──BE MY LIGHT : 06

252 38 4
                                    

●●●

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

●●●

Pagi itu, Hara tidak bisa berhenti 'tuk lukiskan senyum. Bahagia sedang kuasainya, sampai-sampai kegiatan menyisir rambut pun ia lakukan sambil gumamkan nada lagu kesukaannya.

"Nice." Mata rusanya menatap bayangan dirinya yang terpantul pada cermin. Rambut merahnya telah ia tata sedemikian rupa, belah bibir berbentuk hatinya pun telah Hara poles sedikit agar tak terlihat pucat warnanya. Dirasa tak ada lagi yang perlu dibenahi, pemuda tujuh belas tahun itu lantas menyambar ranselnya dan bergegas turun untuk sarapan.

"Heh, Dean! Punya Adek itu! Jatahmu 'kan udah ada sendiri."

"Nggak apalah, Jos. Paling anaknya nggak nyadar kalau lauknya ngurang dikit."

"Kamu nih, punya anak satu doang, kok, bisa-bisanya diajakin ribut mulu."

Langkah Hara terhenti untuk sementara, memilih untuk menyaksikan pertengkaran ringan kedua orang tuanya dari tangga. Senyum yang sudah terpatri sedari awal kian melebar. Setelah sekian lama, akhirnya ia kembali rasakan suasana paginya yang biasa; bangun di kamarnya sendiri, memakai seragam sekolah, makan masakan Papa-nya untuk awali pagi dan bertengkar dengan Ayahnya perihal lauk yang dicuri.

Mungkin orang lain akan bertanya-tanya, apa hal yang spesial dari itu semua? Namun bagi Hara, yang hanya seorang manusia biasa, yang dapat kapan saja dihampiri oleh kematian, menganggap bahwa setiap hal kecil yang ia lalui bersama keluarga dan temannya merupakan sesuatu yang amat berharga. Sesuatu yang ingin ia simpan selamanya.

"Ayah, ih! Lauk Adek jangan diambilin mulu, dong!" Maka tanpa pikir panjang lagi, Hara mulai berlari menuruni tangga—tak peduli dengan risiko yang mungkin akan menimpanya. Ingin cepat agar Ayahnya tidak jadi melancarkan aksi mencuri sedikit lauknya.

"Lagian kamu lama banget dandannya! Udah kaya' mau ketemu pacarnya aja."

"Adek nggak dandan!" 

●●●

"Eh?" Hara menghentikan tangannya yang akan menyuap. "Jendra keluar dari tim basket?" tanyanya dengan tidak percaya. Melihat bagaimana Ian dan Baskara mengangguk dengan lesu, buat Hara semakin dirundung bingung. Hanya satu pertanyaannya, mengapa? Netra elang Rajendra dipenuhi cahaya kala menggiring bola, dan binar itu semakin jelas adanya ketika ia berhasil memasukkan bola. Tentu buat Hara bertanya-tanya apakah alasan Rajendra untuk berhenti dari hobinya.

Sempatkan diri untuk seruput jus jeruknya, Baskara lantas mengangguk. "Semalem tiba-tiba Pak Jum chat gue, katanya Jendra mulai hari ini nggak ikut basket lagi," terangnya. "Pak Jum juga nggak ada ngasih tau alasannya." Helaan napas mengakhiri kalimat Baskara. Kecewa tentu ia rasa, sebab sedari awal memang sudah niatnya dan Ian untuk jadikan Rajendra sebagai ketua. Tenang, mereka sadar akan batasan, jadi tak akan memaksakan diri untuk mengejar alasannya.

BE MY LIGHT; JAYSEUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang