bagian 3: jalan atau duduk

307 89 30
                                    

"Aku nggak bisa, Nad. Ada klien yang minta perbaikannya beres hari ini juga."

Suara itu bersumber dari ponsel di meja yang menyala. Panggilan suara telah terhubung dengan durasi belum lama.

Ia duduk di kursi seraya mengeringkan rambut dengan handuk, "Kalo nggak hari ini, kapan lagi, Rick?" mematikan alat pengering rambut, meletakkan, "Minggu ini, jadwal siaran aku bakal penuh banget. Job pas nanti aku ambil cuti nikah dialihin semua ke minggu ini."

Seseorang di seberang sana diam. Lama, Nada menunggu hingga terdengar kembali suaranya, "Ya udah, kamu duluan aja ke butiknya, nanti aku nyusul kalo kerjaan aku udah beres."

"Kok, gitu, sih?" ponsel disambar, didekatkan pada mulut, "Enggak, kamu beres jam berapa, sok, aku tungguin. Masa sendirian, sih, yang bener aja, Rick?!"

"Sama temen kamu, sok. Ajakin temen kamu, suruh nemenin. Aku nggak bisa pastiin bisa beres kapan. Mesinnya rusak parah. Kayaknya bakal lama. Takutnya, beneran nggak bisa banget hari ini. Sok, kamu ke butiknya dulu, pilih model gaunnya, sama nanti badan kamu diukur pegawainya di sana. Aku udah ngomong ke mereka."

"Nanti aku, kalo bisa hari ini, ya ke sana hari ini. Kalo enggak, mungkin besok atau lusa."

"Rick, pemesanan maksimal sebulan sebelum hari H, loh! Ini kita udah tinggal ngitung hari doang. Takutnya nggak keburu, apalagi kata Mbak-nya orderan lagi rame."

"Ya, udah, iya. Nanti aku ke sana! Atau besok pagi deh, besok pagi!"

"Kamu mah, apa-apa selalu ngegampangin! Kebiasaan! Niat nikah nggak, sih?!" cecar Nada, di penghujung durasi telepon mereka. Sambungan diputusnya sedetik kemudian. Kepala ditundukkan di atas sepasang lutut yang tertekuk.

Rasanya berat.

Sekalipun ke mana-mana sendirian sudah menjadi bagian dari seorang Nada. Namun, ini berbeda. Kali ini, ia butuh teman.

"Ayo, gue temenin!"

Sesaat, Nada senang karena Halim, salah satu teman kantornya bersedia menemani setelah ia coba hubungi. 

"Cantik amat, ya, calon istri orang!"

Tersenyum ia tatkala dipuji laki-laki yang duduk di sofa panjang, di dalam bangunan sebuah butik, pada siang hari ini. Lalu, ia kembali mematut diri di depan cermin, memastikan bahwa gaun yang ia kenakan saat ini sungguhan cantik di badannya seperti perkataan Halim.

Memang cantik.

Namun, bukannya melebar, senyuman Nada justru menghilang.

Sebab cermin di depannya sekarang bukan hanya memantulkan bayangan dirinya tetapi juga bayangan satu manusia;

manusia yang hari ini berkata tidak bisa datang. 

Nada pikir ia hanya berilusi.

"Nada." Akan tetapi, suara ini terdengar begitu jelas di telinga. Pun setelah menoleh, mata Nada  kini melihat nyata sosoknya di ujung sana.

Sesaat mereka berdua bersitatap, sebelum pada ujungnya pandangan Ricky bergulir dan menangkap kehadiran laki-laki lain selain dirinya di sini.

Di dalam sebuah mobil yang melaju, di mana hanya ada Nada dan Ricky di dalamnya, perseteruan adalah hal yang pasti terjadi. 

"Kamu bilang nggak bisa dateng. Kamu yang nyuruh aku ngajak temen."

"YA, TAPI NGGAK COWOK JUGA, NAD!"

"Nggak ada lagi, Rick. Winda sama Sekar repot ngurus anak sama suaminya di rumah. Zola sama Sinta sibuk kencan sama pacar mereka. Cuma Halim yang bisa. Itu juga segan awalnya."

"Cuma Halim yang bisa? Bukannya emang udah diniatin mau sama dia?"

"Rick?! Ngomong apa sih?!"

"Alah! Jangan kira aku nggak tahu kalo kamu deket sama dia!" seraya menyetir kendaraan, tanpa peduli pada tatapan mata perempuan di sampingnya yang menyorot terluka, Ricky terus bicara,

"Istighfar, Nad! Kamu udah mau jadi istri! Calon istri aku, kamu, teh! Inget! Dibela-belain minta ijin ke klien biar bisa nyusulin kamu, nemenin kamu, eh kamunya udah malah udah ada temen. Cowok lagi!"

Muak mendengarkan, Nada perintahkan Ricky agar, "Turunin aku di halte depan, Rick!"

"Terus kamu mau pulangnya? Busway? Lama nunggunya. Atau mau minta anterin dia?"

"JALAN KAKI! PUAS?!" 

"Jalan kaki? Nggak usah kayak bocah, deh, Nad! Capek kamu, entar!"

Kala itu, bagi telinga Ricky, suara ramai kendaraan di luar tidak lebih mengganggunya ketimbang gumam seorang Nada, 

"Duduk di sini, lebih capek, sih."

[]







Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE SUNSET IS BEAUTIFUL, ISN'T IT? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang