sembari merendam kakinya di dalam aliran air tenang yang sejernih kaca. Menggerakkan kakinya dengan lemah untuk memainkan air. Dari samping, Jeong Taeui dapat melihat wajahnya secara sekilas. Itu adalah wajah seorang gadis-- mungkin berusia sekitar 15-20 tahun, berwajah kecil dengan kulit pucat seputih patung porcelain. Fitur wajahnya halus dan tampak begitu anggun dengan bibir kecilnya yang semerah pualam.

UNHOLY GRAILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang