DIA ATHALA #09

481 50 2
                                    

Happy reading
.
.
.

19.47pm

Dimana ketiga pemuda yang sudah menyelesaikan makan malam mereka. Mereka hanya makan malam bertiga, dengan lauk seadanya. Itupun mereka pesan lewat gofood di karenakan ketiganya yang tidak bisa memasak.

"Cuci piring kalian masing-masing." Ucap si sulung setelah ketiganya usai makan.

Kedua adik kembarnya mengangguk mengerti lalu pergi menuju wastafel untuk mencuci piring bekas mereka makan. Dilanjut oleh dirinya.

"Jadi, bagaimana sekolah kalian?" Tanya si sulung kepada kedua adiknya yang sama-sama tengah menonton tv diruang tamu.

Si kembar menoleh menatap pada kakaknya untuk menjawab sebuah pertanyaan yang sangat amat jarang, bahkan terhitung tidak pernah mereka dengar dari kakaknya selama ini.

"Baik, tair dapet nilai plus di ulangan harian matematika tadi." Jawab si bungsu membuat si sulung mengangguk bangga. Lalu beralih pada si tengah.

"Al juga sama, bedanya nilai ulangan al biasa aja." Ungkap si tengah sendu, menundukkan kepalanya sedih.

Athala yang melihat adik tengah nya murung pun mencoba untuk menghibur nya. Walaupun terkesan kaku, namun itu cukup membuat rasa percaya diri altar kembali.

"Tidak usah murung, nilai bukan segalanya." Ujar kakak dua adik itu. Ia bahkan mengelus kepala kedua adiknya, walaupun pergerakannya cukup kaku.

"Em..makasih bang, abang ngga marahin al." Athala hanya berdeham lalu mengangguk sebagai respon.

Athala tahu bagaimana di tuntut sempurna. Nilai harus sempurna, dirinya harus sempurna. Itu sangatlah menyiksa, maka dari itu athala tidak mempermasalahkan kedua adiknya untuk menjadi sempurna.

Athala yang dulu mungkin memang benci pada adiknya, tapi biarkan dirinya menjadi sosok kakak yang dapat diandalkan oleh kedua adiknya. Itulah misi athala untuk sekarang dan kedepannya.

"Al jadi kepikiran daddy sama buna, bang..."

"Saya bukan abang bakso yang bisa kalian panggil bang." Athala tiba-tiba berucap seperti itu ketika altar sedang berbicara.

Twins menatap kakak sulungnya bingung, lantas panggilan seperti apa yang athala inginkan?

"Panggil saya, kakak. Itu lebih baik." Final nya yang diangguki saja oleh si kembar.

"Dan untuk mereka berdua, kalian tidak usah pikirkan." Singkat athala namun tidak mendapat respon dari si kembar. Membuat athala menghela nafasnya.

"Besok bolos saja, saya akan membawa kalian ke suatu tempat." Ungkap athala selanjutnya, membuat si kembar menatap penuh tanya pada kakaknya.

"Loh kenapa? Emang ab--maksut nya kakak mau bawa kita kemana?" Tanya altair lebih dulu dilanjut oleh altair.

"Kalau daddy sama buna tahu, gimana kak?"

"Kalian ikut saja, saya mau keluar dulu. Kalian tidurlah, jangan sekali-kali keluar, paham?" Athala berucap sambil mengingatkan pada keduanya.

"Paham." Balas kembar bersamaan dengan athala yang bangkit dan pergi.

Athala bahkan dengan percaya diri nya hanya mengenakan hoodie hitam dan celana selutut yang senada dengan hoodie.

.
.
.

"Bagaimana, apa semuanya telah kau urus?" Tanya pria berkepala empat kearah putra bungsunya.

"Sudah, semuanya telah Elang urus. Elang izin pulang, pah." Izinnya untuk pamit dari kediaman kedua orangtuanya. Lebih tepatnya diruangan kerja sang ayah.

REINKARNASI [BxB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang