Di tengah ramainya pengunjung di danau, Seena tampak menangis seorang diri, mendekap tubuhnya yang begitu rapuh. Begitu banyak orang yang melirik dirinya, namun gadis itu tampak abai dan lebih memilih terus menangis agar hatinya tidak lagi sesak menyimpan begitu banyak beban.
Dengan mata yang bengkak ia menggapai bebatuan kecil yang ada di sampingnya, gadis itu melempar batu kecil itu kedalam danau seolah ikut menenggelamkan kekesalannya lewat batu itu.
Sibuk melempar batu, gadis itu sampai tak sadar seorang pemuda kini duduk di smapingnya sambil memandang dirinya.
"Ternyata lo imut juga ya, kalau marah" celetuk pemuda itu. Sontak tangan Seena yang ingin melempar sebuah batu terhenti di udara, ia menolehkan kepalanya tepat ke arah pemuda itu.
"Jaka?!"
"Hobby banget lo ngerusak nama gue. Nama gue Jaki, J-A-K-I Jaki" kesalnya.
Gadis itu tidak menjawab, ia memilih menatap danau dan menghiraukan keberadaan Jaki disebelahnya. Pemuda itu sibuk merogoh saku jaketnya, ia mengeluarkan satu bungkus cokelat yang baru saja ia belli. Niatnya sih ingin ia berikan pada adiknya, namun entah mengapa ia merasa kasihan pada gadis di sebelahnya itu.
"Nih cokelat, biar lo gak nangis lagi" pemuda itu menyodorkan cokelat itu di depan wajah Seena.
Gadis itu yang memang penyuka cokelat tentu tidak bisa menolak. "Makasih. Kok lo tahu gue suka cokelat?"
"Dih, gue belli cokelat itu untuk adek gue. Soal lo yang suka cokelat mana gue tahu." balas Jaki ngegas.
"Santai aja kali, gue slepet juga lo"
"Heran gue, lo sebenarnya bar-bar apa cengeng? Tadi nangis, sekarang ngancem gue" ujar pemuda itu yang langsung di hadiahi pukulan pada kepalanya.
"Enak aja, gue gak cengeng!"
"Iya deh yang paling gak cengeng. Btw lo habis di putusin ya? Mata lo sampe bengkak gitu gara-gara nangis"
Seena menggelengkan kepalanya. "Emang kalau nangis sampai mata bengkak harus karena masalah percintaan?"
"Ya enggak juga sih, tapi gue 'kan cuma nebak maimunah!"
"Emang lo nangis kenapa? Ya, siapa tahu lo dalam masalah 'kan terus gue bisa bantu mungkin?"
"Gue... Gue ternyata anak pungut" jawab Seena dengan polos.
"Pfft, anak pungut? HAHAHAHA" pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal, Seena yang merasa di tertawai merasa sakit hati di buatnya, tanpa sadar ia kembali menangis.
Sontak tangisan dari Seena membuat para pengunjung di danau itu mewaspadai Jaki seolah pemuda itu adalah preman yang mengganggu gadis itu.
"Mas itu kenapa adeknya bisa nangis? Jangan-jangan Mas preman yang mau gangguin adek ini ya?" tanya seorang ibu-ibu yang membuat Jaki panik.
"Oh enggak bu, jangan salah paham. Dia teman saya, tadi kami bercanda sedikit, tapi emang dianya aja yang cengeng hehe"
"Udah g-gue bilang, gue gak c-cengeng!" celetuk Seena di tengah tangisannya.
"Oalah, adeknya jangan di kasi nangis dong Mas." ucap ibu-ibu itu lagi.
"Iya, tante. Nanti kalau saya sogok cokelat juga bakalan diem" kata Jaki membuat si ibu tadi hanya bisa menggelengkan kepalanya dan memilih meninggalkan kedua remaja itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJAK LUKA || Slow update
RandomSeena itu anak tengah, ia berbeda. Ia bodoh, entah mengikuti gen siapa. Namun, apakah semua itu salahnya? Apakah sebelum dirinya hidup di bumi, ia bisa meminta pada Tuhan untuk memberikannya kehidupan yang sempurna? Kata orang, kehidupannya begitu i...