──BE MY LIGHT : 02

229 29 0
                                    

"Woi!"

Seruan itu terdengar dari arah pintu kelas. Tahu milik siapa, tapi Rajendra memilih untuk mengabaikannya; tetap fokus mencoret-coret buku tulisnya. Berpikir mungkin itu tidak ditujukan padanya.

"Eh, si monyet. Jendra!"

Tuk!

"Akh!" Rajendra memegang belakang kepalanya yang terkena lemparan penghapus. Lantas layangkan tatapan tak suka pada si pelaku, yang malah berikan senyum. "Nggak usah lempar-lemparan segala 'kan bisa, tai."

Samudera, selaku sang pelaku, mendengus, "Makanya, kalau dipanggil tuh, nyahut."

"Minimal nggak woi-wai-woi, lah. Orang punya nama juga. Entar kepedean malah lu ejekin."

"Jiakh, pengen banget gue panggil namanya."

"Gue jambak ya lu—"

"Ini sebenernya pada mau belajar bareng apa jambak-jambakan, sih?" Javin menengahi. Menghentikan tangan Rajendra yang bersiap meraih helaian rambut temannya. Kalau saja agenda mereka sekarang bukan belajar, Javin hanya akan duduk melihat—hitung-hitung hiburan.

Masalahnya, nanti akan ada ulangan. Matematika lanjut pula. Ia memang suka fisika, tapi kalau lawannya matematika Javin akan kalah juga. Rasanya Javin ingin pulang saja.

Satu-satunya yang bisa membantunya hanyalah Rajendra. Bukan karena Javin tidak punya teman lain, tapi gaya menerangkan temannya yang satu itu selalu bisa masuk dengan mudah ke dalam otaknya. Jika penjelasan yang lain baru bisa membuatnya paham setelah mengerjakan empat latihan soal, penjelasan dari Rajendra mampu membuatnya lihai setelah mengerjakan dua latihan soal saja.

Kini, terima kasih kepada Samudera yang mungkin telah merusak mood mengajar Rajendra. Padahal sama-sama butuh, hanya memang Samudera ini kalau tidak melihat Rajendra marah-marah padanya sehari saja bisa langsung kambuh. Iya, kambuh tantrumnya.

"Tai, nggak gue ajarin matlan lu, Sam."

'Kan.

"Sini, Vin. Biarin si Sam belajar sendiri. Nilai, nilai dia sendiri juga."

Puji Tuhan ....

"Kok gitu?! JENDRAAAAA! Ajarin gue juga, nggak?!"

"Nggak."

"JENNNNNNN!!"

"Stop rese', monyet!"

● ● ●

"Eh, btw. Semalem lu ke mana, Jen?"

Rajendra mengalihkan atensinya dari bukunya.

Ketiganya kini berada di perpustakaan sekolah. Selain mudah bila membutuhkan referensi dari buku lain, ini juga mencegah Samudera untuk bertingkah lagi.

Ayolah, Javin hanya ingin cukup sekali mengerjakan ulangannya.

"Semalem nyokap lo telpon gue, nanyain lo lagi sama gue atau enggak."

"Gue semalem di lapangan basket." Rajendra menjawab. Netranya kembali fokus pada berbagai macam rumus di depannya.

"Yang deket rumah sakit itu?"

"Iya."

"Idih, ditangkep polisi mampus lu," sahut Samudera. Sedari tadi diam saja sebab sibuk menyelesaikan latihan soal yang susahnya minta ampun dari Rajendra.

Dengusan Rajendra berikan sebagai respon. "Lo jawab nyokap gue gimana?" Rajendra lanjut bertanya pada Javin.

"Ya ..., gue iyain aja," Javin mengedikkan kedua bahunya, "gue bilang kalau lu sama gue di rumah. 'Udah tidur', gitu."

Ada jeda yang mengisi sebelum Rajendra kembali bersuara, "Makasih."

"Nyebat ya lu, di sana?" Itu Samudera, yang sepertinya sudah menyelesaikan semua jatah soalnya. Tumben. Soalnya cukup lebih cepat dari biasanya.  Biasanya, sampai bel masuk berbunyi pun ia masih berkutat dengan soalnya.

Pemuda bermata elang itu mendelik. "Sok tahu," Tangannya bergerak menutup buku. Diam sebentar, sembari mengetuk-ngetuk meja baca dengan jemarinya, "cuma sempet sebatang."

"Tuh, 'kan."

"Apa, sih? Kaya' sendirinya nggak nyebat aja."

— BML : 02 —

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

— BML : 02 —

dearestsseungie, 2024.

BE MY LIGHT; JAYSEUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang