ALYNE - 20

116 7 26
                                    


Pendapat kalian tentang cerita ini?👉


Happy Reading!

Rangga berjalan gontai keluar dari ruangan sang ayah, memijat pangkal hidungnya guna mengurangi pening yang mendera.

"Ayah tidak bisa membantu menggagalkan perjodohan Alyne, karena itu bukan hak ayah." Abyan menatap putra semata wayangnya, memberi tepukan pelan pada dada remaja itu guna menyampaikan semangatnya.

"Tapi ayah akan coba membujuk Tuan Romi untuk menawarkan pertunangan kamu dengan Alyne, alih-alih bersama lelaki pilihan beliau."

"Bagaimana dengan pernikahannya? Beliau ingin melihat cucunya menikah sebelum pergi."

"Ayah perlu melakukan negosiasi, berdoalah supaya rencana ayah berhasil."

Rangga tersenyum tipis, berharap apa yang dilakukan sang ayah dapat membuahkan hasil. "Terimakasih ayah."

"Satu lagi," Abyan menahan Rangga yang hendak pergi, berjalan mendekat dengan memberi tatapan penuh peringatan.

"Pertunangan adalah ikatan untuk menunda jenjang kearah yang lebih serius. Jika ayah berhasil, itu berarti kalian berdua akan terikat satu sama lain."

"Kamu memegang penuh tanggung jawab terhadap Alyne karena orang tuanya sudah angkat tangan-sesuai dengan pernyataan mereka jika Alyne menolak bersama pilihan sang Opa."

Rangga terdiam meresapi ucapan Abyan.

"Kamu paham maksud ayah, nak?"

Remaja itu mengangguk mantap, "Rangga paham, Ayah. Setelah ini Ayah bisa beri Rangga pekerjaan lebih."

Hatinya terasa lebih ringan setelah berbincang bersama sang Ayah. Saat ini yang perlu Rangga lakukan adalah bekerja lebih keras lagi dan harus pandai mengatur waktu antara sekolah, bermain, dan bekerja.

Meskipun sedikit cemas, namun Rangga yakin pasti semuanya akan berjalan lancar. Ia hanya perlu berdoa dan menunggu kabar selanjutnya.

.♡ 🦋☁️

"Makan dulu ya? Aku suapin."

Sejak beberapa menit yang lalu Alyne menolak bujukan Rangga untuk mengisi perut, kendati belum ada makanan sedikit pun yang berhasil lolos dari tenggorokan gadis itu.

"Sedikit aja, hm? Setelah itu aku kupasin buah."

Alyne menolehkan kepalanya menjauhi sendok berisi nasi dan lauk yang disodorkan kearahnya.

"Bilang kamu mau makan apa? Biar aku beliin sekarang."

Dari luar kamar, Calista menatap prihatin pada sahabatnya tersebut. Sudah satu Minggu berlalu, namun Alyne masih enggan mengeluarkan suara. Dirinya selalu berdiam diri di dalam kamar memandangi figura kecil berisi foto Alyne semasa taman kanak-kanak bersama kedua orang tuanya.

"Aku benci mereka," Alyne tertawa kecil, tatapan matanya beralih menatap Rangga. "Mereka nggak punya hati, Rangga. Mereka jahat ..."

Rangga meletakkan piring di atas nakas dan bergerak memeluk tubuh bergetar Alyne, mendekapnya erat seakan menyalurkan energi dari tubuhnya kepada gadis rapuh tersebut.

"Mereka belum puas buat hati aku sakit, setelah ini kita nggak bisa bertemu lagi ..."

"A-aku-"

ALYNETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang