Bab 6 FLASBACK

126 13 1
                                    


Fasback

Di pagi yang cerah, langit biru memancarkan sinar hangat yang menyambut langkah ringan seorang pemuda melintasi kebun yang dipenuhi dengan keindahan alam. Rambut hitamnya berkibar anggun seiring gemerlap sinar matahari yang memantulkan kehangatan. Matanya yang coklat memancarkan kepolosan dan kebijaksanaan, menambah pesona pada wajahnya yang penuh kehangatan.

Bunga-bunga berbagai warna bermekaran dengan indah di antara dedaunan hijau yang subur. Kicauan riang burung-burung mengisi udara, menciptakan harmoni alam yang memukau, merasuk ke dalam hati siapapun yang mendengarnya.

Saat pemuda melintasi semak-semak dan tiba di lapangan luas, hewan-hewan kecil berlarian riang di sekelilingnya. Di tengah-tengah lapangan, kolam kebun lotus putih mempesona terhampar, dengan kuncup lotus putih yang telah mekar dengan indah. Namun, sorot matanya tertuju pada 8 kuncup lotus merah, biru, hijau, kuning, jingga, ungu, pink, dan abu-abu yang belum mekar, masing-masing dengan warna yang memikat. Kupu-kupu cantik menari-nari di udara, menambah keindahan yang tak terlukiskan. Bahkan langka terlihat kupu-kupu Langkah, menambah keajaiban kebun tersebut.

Pemuda berhenti di tepi kolam, terpesona oleh keindahan bunga lotus. "Semakin lama, semakin banyak hewan kecil yang muncul di kolam mini ini. Apakah mereka mencari nektar madu dari bunga-bunga itu?" gumamnya. Namun, keheranan menyelinap saat ia memperhatikan kuncup lotus yang tumbuh dengan lambat.

"Sudah 15 tahun sejak aku dan kakek menanam bibit lotus ini, namun baru 13 tahun kuncup bunganya mekar. Bahkan setelah 2 tahun, lotus ini belum juga tumbuh sepenuhnya," ucapnya penuh tanda tanya. "Tanah ini subur, tapi mengapa lotus ini tidak berkembang dengan baik? Begitu banyak tanaman lain yang tumbuh subur di sini, bahkan bunga anggrek berkembang pesat. Sayang sekali kakek telah pergi sebelum bisa melihat bunga lotus yang kami tanam bersama mekar. Hanya kuncupnya yang bisa ia saksikan."

Pemuda itu terdiam sejenak, merenungkan misteri di balik keindahan yang terhampar di hadapannya. Dalam keheningan kebun yang indah, ia merenungkan tentang arti kehidupan dan keajaiban alam yang membentang di depan matanya. Kecantikan dan keunikan warna-warna kuncup lotus yang belum mekar tersebut menambah pesona kebun lotus, menciptakan paduan warna yang memukau di tengah-tengah keindahan alam yang mempesona.

Pemuda itu tersadar dari lamunannya, memutar tubuhnya dan melangkah keluar dari semak-semak dengan langkah santai. Di depannya terbentang pintu keluar, menandakan bahwa kebun tersebut merupakan bagian dari rumah Fu. Saat keluar dari taman, Fu melangkah dengan tenang menuju rumah sederhana namun modern yang terasa nyaman untuk tinggal. Rumah dan taman terlihat menyatu dalam harmoni yang indah, menciptakan wilayah yang damai.

Feng, seorang yatim piatu sejak usia 2 tahun karena kecelakaan yang merenggut orang tuanya, hidup dengan tabungan dan angsuran yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Kakek dan neneknya dengan penuh kasih telah merawatnya, menjadikannya anak yang mandiri, pintar, dan bijaksana. Feng membuka pintu dan memasuki ruangannya, yang terasa artistik, sederhana namun elegan. Namun, meskipun segala keindahan di sekelilingnya, Fu merasa hampa dan sepi karena kehilangan neneknya saat usia 17 tahun dan kakeknya saat usia 20 tahun.

