Maya membuka daun pintu pelan-pelan, sangat pelan seakan-akan pintu itu terbuat dari kaca atau apa. "Loh? Tumben Papa dateng pagi-pagi gini?" Tanya Maya begitu wajah Varen--Ayahnya--terlihat.
Mungkin karena hari Senin, Varen mengenakan setelan jas serta rambutnya disisir rapi. Namun hal itu agak aneh bagi Maya yang terbiasa bertemu ayahnya dalam balutan kaus dan jeans kasual.
Entah karena Varen tak kunjung menjawab atau memang Maya yang tak tau harus berkata apa, mereka cukup lama berdiri tanpa saling mengobrol. Bahkan, Maya lupa untuk sekedar mempersilakan Varen masuk dan duduk bersama di ruang tamu.
"Ah, Papa cuma mau ngasih ini ke kamu," Varen tersenyum sambil menyodorkan dua tas serut yang menguarkan aroma cokelat ke arah Maya. "Yah, Papa kira cokelat nggak bakal bertahan sampai awal tahun."
Maya meraih tas-tas serut itu dengan senang hati. Isinya berat, dan itu membuat Senyum Maya semakin lebar. "Woah, makasih ya, Pa!"
Tiba-tiba terdengar deru mesin mobil dari arah gerasi. Begitu mereka menoleh ke arahnya, mobil Marla melaju cepat ke arah jalanan. Maya dan Varen saling berpandangan, dan itu membuat Maya sadar akan perubahan raut wajah Ayahnya.
"Kalo gitu Papa pamit dulu, Ya," Varen mengecup puncak kepala putrinya. "Padahal, tadinya cokelat-cokelat itu bakal Papa jadiin hadiah ulang tahun pernikahan kami."
"Lalu Papa sadar, pasangan yang sudah bercerai nggak seharusnya merayakan hari pernikahan mereka yang sudah usai."
@@@
Begitu ayahnya pergi, Maya kembali melanjutkan acara sarapan paginya yang sempat tertunda. Dapur sudah rapi, artinya Mbak Tini mungkin sedang mencuci atau menyetrika pakaian.
Setelah merapikan meja makan serta mencuci piring makannya sendiri, Maya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Namun begitu sampai di ujung tangga, Maya mendapati Mbak Tini yang berdiri di depan kamarnya lengkap dengan sebuah sapu di tangannya. Wanita mengomel sambil memukul-mukulkan gagang sapu ke arah kandang hamster-hamsternya.
"Mbakk! Ngapain sih pagi-pagi ngomel terus? Hamsterku 'kan nggak bersalah," cerocos Maya, berusaha menyelamatkan peliharaannya. "Lagian mereka nggak ee' sembarangan kayak sebelum-sebelumnya kok."
Mbak Tini malah tidak merespon, tapi malah menunjuk-nunjuk ke sudut kandang. "Ya, itu ada kucing tuh!" Mereka malah sama-sama menjerit ketika kucing itu tiba-tiba berlari ke kolong tempat tidur.
"Woi, woi! Itu kucing gua!" Mereka menghentikan aksi jerit-menjerit itu ketika tiba-tiba sebuah suara muncul dari arah jendela.
Dari arah jendela yang tepat berada di belakang kamar Maya, seorang cowok duduk dengan santainya sambil melambai ke arah mereka. Menyadari hal itu, mereka malah kembali menjerit.
"Duh oi, gua nggak gigit kok," Tandas cowok seberang, gemas dengan aksi alay Maya. "Tolong balikin kucing gue, dong."
"Tunggu, jadi selama ini ada cowok yang tinggal di belakang rumah gue??"
"Eheh."
"Dan gue sama sekali nggak tau?"
"Bisa jadi."
"YEYY! Berarti lo memang sudah ditakdirkan buat jadi jodoh gue!"
"HAAH??" Cowok itu melongo. Maya malah ikut-ikutan melongo.
"Ehh bukan gitu maksud gue," Maya keki setengah mati. Cowok itu pasti menganggapnya gila atau apa.
"Yah, terserah lo deh. Yang penting balikin Go-, kucing gue dulu."
Maya berpikir keras. Ini adalah kesempatan emas kalo dia pintar memanfaatkannya. Mbak Tini yang menyaksikan kedua remaja itu cuma melongo.
"Ok, tapi ada syaratnya," ujar Maya, bangga sendiri dengan idenya. "Lo harus jadi-" ucapannya terhenti kala menyadari Mbak Tini masih memperhatikan mereka. "Berapa nomor hape lo atau apapun yang bisa dihubungi."
Namun alih-alih menjawab, cowok itu malah bergumam dengan wajah nelangsa. "Ya Tuhan, apa sekarang nyantet bisa pake nomor telepon ya?"
Menanggapi respon cowok itu, Maya menggendong kucing gendut berbulu cokelat hitam itu, lalu meraih gagang sapu dan meletakkannya di depan leher si kucing, seolah sapu itu adalah sebilah pisau.
Maya tak pernah menyangka aksi konyolnya itu malah mendapat reaksi positif. "Ok, deal. Gimana kalo id line?"
"Deal."
Setelah mendapat idnya, Maya melemparkan kucing gemuk itu kembali ke pemiliknya. "Oh ya, nama lo?"
Cowok itu berbalik setelah puas menciumi kucingnya. "Felix."
"Ok, Felix. Tunggu tanggal mainnya."
@@@
5 Juli 2016
Yay finally! Dont forget to left a feedback!👌🏻❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Maya
Teen FictionMayara Aquilla, gadis remaja yang tak pernah memikirkan kehidupan sosialnya. Yang dia fikirkan dalam hidupnya hanyalah gadget, sosmed, sinyal Wi-fi, dan segala hal yang berhubungan dengan dunia maya. Hingga perjanjian yang dia buat bersama ibunya m...