BAB PERTAMA : Adik

36 9 57
                                    

.
..
.
..
.
..
.
..
.
..
.
..
.
..

Happy Reading













Jean namanya, remaja berusia 17 tahun. Dia mempunyai kakak perempuan, dulu saat mereka masih bersama. Jean selalu membuntuti sangat kakak perempuan. Memandangi panutannya dengan binar mata bulatnya. Dulu saat Jean masih kecil, kakak perempuan nya adalah orang yang paling dia nanti kedatangannya.

Bermain dan belajar bersama sang kakak, sungguh sangat menyenangkan. Banyak hal yang diajarkan oleh kakak perempuannya pada Jean. Mengenalkan segala macam hal pada Jean. Membuat Jean semakin menaruh harap besar pada sang kakak.

Berharap, kelak akan menjadi seseorang seperti kakak perempuan nya. Namun seiring berjalannya waktu, sang kakak semakin aneh. Sering menangis sendiri, tidak lagi mau mengajarinya banyak hal, sering melamun, dan terlihat muram.

Karena hal itupun, Jean sedikit menjaga jarak. Walau masih sering melirik sang kakak dimeja makan, namun Jean tak mampu mengajak bicara. Entah kapan, Jean mulai memahami. Bahwa kakak perempuan nya tidak baik-baik saja. Begitupun dengan keluarga, ayah dan ibu yang semakin hari berteriak.

Sang kakak perempuan yang semakin menyedihkan, hingga tanpa sadar juga Jeanpun tak lagi menaruh minat. Sebagai anak laki-laki, yang mana mengalami pubertas. Banyak hal yang membuat tidak nyaman, seperti saat sang kakak diseret keluar rumah. Dibawa oleh beberapa orang berseragam rumah sakit.

Saat itu yang Jean lakukan hanya melihat, tanpa ingin tau yang terjadi. 1 bulan setelah kepergian sang kakak perempuan, keluarga nya semakin gila kerja. Seperti ayahnya, yang pergi pagi-pagi sekali lalu pulang tengah malam. Begitupun dengan ibunya, yang semakin hari malah tidak ada di rumah.

Meninggalkan Jean yang diurus oleh seorang wanita tua, yang dia panggil Bibu. Jean pernah iseng-iseng bertanya, kemanakah perginya sang kakak perempuan. Dengan raut wajah sendu, Bibu menjawab lirih.

"Kakak Na... Sedang berobat, tenang saja. Kakak Na akan segera pulang."

Hanya itu dan Jean tidak lagi menanyakan kemana perginya sang kakak. 1 tahun berlalu, hingga akhirnya sang kakak perempuan pulang. Jean tidak mampu mengutarakan isi hati nya. Diam dan hanya berdiri disamping kedua orang tuanya.

Terlihat sang ibu menangis tersedu, mengecup seluruh wajah pucat sang kakak. Sementara ayahnya, terdiam memandangi putrinya. Dada Jean rasanya sesak, remaja itu tidak mengerti kenapa. Ada banyak orang yang singgah kerumahnya, dengan pakaian hitam. Berucap bela sungkawa, atas kepergian kakak perempuan nya.

Jean tertawa sinis, rasanya remaja itu ingin berteriak pada mereka. Berteriak pada kedua orang tuanya, serta berteriak kepada kakaknya. Jean tidak pernah berpikir, bahwa kepulangan kakaknya disambut tangis. Remaja itu tak tahan, hingga pergi meninggalkan ruang tengah menuju kamar.

Tangis tak mampu dibendung.

Terisak memukul dadanya yang sesak.

Mencoba bernafas sejenak.

Mencoba berpikir jernih, memutar memori.

Kejadian beberapa saat tadi, apakah nyata?

Apakah benar?

Apakah dirinya terlambat meminta maaf?

Apakah dirinya terlambat memperbaiki yang rusak?

Jean menangis tersedu-sedu, bersujud di lantai yang dingin. Rasa penyesalan menyeruak kepermukaan. Jean menyesal kurang cepat bertindak.

"Kak Na.... "

Jean memanggil lirih nama sang kakak, berharap bahwa ini bukanlah kenyataan.

"Kak Na.... "

"Kak Na.... "

"Kak Na.... "

Andai saja.

Namun sudha terlambat untuk berandai.

Terlambat, karena orang yang ingin ditemuinya telah pergi.

Mungkin, jika saja, kala itu Jean tidak menjauh. Kak Na-nya masih ada bersamanya, andai Jean tetap disisi Kak Na. Maka semua ini tidak terjadi.

"Maaf.... "



































Jean yang masih mencoba belajar.

Jean yang masih kecil, hingga tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Jean yang masih butuh dibimbing.

Jean... Adik kecil Ratna.





























Untuk Jean adikku tersayang.

Hai... Bagaimana kabarmu?
Kuharap Jeje baik-baik saja, kakak ingin bertemu. Namun sulit, karena kata wanita berpakaian biru. Jeje sekolah, jadi sibuk dan Kak Na tidak mau mengganggu.

Maaf ya, atas semua perbuatan ku yang membuatmu malu. Aku berdoa, selalu berdoa. Agar Jeje bahagia, maaf karena tidak mampu.

Jeje adik kakak yang paling lucu.
Kak Na benar-benar, menyayangimu.

Terima kasih dan maaf.




















Untuk kalian yang ditinggalkan.

Sepenggal cerita dari sudut pandang berbeda.

Dariku yang sudah berdamai dengan keadaan.

Walau sulit, dan mungkin akan banyak air mata.

Terima masih.














Jeje adik Kak Na

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeje adik Kak Na.

RATNA SEBUAH CERITA UNTUK KITA 🍀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang