Maya menatap bayangan dirinya didepan cermin. Semalaman dia sudah mewanti-wanti bahwa hari ini dia harus tampil berbeda dari biasanya, mengingat tujuan dirinya bersekolah kini semakin bercabang. Belajar, Wi-fi, temen main, plus nyari gebetan.
Gadis itu berulang kali mengubah gaya rambut yang biasa hanya dikucir asal-asalan. Maya mengerang frustasi. Dia sama sekali tidak punya teman yang bisa diajak kompromi soal penampilan, mengingat dirinya sama sekali tidak punya teman dekat perempuan disekolahnya.
Maya meraih sebuah pita rambut, lalu disematkan dirambut ikal panjangnya. Kembali ia menatap cermin. Wajahnya telah dilapisi bedak tipis, meski hampir tak memberi dampak lebih pada kulitnya yang memang putih. Bibirnya pun hanya dipulas lipbalm seperti biasa.
Setelah dirasanya cukup, Maya meraih tasnya, menaruh sebuah ikat rambut kalau-kalau nanti dia berubah pikiran.
Sambil mendial nomor Genta, gadis berambut coklat gelap itu berjalan cepat menuju meja makan.
"Yo, Babe. Udah didepan ini." Genta menjawab tepat didering ketiga.
Maya tersenyum dan segera berlari dengan setangkup roti isi ditangannya, setelah sebelumnya menyalami Mbak Tini--pembantu rumahnya--yang tengah sibuk membersihkan dapur. Sebelum mencapai pintu depan, Maya sempat mendengar teriakan Mbak Tini yang mengatakan bahwa Mamanya akan pulang sekitar seminggu lagi.
Dia menyapa Genta yang meliriknya melalui jendela mobil. "Pagi-"
Sebelum Maya menyeselaikan kalimatnya, Genta buru-buru memotong. "Cepetan masuk, udah telat nih".
"Nggak dibukain pintu, nih?" Maya mencibir. Kesal dandanannya sama sekali tidak ditanggapi.
"Wah, tangan lo ketinggalan ya babe? ambil gih, gue bersedia nunggu kok." Genta menatap Maya sekali lagi, lalu tertawa melihat sahabatnya itu menggembungkan pipi.
Maya mengitari mobil, lalu masuk dan membanting pintunya kuat-kuat. Genta yang duduk disampingnya malah terkekeh geli dengan tingkah kekanakannya.
Setelah mobil melaju keluar dari perumahan, Genta melirik Maya yang menatap keluar jendela. "Ya, soal yang semalem, Nyokap lo serius?" Maya menatap Genta sambil menguyah rotinya. "He-eh. Gue juga nggak tau Mama dapet inspirasi dari mana. Idenya ajaib gitu."
Semalam, begitu ibunya mendeklarasikan ide gilanya, Maya segera memberitahu Genta. Siapa tau Genta bisa membantu, pikirnya. Namun alih-alih membantu, cowok itu malah meledeknya habis-habisan.
Gerbang SMA Bentang Cakrawala telah tertutup separuhnya kala mereka tiba. Genta segera memarkirkan mobilnya, karena para guru sudah berkoar-koar menyuruh para murid segera berkumpul dilapangan untuk melaksanakan upacara.
Maya sudah bersiap keluar dari mobil Genta ketika cowok itu tiba-tiba menahannya. "Huh?"
"Lo beda hari ini, babe," Genta tersenyum. "Cantik."
Untuk menutupi kegugupannya, Gadis itu malah menggerutu. "Jadi biasanya gue jelek, gitu?"
Genta menghela napas. "Sumpah, gue nyesel muji lo."
@@@
Tbc
08 juli 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Maya
Teen FictionMayara Aquilla, gadis remaja yang tak pernah memikirkan kehidupan sosialnya. Yang dia fikirkan dalam hidupnya hanyalah gadget, sosmed, sinyal Wi-fi, dan segala hal yang berhubungan dengan dunia maya. Hingga perjanjian yang dia buat bersama ibunya m...