03 | Teman Baru

50 5 0
                                    

°Rumah Ganendra°

"Pak Jeffran."

Jeffran yang baru saja melambaikan tangannya pada Gafi menoleh bingung, mendapati seorang wanita paruh baya dengan setelan formal yang sangat familiar baginya. Ia adalah Bu Nada, wali kelas Gafi.

"Bisa bicara sebentar?"

Jeffran tersenyum, kemudian mengangguk mengiyakan. Jujur saja ia merasa waswas karena Bu Nada tiba-tiba mengajaknya bicara. Pasti ada hal penting yang ingin disampaikan oleh wanita itu mengenai Gafi, dan ia harap itu bukanlah sesuatu yang mengkhawatirkan.

"Singkat saja, Pak Jeffran. Saya hanya ingin memberitahu bahwa sekitar dua hari yang lalu, Gafi menangis karena diganggu oleh teman-temannya."

Tanpa sadar kedua tangan Jeffran mengepal dan rahangnya mengeras. Sejujurnya, ia sering mendapati si bungsu menangis sepulang sekolah. Tapi ia kira itu wajar, karena Gafi bukanlah tipe yang mudah nyaman di lingkungan luar.

"Ia dianggap aneh oleh teman-temannya karena masih membawa botol susunya, Pak."

Sudah ia duga.

"Mungkin seharusnya saya bisa mencegah hal ini, Pak. Terlebih anak-anak merupakan tanggung jawab saya selama di sekolah. Namun saya mohon kerjasama-nya juga dengan bapak sebagai wali murid. Gafi tolong dibiasakan untuk tidak menyusu melalui botol lagi ya, Pak. Saya jiga gak tega liat Gafi yang dijauhi oleh teman-temannya karena dianggap aneh."

Jeffran menarik napasnya dalam-dalam, mencoba meredakan emosinya. Ia pun kembangkan senyuman andalannya, "Baik, Bu Nada. Terima kasih karena sudah diinformasikan ya, bu. Saya titip Gafi selama di sekolah ya, Bu. Maaf jika putra saya lebih merepotkan dibandingkan anak-anak lainnya."

"Sama-sama, Pak Jeffran. Memang sudah tugas saya untuk menjaga mereka selama di sekolah."

___

"Duh! Asli ribet banget!"

Hasya hanya mendengus kesal mendengar ocehan Sean sejak tadi. Sialnya, mereka itu satu kelas dan satu meja. Jadi sejak pagi hingga menjelang siang Sean terus saja mengoceh tentang kruknya yang terus saja menyenggol pemuda itu.

Padahal itu kan sudah pilihan Sean untuk duduk di pojok! Kruk Hasya juga perlu disenderkan ke dinding! Dan satu-satunya dinding terdekat ya hanya dinding di samping Sean. Meskipun Sean jadi harus merelakan tempat sandaran ternyaman di sana, tapi ini kan demi kemanusiaan! Begitulah kurang lebih yang Hasya pikirkan, sambil menahan diri untuk tidak mencakar wajah glowing sahabatnya itu.

Harusnya sih, Sean itu bersyukur karena pada akhirnya Hasya bisa masuk sekolah hari ini. Terlebih setelah seminggu penuh gadis itu absen karena permasalahan kakinya itu. Lagian kalau Hasya tidak sekolah, memangnya siapa yang mau berteman dengan Sean yang bawel itu? Ya, mungkin ada sih. Tapi Hasya itu kan spesial ya, edisi terbatas. Cuma satu lah di dunia.

Hari ini juga ia sangat bersemangat sekali untuk berangkat sekolah. Ia juga sudah meminta sang ayah untuk menguncir rambut panjangnya itu dengan rapih dan juga mengenakan jepitan pita biru kesukaannya itu.

"Kenapa sih gak pake kursi roda aja?!"

Hasya melotot tak terima. Bisa-bisanya orang itu! "Lo pikir gue cacat?!" ucapnya tak terima.

Rumah GanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang