Awal | Kehidupan lain

72 9 0
                                    

°Rumah Ganendra°

Hasya menatap kosong ke arah bawah, kedua tangannya menggenggam erat pagar besi yang membatasi balkon rumahnya. Kedua matanya menarawang jauh ke arah kolam renang yang nampak tenang di bawah sana. Otaknya kini tengah memutarkan beberapa kemungkinan yang akan ia hadapi ketika tubuhnya terjatuh dari tempat itu. Jika beruntung, ia akan terjatuh di kolam renang dan mati karena kehabisan nafas. Dan jika tidak beruntung, mungkin saja tubuhnya akan terjatuh di pinggiran kolam, tubuhnya akan hancur dan ia akan mati karena kehabisan darah.

Gadis itu menarik napasnya dalam, ia memejamkan matanya sambil menggeleng pelan. Rasa takut menyeruak di dalam dadanya, sesak begitu jelas terasa di sana. Sejujurnya, ia sangat takut dengan ketinggian. Bayangan akan tubuhnya yang melayang dan menghantam lantai dingin di bawah sana saja sudah membuatnya hampir mati ketakutan. Andai saja ia memiliki pilihan, mungkin ia lebih memilih untuk mati dengan tenang. Pada kenyataannya, bertahan hidup tidak ada dalam pilihannya saat ini.

Hasya telah kehilangan arah. Harapannya, kecintaannya kini telah pergi. Bilang saja ia gila, karena jiwanya kini telah menghilang separuhnya.

"-Sya?"

"Berhenti Juan!"

Gadis itu berteriak panik. Keduanya matanya yang masih terpejam itu bergerak gusar. Ia dihadapkan pada situasi yang serba salah. Jika ia membuka kedua matanya, ia sungguh ketakutan jika harus membuka kedua matanya. Namun dengan situasi gelap seperti ini, terlebih suara Juan yang terdengar jelas di belakangnya, justru ia merasa semakin panik saat ini.

"Sya, Gafi gak bakal suka kalo lo ngelakuin hal ini."

Hasya mendengus kesal. Dengan tubuh yang bergetar ketakutan serta keberanian yang mulai terkumpul separuh, ia berbalik dan menatap tajam Juan yang kini tengah berdiri beberapa langkah di belakangnya.

"Tau apa lo tentang Gafi?! Lo aja gak ada pas gue dan Gafi butuh lo, Juan! Lo gak ada!"

"Hasya, sini sama Ayah ya, sayang. Di sana bahaya, ayah tau kamu ketakutan. Ada Ayah sama Juan di sini, Sya."

Hasya menggeleng, kedua matanya yang sembab itu menatap kecewa ke arah Jeffran yang kini berada di belakang Juan. Seolah-olah tengah ketakutan karena kehadiran sang ayah, gadis itu menangis keras sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Tentu aksinya tersebut membuat Juan maupun Jeffran menatap miris ke arah gadis itu. Entah berapa banyak luka yanh diterimanya hingga ia berani berbuat hal nekat seperti ini.

"Hasy-"

"DIAAAMMM!"

Jeffran dan Juan sama-sama terkejut dengan suara teriakan Hasya itu. Suara isakan kuat dari gadis yang masih memakai seragam sekolahnya itu terdengar sangat menyayat hati. Mereka sama-sama tahu jika gadis itu telah kehilangan jati dirinya. Tidak ada lagi Hasya yang mereka kenal. Semuanya telah menguap, melayang entah kemana.

"Sya-"

Hasya menatap was was ke arah Juan yang nampak dengan tenang menghampirinya. Kedua matanya memelototi pria itu, "Gue bilang berhenti Juan!"

"Nggak Hasya! Lo nggak berhak buat ngatur gue!"

Gadis itu terdiam, masih dengan isakannya yang mulai melirih. Juan benar-benar menghampirinya, membawanya ke dalam dekapan erat pria itu.

"Gafi pernah bilang dia benci sendirian, Sya."

Suara Juan melirih, terdengar seperti bisikan. Senyumnya menyendu, ia gunakan tangan kanannya untuk mengusap pelan rambut panjang saudarinya itu.

"Lo pastinya inget janji kita kan, Sya? Gue nggak bakal biarin kalian sendirian. Entah lo ataupun Gafi."

Hasya di dalam dekapan Juan hanya bisa terdiam mendengarkan sang kakak berbicara. Ia tersenyum sendu, sambil membalas dekapan erat sang kakak sambil memejamkan kedua matanya dengan erat.

"Kita temuin Gafi bareng-bareng, Sya."

Hasya mengernyit bingung. Kedua matanya yang semula terpejam, kini menatap bingung ke arah Juan yang kini tengah menatap kosong ke arah kolam renang di bawah sana, sama seperti yang ia lakukan sebelumnya.

"Ju-"

"JUAN! HASYA!"

Belum sempat ia memanggil nama Juan, tubuhnya tiba-tiba saja dibawa melayang begitu saja. Dekapan Juan semakin terasa erat, tak membiarkan tubuh mereka terpisah satu sama lain. Rasanya begitu tiba-tiba, angin berhembus dengan sangat kencang dengan kecepatan yang tak pernah Hasya bayangkan sebelumnya. Mungkin saja tubuhnya akan hancur menyentuh lantai, atau mungkin-

BYURRRRR

-air akan menyambut kematiannya dengan senang hati.

Bersambung...

19/06/2024
Justformyji

Rumah GanendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang