.
.
.
."Kamu orang yang beruntung, Caine. Mungkin kamu nggak sadar, tapi tolong sekali saja lihat siapa yang selama 4 tahun ini bersama kamu. Berhenti terus melihat luka lama itu. Bahagiakan dia. Aku menyerah di sini. Aku akan memulai kehidupan baru. Aku harap jika aku kembali nanti ada kabar baik yang ku dengar," ucap Thia.
Caine diam dalam kebingungan.
"Aku pamit," lanjut Thia, lalu mematikan telepon tersebut.
Caine menatap ponselnya dengan pikiran berkecamuk. Kata-kata Thia menggema di kepalanya, menyadarkannya tentang seseorang yang selalu ada di sisinya selama ini.
Dengan hati yang sedikit lebih terbuka, dia berusaha mencari jawaban yang selama ini dia abaikan. Malam itu, Caine duduk sendirian, merenungkan perasaannya dan hubungan yang dia miliki.
Perasaan campur aduk memenuhi pikirannya, tetapi satu hal yang pasti dia tahu ada seseorang yang perlu dia hargai lebih dari sebelumnya.
" Aku tau, aku tau tepat apa yang dia maksud. Tapi, kenapa aku selalu menyangkalnya? "
.
.
.Happy Reading
.
.
.Pagi yang biasa di kediaman Chana, Caine sibuk bersiap-siap sebelum akhirnya menitipkan putrinya, Resha, ke rumah ibunya.
Setelah memastikan segala keperluan Resha sudah terpenuhi, ia melajukan mobilnya ke arah kantor.
Di perjalanan, pikirannya kembali melayang pada percakapan dengan Thia semalam. Kata-kata Thia terus terngiang di kepalanya.
Saat tiba di kantor, Caine mencoba fokus pada pekerjaannya, meskipun perasaannya masih bergolak. Dia tahu bahwa dia harus segera menghadapi dan menyelesaikan masalah perasaannya sebelum semuanya semakin rumit.
Gin telah merencanakan kejutan untuk ulang tahun Caine, jadi dia harus menjaga jarak dan bertindak seolah-olah dia sangat sibuk.
Pagi itu, Gin sibuk dengan pekerjaannya, dan ketika Caine mendekatinya, dia tidak ingin membiarkan rahasianya terbongkar.
"Gin, bisa ngomong sebentar?" tanya Caine pelan.
Gin menoleh dan melihat wajah Caine yang serius. "Aku sibuk," ucap Gin singkat, lalu melangkah meninggalkan Caine tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
Caine merasa bingung dan sedikit kecewa. "Aa-ah, okey..." gumamnya, menatap punggung Gin yang semakin menjauh.
Dia kembali duduk di mejanya, menatap layar komputer, mencoba mengalihkan perhatiannya dari perasaan aneh yang mengganggu.
Sepanjang hari, Gin terus menghindari Caine dengan berbagai alasan. Setiap kali Caine mencoba mendekat, Gin selalu tampak sibuk atau tergesa-gesa pergi ke tempat lain. Caine mulai merasa semakin bingung dan cemas. Tidak biasanya Gin bertingkah seperti ini.
"What's wrong with him?" pikir Caine.
Waktu makan siang tiba, biasanya Caine akan berkumpul dengan Echi dan yang lainnya untuk mengobrol bersama, tapi hari ini ia duduk di mejanya, tak ada sedikit pun nafsu untuk makan.
Ia hanya menatap makan siangnya yang tidak disentuh, perasaan sedih dan bingung menyelimutinya.
"Apa ada yang salah dengan ku?," gumam Caine pada dirinya sendiri.
Saat Gin lewat di sampingnya, Caine segera memanggil, "Gin!"
Gin menoleh sejenak, memberikan tatapan tajam, lalu berjalan pergi tanpa mengubris panggilan Caine sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANA'S
Fanfiction" Caine Chana. . .? " - TNF - RionCaine - Bromance - BXB - Fanfict - Fictional