Sambil menghela napas, Feng duduk dan mengambil novel untuk dibaca. Mata Fng tertuju pada judul besar di novel itu, "DOULOU DALU", sebuah novel yang mampu membawanya melupakan kesepian di rumah tersebut. Fu tertawa dan tersenyum saat membaca cerita tersebut.

"Hahahaha, bagaimana Genduk bisa begitu aneh, menusuk tulang eksternalpadahal sudah tau itu tulang laba-laba beracun. Tapi Tang San sungguh hebat, mampu melewati ilusi tersebut dengan kemampuannya yang luar biasa," gumam Fu. "Ah, aku jadi iri pada Xiao Wu yang bisa menjadi istri Tang San. Seandainya aku juga bisa seperti itu. Tapi sepertinya Tang San lebih menyukai wanita. Mungkin dia suka pada Qiu Ren Su atau Hu Liena, atau gadis es dan gadis api itu. Tapi sepertinya tidak, Tang San pasti berbeda dengan laki-laki bajingan yang suka menembak sembarangan. Mengingat itu, aku ingin menggantikan Grandmaster untuk menghajar mereka, Tujuh Shrek. Mereka tidak peduli dengan wanita atau pria, yang penting adalah kekalahan. Mereka sombong karena dilindungi oleh lingkaran proteksi. Tapi lihatlah, saat mereka menjadi dewa, konflik terjadi dan mereka kalah. Tidak ada kewaspadaan sama sekali."

Feng terus membaca novel dengan antusiasme, terbuai oleh dunia fantasi yang mengalir begitu hidup di dalam halaman-halaman cerita. Suaranya bergema di ruangan, menciptakan suasana hangat di tengah kesepian yang terasa.

Waktu terus berjalan dengan damai, tanpa terasa suara jam berbunyi di handphone Feng. "Hem, sudah jam segini, aku sudah berjanji untuk bermain dengan anak-anak. Mereka pasti sudah menunggu," gumam Feng sambil menyimpan bukunya dan bersiap untuk keluar. Saat pintu terbuka, pemuda Feng muncul dengan suasana ceria, tidak sabar bertemu dengan adik-adiknya yang lucu. Setelah mengunci pintu, Feng keluar dan bertemu dengan bibi tetangga, Bibi Gu.

"Oh, Feng, selamat pagi," sapa Bibi Gu paruh baya yang sedang menyiram bunganya. "Selamat pagi juga, Bibi Gu. Bibi begitu rajin merawat tanaman, lihat, tumbuhannya begitu baik," ucap Feng dengan senyuman. "Tentu saja tumbuh dengan baik. Itu karena kamu yang mengajarkan Bibi bagaimana merawat tanaman. Bukan seperti bocah nakal Wang, sudah jam segini masih tidur. Kalau bangun, hanya makan dan main game terus. Seandainya kamu anak Bibi, Bibi akan pamer ke semua sahabat," keluh Bibi Gu.

Pintu rumah Bibi Gu terbuka dan muncul kepala. "Wah, parah sekali anak sendiri dijelekkan di depan orang lain. Aku seorang gamer, cita-cita ku, aku akan tampil di depan banyak orang suatu hari nanti dan banyak orang akan menyebut nama ku, Wang, Wang, Wang. Haahahah itu akan menjadi kebahagian ku," ucap Wang yang muncul di pintu, tersenyum lebar membayangkan impian tersebut. Bibi Gu merasa jijik dengan senyuman Wang. Dan Bibi Gu pun menyiraminya dengan air selang yang dipegangnya, "Shurrrr, sadarlah bocah nakal. Kamu ingin menjadi gamer sedangkan kamu lebih banyak kalah daripada menang. Maka berimpi lah terus, jadilah seperti Feng. Dia membuka toko warnet dan sudah memiliki 10 cabang, sedangkan kamu bangun tidur, tidur lagi," Wang tersadar dari hayalannya oleh air dingin.

