Ting tong
Pria berusia setengah abad itu mengerutkan keningnya. "Siapa yang datang pagi-pagi begini?" tanyanya entah pada siapa.
"Rani, coba kamu lihat siapa yang datang" perintah pria tua itu. Wanita bernama Rani yang berstatus ART di rumah itu menganggukkan kepalanya dan segera menjauh dari ruang makan.
Ceklek
"Loh, Non Seena?"
"Kakek ada, Bi?" balas gadis itu bertanya.
"Tuan ada, lagi sarapan. Monggo masuk, Non"
Seena memasuki rumah yang tak pernah ia singgai selama beberapa tahun ini. Gadis itu mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu milik Kakek dari Ayahnya itu. Ah, apakah ia masih pantas menyebutnya sebagai Ayah?
Bagas—Ayah dari Senopati itu mengerutkan keningnya melihat bawahannya itu datang dengan terpogoh-pogoh.
"Siapa yang datang?"
"Non Seena, Tuan."
"Kenapa dia datang kesini?" tanya pria tua itu lagi.
"Saya tidak tahu, Tuan. Kalau begitu, saya izin buatkan minuman untuk Non Seena" kata Rani yang di angguki oleh Bagas.
Pria itu segera menyelesaikan acara sarapannya. Langkahnya mulai membawa dirinya pada cucu perempuannya yang kini sudah duduk anteng di ruang tamu.
Bagas mendudukkan dirinya di sofa single tepat di samping cucunya itu. "Kamu bolos?" tanya Bagas datar, cucunya itu sudah mengenakan seragam sekolahnya, tapi bukannya ke sekolah ia malah berkunjung kesini.
"Itu tidak penting, Kakek. Saya datang kesini, hanya ingin menanyakan sesuatu yang seharusnya kalian jelaskan sejak awal kepada saya."
"Maksudnya?"
"Maaf menyela obrolan Non dan Tuan. Ini minumannya Non, monggo diminum" ucap Rani menyodorkan teh untuk gadis itu.
"Makasih, Bi" ucap gadis itu yang di angguki olehnya, lalu wanita paruh baya itu segera pergi dari tempat itu.
"Jadi, silahkan jelaskan bagaimana Anak anda bisa sampai mengadopsi saya. Dan, dimana keluarga asli saya sekarang?" katanya sembari memyeruput minumannya.
Laki-laki yang tampak masih gagah walau rambutnya sudah berwarna putih semua, hanya bisa menghela nafasnya pelan.
"Kenapa kamu bertanya pada saya? Kenapa bukan ke Ayahmu saja?"
"Kenapa juga Anda tidak mau memberikan jawaban atas pertanyaan saya. Saya sudah terlanjur berada disini, tolong jangan mengulur waktu, saya harus sekolah." katanya dengan malas, persetan dengan sopan santun.
Pria di depannya itu bahkan tak pernah mengakuinya sebagai cucu selama ia hidup. Ya, walaupun memang dia bukan anak kandung, tapi Seena hanya akan menghargai orang yang mampu menghargai dirinya.
"Anak saya dan istrinya itu sangat ingin memiliki anak perempuan. Namun, saat Ameera dinyatakan mengandung Langit adikmu, mereka masih memiliki tekad untuk memiliki anak perempuan. Sampai akhirnya saat Langit lahir, ternyata rahim Ameera bermasalah dan harus di angkat. Jadi, keinginan mereka untuk memiliki anak perempuan harus pupus"
"Dan, tepat pada pergantian malam tahun baru. Seno yang baru saja ingin pulang ke rumah harus terlibat kecelakaan, mobil yang di tabrak Senopati berisi keluarga kandung kamu"
"Seno membawa keluarga termasuk kamu ke rumah sakit. Naasnya, kedua orangtuamu tidak bisa di selamatkan. Dan kamu beserta saudaramu dikirim ke panti asuhan karena sudah tak memiliki kerabat atau keluarga jauh. Saat itu Seno belum kepikiran untuk mengadopsi kamu, tapi saat menceritakan kejadian ini pada Ameera"
KAMU SEDANG MEMBACA
JEJAK LUKA || Slow update
RandomSeena itu anak tengah, ia berbeda. Ia bodoh, entah mengikuti gen siapa. Namun, apakah semua itu salahnya? Apakah sebelum dirinya hidup di bumi, ia bisa meminta pada Tuhan untuk memberikannya kehidupan yang sempurna? Kata orang, kehidupannya begitu i...