Karsya

20 12 0
                                    

Mentari sudah beristirhat di ufuk barat berganti dengan rembulan yang akan menerangi legamnya dunia. BMW putih milik gua melaju cepat di atas jalan tol yang sepi akan pengendara.

Panorama indahnya kota Kembang ini merehatkan mata dari berbagai macam gedung pencakar langit yang menghiasi setiap sudut kota Jakarta. Hari ini gua habiskan untuk melihat pameran seni yang ada di pusat kota Bandung.

Pameran seni dari salah satu temen bokap gua, yakni Om Hekri yang menggeluti dunia seni sejak covid-19 menyerang Indonesia. Dan kini namanya terdengar hingga Negara Kincir Angin dan memanggilnya sebagai badan arsitektur bangunan di sana.

Di Bandung, hanya ada anaknya bernama Zakna yang sekolah di bidang seni. Katanya desain yang dia buat sudah bekerja sama dengan brand lokal. Namun, tetap saja masyarakat sangat minim untuk menikmati seni seperti ini. Padahal jika seni ini dikolaborasikan dengan brand fashion, maka akan ada nilai jualnya juga.

Namanya juga manusia, hanya memandang dan meremahkan setiap hasil karya yang orang lain torehkan. Semua hanya memandang sebelah mata semenjak fashion merajai segala bidang.

Bahkan jelas-jelas kepala mata gua sendiri yang menyaksikan itu semua. Jadi, tadi itu ada bapak-bapak berusia lanjut yang dateng ke pameran itu buat menyaksikan setiap karya dari Om Hekri. Kalau gua perhatiin baik-baik, kayaknya bapak tua ini memiliki style vintage tahun '90an. Overall semuanya cocok untuk dipakai sama bapak-bapak seumuran beliau.

Nah bapak ini kelihatan capek, mungkin kelamaan berdiri. Mana gua lihat si bapak enggak bawa tongkat. Alhasil si bapak nyari tempat duduk terdekat dari dia berdiri. Pas banget, di sampingnya ada bangku. Tapi sayangnya bangku itu khusus tamu VVIP, jadi seharusnya bapak ini enggak boleh duduk.

Tapi ya namanya juga udah berumur, si bapak duduk tanpa melihat bahwa kursi yang ia duduki khusus tamu VVIP. Hingga tak berselang lama ada anak muda berstyle casual seperti gua dan Jemal. Mendatangi bapak tua itu yang masih duduk santai di sana.

Dari perawakan pemuda ini gua bisa tahu banget kalau dia anak  dari pesponsor kegiatan ini. Karena di sebelah kanan  kemejanya terdapat motif logo macan tutul yang merupakan lambang dari perusaha seni terbesar di Indonesia.

Awalnya pemuda itu memberitahukan bahwa kursi yang diduduki oleh bapak itu merupakab kursinya, dan pemuda bernama Lanta itu, nama yang enggak sengaja gua lihat dari nickname yang ia kenakan. Lanta menepuk pundak bapak itu lalu mencengkram kerah bapak yang tak berdosa ini.

Jelas saja hal ini membuat kedua mata gua panas dan ingin segara menghabisinya hingga tak bernyawa. Tidak hanya gua yang panas, melainkan Jemal juga sudah geram dengan kelakuan dari pemuda barusan. Rasanya tangan ini ingin mendarat tepat di pipinya.

Dari sekian banyak tamu, tidak ada yang acuh akan kejadian ini. Semua sibuk dengan kegiatan masing-masing. Bahkan ada yang sengaja merekam kejadian ini untuk dijadikan konten. Ada satu-dua orang yang menghampiri hanya untuk melihat. Hanya melihat. Tidak lebih tidak kurang. "Sudah, bapak-bapak lusuh seperi anda pulang saja. Tidak cocok ditempat seperti ini." Celetuk salah satu pemuda yang berpakaian berwarna mecolok. "Bener itu, lebih baik di rumah. Menikmati hasil pensiunanmu!!" Timpal seorang lagi. Keadaan semakin riuh dengan cemoohan orang-orang kepada bapak tua yang masih diam di sana.