"Ahh, ibu, kenapa menyiramku. Aku ini anak muda perlu bermimpi, seharusnya ibu memberi motivasi dong," keluh Wang. Feng yang menonton pertengkaran itu sedikit merasa iri tapi itu hilang sekejap. "Hahaha, sudahlah Bibi Gu, mungkin Wang bisa mencapai cita-citanya itu. Oh ya, sudah jam segini aku pergi dulu, Bibi Gu. Wang dan oh ya, nanti akan datang pesanan aku. Bisa kah aku titip dulu di tempat Bibi? Aku mau ke panti, sudah janji sama anak-anak," ucap Feng. Bibi Gu tersadar dari omelannya oleh Fang.

"Oh, kamu ingin ke panti. Baiklah, Bibi akan menerima paket kamu nanti. Titip salam untuk anak-anak di panti, dan ingat hati-hati di jalan," ucap Bibi Gu. "Baik, Bibi Gu. Aku akan sampai kan salam dan akan hati-hati. Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa," Feng melambai tangan dan pergi. Tersisa hanya Bibi Gu dan Wang yang melihat perginya Feng.

"Feng suka sekali anak-anak. Padahal anak-anak itu seram, mereka seperti penjahat. Hii, seram sekali," ucap Wang. "Tentu saja dia suka. Feng hidup tanpa orang tua dan dia mendapat kasih dari kakek dan neneknya. Saat ibu pertama bertemu dia di panti, dia masih kecil. Dia datang bersama dengan kakek dan neneknya. Ketika ditanya kenapa anak-anak berkumpul di panti, kakeknya menjawab karena tidak memiliki orang tua, agar tidak kesepian mereka berkumpul. Dan Feng kecil menjawab bahwa dia akan sering berkunjung agar anak-anak itu tidak kesepian, dan dia akan membawa banyak hadiah," ucap Bibi Gu mengingat pertemuan pertamanya dengan Feng kecil.

"Jujur saja, Feng terlihat polos tapi otaknya luas. Dia bijaksana di kelas kami, sering menjadi pemandu bagaimana kami harus melakukan sesuatu," ucap Wang. "Tapi aku heran, bukankah Feng kaya? Tapi halamannya lebih besar dari rumahnya," ucap Wang.

"Itu karena Feng suka alam, dan kakek serta nenek Feng ahli botani. Katanya, anak yang dekat dengan lingkungan alam akan dicintai oleh alam. Seperti ibu, saat pertama kali melihat taman keluarga Feng saat Feng kecil, dia tanpa sengaja tertidur ditanam dan dikelilingi kupu-kupu, kelinci, kucing, dan anjing. Baik kakek maupun nenek Feng tidak tahu dari mana asal hewan-hewan tersebut, jadi dibiarkan saja. Bahkan sarang tawon pun ada disitu, tidak menyengat Feng kecil, kecuali bocah nakal yang main-main dengan sarang tawon, ingin menjadi pahlawan kesiangan," ucap Bibi Gu, melirik pelaku di depan pintu.

Wang, yang dilirik ibunya, merasa kesal. "Buuu, itu kan aku masih kecil. Jangan menceritakan masa lalu memalukan ku. Aku kira bukan cuma Feng yang tidak akan disengat, rupanya kenyataan lebih menyedihkan dari apa yang diharapkan. Hahhh," Wang mengeluh sambil menghela napas sedih.

Bibi Gu hanya mencibir anaknya. "Sudahlah, pergi mandi dan ganti bola lampu kamar mandi. Ayahmu sudah pergi bekerja duluan, ibu lupa mengatakan lampu kamar mandi rusak."

"Baik, Bu," ucap Wang sambil pergi melaksanakan perintah ibunya.

Malaikat surgawi Douluo DaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang