[[CHAPTER 2]] : RAMALAN

793 77 4
                                    

Ada sebuah ramalan yang datang ketika manusia dilanda oleh keputusasaan.

Ramalan itu bagaikan wahyu. Datang dari bibir seorang peziarah yang tengah menempuh perjalanan ke Barat.

Orang-orang mengira bahwa peziarah itu hanya membual. Bahwa peziarah itu hanya menyebarkan omong kosong untuk membuat tenang orang-orang yang hampir menyerah menghadapi kutukan itu.

Namun begitu tahu bahwa peziarah itu bukanlah orang biasa, mereka seketika menyadari bahwa apa yang dikatakan olehnya adalah sebuah wahyu yang diturunkan oleh Sang Pencipta untuk membantu manusia. Sebagai belas kasihan karena melihat makhluk ciptaannya menderita.

Wahyu itu pendek. Hanya berupa beberapa patah kalimat yang terselubung oleh untaian frasa yang indah bagaikan sebuah syair.

Namun itu merujuk pada kutukan dan cara untuk mematahkannya.

Dunia ini membutuhkan seorang Pendeta Suci. Dengan melakukan pemanggilan Ilahi yang benar, orang suci akan datang untuk menbantu mereka menumpas segala kekacauan yang disebabkan oleh kutukan dari Malaikat Terjatuh itu.

Namun selama puluhan tahun, setelah mencari bermacam cara dan mempelajari lebih jauh Ilmu yang disebut sebagai "Sihir", akhirnya mereka menemukan cara untuk memanggil Sang Pendeta Suci.

Dan kini, Sang Pendeta Suci harus memikul nasib dari dunia yang dikutuk ini.

>>>>>>>>><<<<<<<<

CHAPTER 2 :

RAMALAN

>>>>>>>><<<<<<<<

"Aku sungguh tak apa Tae-ie. Kau bisa berhenti. "

Jeong Taeui yang masih mengusap-usap pergelangan tangan kakaknya mengangkat wajahnya dan memiringkan kepala, "Kenapa? Bukankah memang sakit? Ini bahkan sampai membekas dengan jelas. "

Jeong Jaeui menatap ke arah Taeui yang masih terus mengusap tangannya. Ada garis merah dan lecet yang sangat jelas tercetak di atas kulitnya yang putih. Dengan begitu telaten Taeui membaluri area luka memerah itu dengan salep dan bahkan memijitnya dengan lembut. Dia bahkan memberi tiupan udara tipis dari bibirnya untuk mengurangi rasa perih yang terus menggelitik sejak tadi.

"Ini memang terasa perih. Tapi tolong ditahan sedikit. Asal Hyung tahu, salep ini sangat ampuh mengobati bermacam rasa sakit dan linu-- itu yang kudengar dari rekan kerjaku."

Jeong Jaeui bukannya ingin menolak karena merasa tak nyaman dengan perlakuan Sang Adik. Ia hanya merasa tak enak hati karena Taeui terlihat jauh lebih mempedulikan Jaeui daripada dirinya sendiri. Dengan salep yang ia bawa di kantungnya, Taeui mengurut lemah tangan Jaeui yang terluka dan pegal karena terborgol sebelumnya.

"Seharusnya aku yang membalurkan salep ke punggungmu. Bukankah punggungmu sakit? "

"Hyung tenang saja. Tubuhku ini puluhan kali lebih kuat dari Hyung. Aku sudah sering terjatuh atau terbentur dengan keras ketika menjalankan tugas. Jadi kali ini bukan masalah sama sekali. "

Itu tak sepenuhnya salah. Jeong Taeui memang memiliki struktur otot yang berbeda dengan Jaeui. Selain tubuhnya sedikit lebih besar, Taeui juga bekerja di Satuan Kepolisian Korea Utara sehingga tak diragukan lagi bahwa dia memiliki fisik yang terlatih. Selain itu pekerjaan selalu menuntutnya untuk siap menghadapi bermacam rasa sakit. Jadi bukan sebuah masalah besar baginya saat ia terjatuh dalam posisi Jaeui menimpanya.

Melihat Sang Adik memasang wajah santai dan terlihat tenang memijit tangannya, Jaeui kembali bersuara,

"Tapi.... Sudahlah. Lupakan saja. "

UNHOLY GRAILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang