Jovan duduk di bangku sekolah, bersama teman-temannya, sedang menikmati istirahat. Mereka sedang asyik bercanda dan tertawa, tanpa menyadari bahwa hidung Jovan tiba-tiba mulai mengeluarkan darah. Saat teman-temannya melihat hal itu, mereka panik dan bingung. Mereka segera mengajak Jovan ke unit kesehatan sekolah (UKS) sambil mencoba menenangkan Jovan yang terlihat pucat.
Di UKS, perawat sekolah dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada Jovan. Namun, darah terus mengalir tanpa henti. Teman-temannya semakin cemas dan tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba, salah seorang teman Jovan mengingat bahwa kakaknya, Lintang, bekerja di toko kue di dekat sekolah. Tanpa pikir panjang, teman Jovan segera mengambil ponselnya dan menelepon Lintang untuk meminta bantuan.
Sementara itu, di toko kue, Lintang sedang sibuk menghias kue-kue pesanan. Saat ponselnya berdering, ia mengangkatnya dengan cepat dan mendengar suara panik dari seberang. Setelah mendengarkan penjelasan teman Jovan, Lintang segera meninggalkan toko kue dan menuju ke sekolah dengan cepat.
Saat Lintang tiba di UKS, ia melihat Jovan yang terbaring lemas di atas ranjang dengan darah yang masih terus mengalir. Tanpa ragu, Lintang segera menghubungi dokter dan meminta bantuan tambahan. Sementara menunggu dokter datang, Lintang dengan tenang mencoba menenangkan Jovan dan teman-temannya yang terlihat sangat khawatir.
Akhirnya, dokter tiba dan segera memberikan penanganan medis yang diperlukan untuk menghentikan pendarahan hidung Jovan. Setelah beberapa saat, darah mulai berhenti mengalir, dan Jovan tampak mulai pulih. Teman-temannya bersyukur melihat kondisi Jovan yang membaik.
.
.
.
.
.
.
Lintang duduk di samping Jovan, adiknya yang terlihat semakin pucat akhir-akhir ini. Dia merasa cemas dan panik melihat kondisi adiknya yang semakin memburuk."Jovan, apa yang terjadi padamu? Kenapa kau terlihat begitu pucat? Apa penyakit leukimiamu semakin memburuk?" tanya Lintang dengan nada khawatir.
Jovan menatap kakaknya dengan senyum lemah, mencoba menenangkan hati Lintang
"Tenanglah, kak. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah belakangan ini."
Lintang tidak bisa menahan kecemasannya. Dia tahu betapa mematikannya penyakit leukimia bagi Jovan.
"Aku tidak bisa tenang, Jovan. Aku khawatir denganmu. Kita harus pergi ke dokter sekarang juga," ujar Lintang sambil menggenggam tangan adiknya erat.
Jovan mencoba meyakinkan kakaknya
"Sudahlah, kak. Aku akan pergi ke dokter minggu depan. Aku yakin ini hanya karena kelelahan saja. Aku masih punya harapan untuk sembuh."
Meskipun hati Lintang dipenuhi kekhawatiran, namun dia juga merasakan kehangatan dari keyakinan Jovan. Dia ingin percaya pada adiknya, bahwa ada harapan untuk kesembuhan.
"Jovan, aku akan selalu ada di sampingmu. Kita akan melalui ini bersama-sama. Aku percaya ada harapan untukmu," ucap Lintang sambil menatap mata adiknya penuh keyakinan.
.
.
.
.Minggu berlalu, Jovan akhirnya menemui dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Lintang menunggu di luar ruangan dengan hati yang berdebar-debar. Setelah beberapa saat, Jovan keluar dari ruangan dokter dengan senyum lebar di wajahnya.
"Aku baik-baik saja, kak! Dokter bilang aku masih bisa sembuh. Ada harapan untukku," kata Jovan sambil memeluk Lintang erat.
Lintang berusaha terlihat senang padahal ia sudah lebih dulu mengabari sang dokter agar tidak di beri tau ia akan operasi dekat dekat ini..
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
Gama, Abyan, Lintang, dan Rafa duduk bersama di teras rumah, dikelilingi oleh gemerlap bintang di langit malam. Mereka terlihat tegang dan cemas, wajah mereka dipenuhi ekspresi sedih dan kekhawatiran.
Gama, yang merupakan kakak tertua di antara mereka, memulai percakapan dengan suara serak. "Aku khawatir dengan Jovan, Dia semakin lemah dan gejala penyakitnya semakin buruk. Aku takut leukimianya semakin cepat memburuk."
Abyan, yang selalu menjadi sosok yang penuh semangat, mencoba menenangkan mereka "Kita harus tetap kuat dan optimis. Jovan butuh kita untuk memberinya dukungan. Kita harus tetap bersama-sama dan memberinya kekuatan untuk melawan penyakitnya."
Lintang, yang selalu ceria dan penuh kehangatan, menambahkan, "Tapi, bagaimana jika kita kehilangan Jovan? Aku tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Dia adalah bagian penting dari hidup kita."
Rafa, yang selalu menjadi pendengar yang baik, menyela, "Kita tidak boleh menyerah begitu saja. Jovan butuh kita untuk tetap optimis. Kita harus memberinya semangat dan harapan. Kita harus berjuang bersama-sama. sebentar lagi jovan akan sembuh tinggal menunggu beberapa minggu aki dan jovan akan melalukan operasi tenang saja dan terus lah berdoa."
Mereka terdiam sejenak, membiarkan kata-kata mereka meresap ke dalam hati masing-masing. Cahaya bulan menerangi wajah mereka, menyoroti ekspresi sedih dan kekhawatiran yang terpantul di mata mereka. Mereka merasa terjebak dalam kegelapan yang mengancam untuk menelan mereka.
Gama mengangguk perlahan "Kalian benar. Kita harus tetap bersama dan memberikan Jovan semangat. Kita harus membuatnya merasa dicintai dan dihargai. Dia tidak boleh merasa sendirian dalam perjuangannya melawan penyakitnya."
Mereka saling memandang, merasakan kekuatan dari kebersamaan mereka. Meskipun cemas dan sedih, mereka tahu bahwa mereka harus tetap kuat untuk Jovan. Mereka berjanji untuk selalu ada untuk Jovan, memberinya kekuatan dan harapan dalam menghadapi masa-masa sulit yang sedang dihadapinya. Dalam kegelapan malam, mereka menemukan cahaya dalam kebersamaan dan tekad untuk melawan rasa sedih yang menghantui mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE SIDE
Teen Fictionmampu kah mereka bertahan di kondisi seperti ini yang mengharuskan mereka harus tetap mengengam tangan bersama??