Raya hanya membaca rentetan pesan yang Laut kirimkan untuknya 3 menit yang lalu, kemudian kembali menutup ponselnya dan lanjut menyesap kopi hitam yang di traktir Hugo.
Suasana pantai saat sore hari memang sangat menenangkan, semilir angin menyapu rambut Raya tanpa permisi, membuat sebuah hati bergetar hebat menyaksikan kibasan rambut Raya yang berlambai-lambai.
"Elo emang suka banget sama kopi hitam?" tanya Hugo membuka percakapan.
Tadi setelah menangis, Hugo menawari Raya untuk di antarkan pulang. Tapi karna kata Raya hari masih terlalu sore untuk kembali ke kosannya, jadilah Hugo mengajak Raya kesini. Pinggir pantai yang di penuhi batu-batu besar bagai pemecah ombak, kawasan bekas bencana tsunami yang sebetulnya bentuknya begitu-begitu. Ah bahkan ironis sekali jalan raya di pinggir pantai ini tidak di berikan aspal lagi, hanya bebatuan bekas bencana.
Walau begitu, tidak mengurangi keindahan pemandangan teluk palu dari pinggiran pantai ini, semuanya menenangkan.
"Emang kenapa? Nggak boleh cewe minum kopi hitam?" Raya balik bertanya, Hugo terkekeh pelan sambil kembali meminum kopi dari gelasnya.
Hugo berdehem sebentar. "Aneh aja gue liatnya cewe lebih milih kopi hitam pahit, kenapa nggak latte? Atau itu tuh, abang-abangnya punya Milo, elo tinggal minta di siramin."
Kalimatnya tidak asing. Laut pernah berkata yang mirip demikian saat dulu Raya mentraktir Laut kopi di warung tante manis pada interaksi pertama mereka berdua.
Ah, inget lagi kan gue!
"Nggak, gue lebih suka minum kopi pait!" Tutup Raya pada percakapan tentang seleranya yang aneh di mata orang-orang.
Ada jeda beberapa menit diantara dua insan yang pernah satu divisi saat dies natalies beberapa bulanan lalu, keduanya fokus mengantara mentari yang turun perlahan di ufuk barat. Sampai suara berat Hugo kembali terdengar, "Gue denger kok isunya."
Raya menoleh dengan cepat. "Isu apa?"
"Soal Kak Laut dan mantannya yang baru aja pulang lomba itu, Kak Arini. Mereka mantan yang semasa pacaran lumayan terkenal banget di penjuru Fisip."
Raya tidak memotong cerita Hugo.
"Tadi gue sempet duduk bareng sama kerabat-kerabat yang lain, disitu ada Kak Brian yang baru aja pulang lomba bareng Kak Arini. Jadi gue sempet denger pas mereka ngomong kalo Kak Laut itu mantan Kak Arini. Kata Kak Brian, Kak Laut pernah janji sesuatu ke Arini kalau mereka pulang nanti, tapi gue nggak tau itu janji apaan."
Janji, lagi-lagi janji.
Memangnya apa yang Lautan Bumantara itu janjian pada perempuan yang menyandang status sebagai mantannya itu?
"Mereka ciuman.. ah enggak, Arini-Arini itu yang cium Kak Laut tadi. Katanya dia rindu bibir Kak Laut," kata Raya mengulang kembali yang sudah dia ceritakan pada Hugo beberapa menit lalu dengan wajah yang kesal.
"Dia nggak tau gue pacar Kak Laut, atau mungkin dia pura-pura nggak tau ya? Tapi sakitnya tuh pas Kak Laut cuma diem aja waktu si Arini-Arini itu bilang gue cuma HTSan Kak Laut, gue cuma adek maba yang kena ghosthing Kak Laut. Gue mau teriak gue pacarnya juga agak malu, Kak Laut aja diem!"
Hugo memperhatikan tiap kalimat yang Raya ucapkan dari bibir kecil perempuan itu, rasa-rasanya gejolak aneh yang lama ia tahan-tahan muncul kembali dengan tiba-tiba.
Raya terlihat menggemaskan dengan ekspresi kesal itu.
"Terus sekarang lo mau gimana? Chat dia elo nggak balas?"
Raya menggeleng lesuh, ia masih ingin menyendiri, lari dari pandangan seorang laki-laki bernama Anala Lautan Bumantara itu.
"Go.. elo tau Bernadya yang lagunya banyak sliweran di tiktok 'kan?" tanya Raya setelah termenung cukup lama.
Hugo mengangguk dengan segera. "Gue malahan ngefans banget sama dia."
"Kalo gitu, elo tau dong lagu Bernadya apa yang cocok sama kisah gue sekarang? Kata orang-orang Bernadya itu jelmaaan benda di kamar kita yang bisa liat kesedihan kita dan jadiin lagu tampa kita ceritain dulu ke dia?"
Tepukan di jidat Hugo lakukan ketika mendengar rentetan kalimat aneh yang di lontarkan Raya padanya. Tapi tetap saja otaknya mencari lagu Bernadya yang sekiranya cocok untuk percintaan perempuan di sampingnya ini.
"Eum, lagu Bernadya gada yang kayak kisah cinta lo. Kalau elo udah putus, gue bisa saranin denger yang judulnya Kita Kubur Sampai Mati," kata Hugo menjelaskan dengan serius.
Jagat Raya semakin sedih. Apa penyanyi perempuan cantik bernama Bernadya itu belum berkamuflase menjadi benda di dalam kamarnya ya sampai belum ada lagu yang mendeskripsikan perasaannya dari Bernadya.
Ah tapi, dia saja belum kembali ke kamar kosannya hari ini.
"Anterin gue balik, Go. Gue mau galau-galauan di kamar, siapa tau Bernadya bentuk kemoceng tiga warna udah nungguin gue buat nguping kisah percintaan gue yang gue gatau bakalan bertahan lama atau enggak ini."
Hugo hanya bisa menghela napas lelah mendengar deretan kalimat dari Raya yang terdengar aneh di telinga orang normal, maka dari itu ia memilih mengikuti langkah perempuan itu yang sudah berdiri dengan memegang helm di samping motornya.
"Kayaknya untuk malam ini gue bakal dengerin lagu The Beatles yang Yesterday sama Let It Be deh. Elo ada saran lagu galau lain yang cocok sama masalah percintaan gue?" Ocehan Raya tidak berhenti bahkan ketika helm yang ia pegang tadi sudah terpasang dengan baik di kepalanya.
Hugo kembali berpikir lagu-lagu galau yang sekiranya sempat menemani ia bergalau ria, bahkan laki-laki itu menunda tungkaknya yang hendak menaiki motor.
"Day6 - Letting Go!"
Behh, sadis.
"Tai, lo doain gue putus ya?"
This is Arini~~
Aku sukaaaa banget sama Eunbin, mbak-mbak badas 00line inii.
Emang definisi bidadari wall climbing sesungguhnya🥹🫶Btw siapa tim Raya-Hugo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Antropolo(ve)gi : Lautan Raya
FanficSebagai seseorang yang berada di dalam lingkup yang sama, tentu hal wajar jika terjadi yang namanya jatuh cinta. Kebiasaan selalu berada di sisi masing-masing sepanjang waktu menjadi pemicu rasa itu tumbuh, lalu merembet tak terhentikan. Di Antropol...