44. Arkaiz || Ketakutan

1K 87 11
                                    

"Terkadang mata lebih banyak
bercerita dari pada bibir
yang bicara"

-author

.

.

.

Jadilah pembaca yang bijak yang
tahu cara menghargai karya setiap orang.
Mari budayakan vote dan komen
di setiap bab sebagai bentuk
apresiasi kalian kepada penulis.
Terimakasih 🙏

Hujan di malam hari, selalu sepakat dengan dinginnya yang menghampiri, ketakutan itu selalu menguasai membuatnya hilang kendali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan di malam hari, selalu sepakat dengan dinginnya yang menghampiri, ketakutan itu selalu menguasai membuatnya hilang kendali. Potongan-potongan masalalu tergambar jelas dalam pikiran nya. Berisik, sangat berisik.

Suara tangisan, teriakan, rasa sakit itu kembali menyiksa batin yang tak sepenuhnya sembuh. Pada penderitaannya di masalalu membuatnya trauma. Hujan dan penderitaan.

Menangis, berteriak ketakutan, berkali-kali Maiza menutup telinganya yang sangat berisik, jika hujan membawa kebahagiaan pada setiap orang, lalu kenapa untuk dirinya hujan membawa penderitaan.

"JANGAN. AIZ BILANG JANGAN ...."

"TOLONG, TOLONG LEPASIN AIZ," racaunya ketakutan seolah-olah kejadian di masalalu itu kembali terulang lagi kepadanya.

"Bunda ..., Aiz takut Bunda ... Aiz mau di peluk B-Bunda, mereka jahat," suara Maiza mulai melemah, tenggorokan nya sakit karena selalu berteriak, tapi teriakan itu percuma, karena hanya dirinya sendiri di rumah itu.

Terdengar suara petir menggelegar di langit, membuat Maiza ketakutan, ditambah lagi tiba-tiba rumahnya gelap gulita.

"Lo nggak mau pulang, Ar? Udah malem si bocil apa nggak khawatir?" kata Rangga, sejak dari tadi pagi dirinya tetap di cafe milik sahabat nya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lo nggak mau pulang, Ar? Udah malem si bocil apa nggak khawatir?" kata Rangga, sejak dari tadi pagi dirinya tetap di cafe milik sahabat nya itu. Sedangkan Agam, cowok itu mengambil shift pagi di cafe Arkan dan sudah pulang sejak tadi sore.

Arkan melirik arlojinya, ternyata sudah jam delapan lewat. "Nunggu Hujan reda. Gue bawa motor, bukan mobil."

Rangga menepuk pelan pundak sahabatnya. "Gue tahu lo marah sama Aiz, tapi cara lo salah Ar. Cewek kalo ada masalah maunya di ajak bicara baik-baik bukan didiemin kayak gini." Arkan melirik sahabat nya itu sebentar. "Tapi gue nggak mau Adik ngulangin kesalahan nya lagi."

ARKAIZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang