11.
Samuel mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi. Awan hitam sudah menyelimuti langit biru.
Bahkan beberapa kali terdengar petir dan ngemuruh angin. Ia saat ini sedang mencari tuannya.
Setelah berdepat dengan Gilang tadi, dirinya memutuskan mencari sang tuan dan menitipkan Rani kepada Gilang.
Hatinya sangat gusar saat ini, sesekali ia melihat kearah ponsel dan menlihat letak sang tua berdiri.
Sedari dulu, ia diam-diam memasangkan GPS diponsel Naren. Ia sudah menganggap Naren seperti adiknya sendiri.
Ia menyayangi Naren, ia bahkan siap mengorbankan nyawanya demi Naren.
Mobil yang ia bawa berhenti disuatu pemakaman umum. Ia langsung berlari kedalam mencari sang tuan karena sudah mulai gerimis.
Lama-kelamaan hujan mulai turun. Ia mengusap matanya menghalau air hujam membasahi matanya dan menutupi pandangannya.
Saat pandangannya mulai sedikit jelas. Ia melihat ada seseorang yang terbaring sambil memeluk batu nisan.
Dengan cepat ia berlari menghampiri orang itu. Ia yakin jika orang itu adalah tuannya, Naren.
"Tuan" panggilnya panik.
Dengan terburu-buru ia menghampiri Naren yang sudah tak sadarkan diri.
Ia memeluk Naren dengan erat dengan terisak pelan. Ini kali pertamanya ia melihat tuannya seperti ini.
Sebenarnya ia sedikit bingung mengapa tuannya menangis dimakam orang sampai pingsan seperti ini.
Ia tak tahu masa lalu tuannya seperti apa. Ia tak tahu masa muda tuannya seperti apa.
Yang ia tahu hanya sikap acuh tak acuh tuannya dan kekejaman yang dimiliki tuannya.
"Tuan, jangan seperti ini" lirihnya.
Ia mengeratkan pelukannya sembari melihat nama yang ada dibatu nisan didepannya.
'Ahmad Bayu'
Ia tak mengenal orang itu. Ia asing dengan nama itu. Tuannya tak pernah cerita tentang orang itu.
"Tuan Ahmad Bayu. Jika tuan saya, Naren memiliki kesalahan kepada tuan, saya memohon untuk memaafkan tuan Naren. Dia sudah menderita sejak dulu, ia sudah tak punya siapa-siapa selain saya dan tuan Gilang. Dia kehilangan kebahagiaannya, tuan. Tolong maafkan dia" ujarnya dengan isak tangis yang semakin menjadi.
Gemuruh mulai terdengar lagi. Suara petir saling menyaut kini semakin jelas. Hujan semakin derah dengan angin yang begitu kencang.
Samuel terdiam, apakah ini artinya tuannya tak dimaafkan?, terus ia harus apa?.
"Tak apa tuan, jika tuan belum memaafkannya sekarang. Saya mohon, maafkan dia suatu hari nanti. Saya mohon"
Samuel segera membopong Naren dengan sekuat tenaga yang ia punya. Tubuh Naren begitu besar dan penuh dengan otot.
Sebenarnya ia seimbang dengan Naren. Tetapi tenaganya sudah terkuras sebagian karena menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is about us (On Going)
Ficção Adolescente⚠️Follow terlebih dahulu sebelum membaca. ⚠️15+ sebagian prat mengandung kekerasan. ⚠️bahasa kasar. ⚠️bahasa baku, non baku. ⚠️Dilarang plagiat. ⚠️Bijak dalam membaca. ⚠️MASA LALU DARI CERITA "menjadi yang kedua" "Kenapa harus aku?" "Karena ini mem...