Tanpa pikir panjang Jemal sudah merangkul bapak tua itu untuk di bawa keluar pameran. Menjauhi omongan sampah dari dalam, dan keadaan pameran kembali seperti biasa setelah penanggung jawab menyuruh seluruh penggunjung untuk tenang.

"Terima kasih ya nak." Ucap bapak itu dengan lirih. "Seandainya dunia masih adil dengan peraturannya yang berdiri tegak membantu para rakyat, bapak akan penjarakan dia. Tapi kamu berdua tahukan? Bahwa sekarang semuanya dilihat dari bagaimana mereka berpakaian dan apa yang mereka pakai, bukan lagi gelar dan pangkat yang mereka punya." Jelas bapak itu sambil membetulkan topinya yang sempat miring karena ulah pemuda tadi.

  Bapak itu menghela napas panjang sebelum menegak minuman yang Jemal beli di minimarket sebelah. "Baru kemarin malam bapak masih berada di jajaran pemerintahan. Sekarang bapak dicopot karena konfersi pres tadi pagi yang dilakukan di Gedung Putih." Jelas bapak itu. Gua bener-bener enggak abis pikir bahwa dampak dari perubahan ini membawa malapetaka di jajaran pemerintahan. Gua kira hanya masyarakat biasa saja yang tekena dampaknya, bahkan hingga konglomerat ataspun terkena imbasnya.

"Sekarang bapak hanya menjadi pensiunan setelah melakukan negosiasi kepada atasan untuk dijadikan aspirasi dari wali presiden yang saat ini berusia kepala tiga." Apa? Bukannya minimal menjadi wakil presiden itu harud diatas kepala tiga ya? Kok ini diubah seenak jidatnya aja.

'"Sudah nak, tidak perlu diambil pusing. Sekarang ini yang modis dan fashionble akan menjadi pemenangnya. Bahkan uang tidak lagi berharga. Kamu berdua sehat-sehat ya, bapak harus segera menuju bandara kalau tidak tiketnya akan hangus. Perkenalkan nama bapak Mutanto, jaga bangsa ini anak muda. MERDEKA!!" Ucap bapak Mutanto sambil mengepalkan tangannya lalubdia angkat tinggi-tinggi.

Gua hanya terdima, tidak bisa berkata-kata sedikitpun setelah mendengar cerita singkat betapa kejamnya perubahan ini terhadap Indonesia. Di sini saja sudah seperti ini, apalagi diluar sana. Gua enggak bakal bisa  ngebayanginnya.

Jemal hanya terdiam hingga dirinya mengeluarkan suara setelah sekian lama bungkam seribu bahasa. "Gila! Benar-benar gila dunia ini. Di mana letak keadilan jika semua orang  seperti ini?" Tanyanya dengan nada tinggi.

Tanpa pikir panjang, gua dan Jemal memutuskan untuk kembali lagi ke Jakarta karena arloji gua sudah menunjukkan tengah malam. Karena gua enggak mau Malam khawatir abangnya pulang larut.

Di atas jalan tol ini, gua merehatkan raga serta mata yang melihat betapa suramnya dunia era baru. Jemal bertanggung jawab atas keselamatan gua di atas mobil ini. Sampai kenapa-kenapa gua enggak bakal maafin sampai tujuh turunan.

Dunia akan bersikap adil kepada mereka yang modis dan fashionble. Bahkan uang tidak lagi berharga di depan mereka.
-Om Mutanto-

Bersambung

✨ Sekejam itukah dunia fashion saat ini hingga menganggap rendah tata krama dan menghilangkan sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Uang yang diagung-anggungkan banyak orang tidak lagi menjadi patokan kebahagian. Apakah Karsya akan tetap hidup dan akan membawa perubahaan bersama teman-temannya? Temukan jawabannya hanya ada di Gara-Gara Fashion!!✨

Gara-Gara FashionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang