Padahal, Nada kerap mendiamkannya berjam-jam bahkan pernah berhari-hari. Rasa-rasanya, Ricky ingin berlaku sama.
Namun, sekedar melihat layar ponselnya menampilkan notifikasi pesan juga panggilan masuk tak terjawab dari kekasihnya saja ia sudah dirundung perasaan bersalah.
Padahal, Ricky bukan ada di mana, melainkan hanya mendekam di bengkel kerjanya. Bukan pula berkelana mencari hiburan untuk benak yang kisruh setelah perseteruan tadi siang, melainkan hanya menyelesaikan kewajiban.
Aku baru pulang lembur
Satu pesan dikirimkan sebelum mengarungi jalan pulang dengan mobilnya.
Lembur?
Ngapain lembur segala, sih, Rick?
Nggak capek gitu kamu?Beberapa pesan masuk, Ricky lihat isinya dari pop up yang muncul di layar ponsel yang ia letakkan di samping posisi duduknya. Tak dibuka, tak dibalas. Ia memilih kembali menyetir, berusaha fokus, yang mana selalu gagal.
Ada banyak hal yang mengusik pikiran, meski wajahnya tertampil begitu tenang.
Rasa-rasanya ia ingin segera sampai ke kontrakan, mengistirahatkan semua, melipur penat yang bukan hanya melanda raga semata.
Namun, belum lama merebahkan badan di atas kasur, Ricky kembali membuka pejaman mata lalu mengulurkan tangan untuk menjangkau ponsel di meja.
Jam satu dini hari. Mungkin Nada sudah tidur, mungkin juga belum.
Dalam posisi berbaring miring di tengah ruangan yang gelap itu, Ricky menatap pesan-pesan Nada yang ia abaikan sebelumnya, lalu menatap foto profil Nada yang mana itu menampilkan sosoknya yang begitu cantik kala tersenyum.
Sadar tidak sadar, akhir-akhir ini Ricky jarang melihat kekasihnya itu tersenyum.
Sadar tidak sadar, Ricky menekan tombol dial.
Panggilan video disambungkan. Memanggil. Berdering. Terhubung.
Hal pertama yang Ricky lakukan ketika wajah kekasihnya—yang tengah berbaring, sama sepertinya—terpampang adalah menoreh senyum, berharap dengan itu, Nada juga memberinya hal yang sama.
"Aku udah janji ke klien bakal ngeberesin mesinnya hari ini, jadi tadi habis dari Jakarta langsung balik lagi ke bengkel."
"Oh, gitu."
"Maaf, ya, nggak langsung bales chat kamu dan nggak ngangkat telpon kamu. Tadi agak riweh di bengkel."
"Iya, nggak apa-apa, kok."
Nada pandai melaporkan berita, tapi tidak dengan melaporkan perasaannya. Ricky paham lebih dari siapapun di dunia ini sehingga ketika terdengar kalimat, "Aku juga minta maaf buat yang tadi siang,"
ia kembali menoreh senyum.
Meski cara bicara dan ekspresi Nada terbilang datar, Ricky bisa menangkap adanya sesal.
"Aku capek banget, Nad, hari ini."
Meski balasan atas keluhnya hanya, "Istirahat, Ricky!" ia lagi-lagi tersenyum
"Tadi aku sempet mampir ke nasi goreng langganan kita. Tapi, sekarang yang jual udah beda. Terus tadi aku pesen nasi gila, dan kamu tahu apa? Nasinya kayak masih mentah gitu, kurang mateng lah, masih ada rasa berasnya. Mau bilang ke yang jual, nggak enak. Jadi, ya udah aku makan aja, karena laper juga 'kan. Eh, barusan pas kerja, perutnya perih."
"Astaga, kamu, ih! Kan aku udah pernah bilang, makan nasi mentah tuh bikin sakit perut! Lain kali, mah, bilang aja ke yang jual! Jangan nggak enakan! Atau buang aja, kamu cari tempat makan lain!"
Meski balasan atas ceritanya adalah omelan, Ricky tetap mengulas senyum senang.
"Terus juga tadi, aku hampir nabrak bocah di deket masjid. Nangis tuh bocahnya. Jadi, weh, aku jajanin bakso tusuk."
"Tapi nggak kenapa-kenapa kan?"
"Nggak kenapa-kenapa dia, orang nggak kena. Tapi, mungkin agak kaget kali dia."
"Bukan bocahnya, tapi kamunya."
"Aku?"
"Iya, kamu nggak apa-apa, kan? Terus perutnya masih perih nggak?"
Seolah-olah ini adalah perhatian paling sempurna yang pernah ia terima. Senyum Ricky kian nampak lebar dan nyata, bahkan dibuntuti dengan suara kekehan pelan.
"Aman, kok, aku mah. Perut juga aman, tadi langsung minum susu putih," jawabnya yang bahkan tak sedikitpun berhasil memudarkan raut cemas di wajah Nada.
Ricky pandangi Nada dalam keheningan sebelum akhirnya ia membuat suara pelan, "Nad, kangen."
Sedetik Nada nampak kaget.
"Kan tadi ketemu, Rick. Lagian ini udah malem juga, masa, iya, mau ke sini. Capek banget gitu loh kamunya. Udah bobo aja sana! Besok 'kan kamu—"
"Kangen kamu senyum, Nada."
Detik berikutnya, setelah lancang menyela bicara Nada dan setelah menunggu sekian lama, akhirnya, Ricky melihat satu.
Senyuman Nada malam ini, terlihat manis juga getir di waktu yang sama. Namun, daripada itu, Ricky rasakan hatinya menghangat dan bagai hilang seluruh penat.
[]
backround biru aja dulu :v
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SUNSET IS BEAUTIFUL, ISN'T IT? [END]
Любовные романыRicky dan Nada menemui banyak keraguan pada bulan-bulan menjelang pernikahan. "Kalo nggak yakin, mending batalin!" short story by linasworld