caine and mia?

389 40 1
                                    

.
.
.
.

“Huhh,” keluh Gin lalu menjatuhkan dirinya di sofa.

Dia menatap langit-langit, merasa lega telah berhasil merayakan ulang tahun Caine meskipun dengan segala kebingungan dan frustrasi yang terjadi sebelumnya.

Pikiran Gin kembali melayang, mengenang momen-momen indah yang telah mereka lalui bersama. Dengan senyum di bibirnya, Gin akhirnya memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam kelelahan dan kepuasan malam itu. Hari yang panjang dan penuh emosi akhirnya berakhir dengan kedamaian.

.
.
.

Happy Reading
.
.
.

Rion duduk di ruang kerjanya, pikirannya sibuk mencoba menyusun kepingan-kepingan memori yang terasa buram.

Dia menghela napas panjang dan mulai membuka komputer lamanya, berharap menemukan petunjuk tentang masa lalunya dengan Caine.

Rion mengotak-atik folder demi folder, mencoba mengingat kembali momen-momen yang mungkin telah dia lupakan. File-file lama dibuka satu per satu, tetapi belum ada yang memicu ingatan yang jelas. Rasa frustasi mulai menggelayuti hatinya, tetapi dia tidak menyerah.

Setelah berjam-jam mencari di komputer, Rion memutuskan untuk memeriksa ruangan kerja lainnya. Dia membuka laci-laci, mengeluarkan kotak-kotak berisi kertas dan barang-barang kenangan lainnya.

Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah kotak kecil yang tersembunyi di sudut lemari.

Dengan hati-hati, Rion membuka kotak itu dan menemukan sejumlah foto lama. Di antaranya, ada satu foto yang menarik perhatiannya, sebuah foto Caine berdiri di pantai yang indah dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

Rion menatap foto tersebut, hatinya berdegup kencang. Tiba-tiba, rasa sakit yang tajam menyambar kepalanya. Dia memegang kepalanya, mencoba menahan rasa sakit itu. Dalam sekejap, salah satu potongan memori mulai melesat di kepalanya.

Dia ingat saat mereka berjalan di sepanjang pantai, tawa Caine yang ceria, dan janji-janji yang mereka buat satu sama lain. Kenangan itu begitu kuat, seakan-akan semua terjadi kemarin.

Rion terduduk di lantai, memegangi foto itu erat-erat. Air mata mengalir di pipinya saat dia mengingat kembali cinta yang pernah dia miliki dengan Caine. Rasa sakit di kepalanya perlahan-lahan mereda, digantikan oleh perasaan hangat dari secerca memori yang kembali.

“Caine,” bisiknya, menatap foto itu dengan penuh emosi. Rion menaruh foto kecil itu di dompetnya, menyimpannya dengan hati-hati seperti harta berharga.

___________________________________________

Caine duduk di mejanya, matanya terfokus pada komputer dan berkas-berkas di sampingnya. Perutnya bergemuruh menahan lapar dia melewatkan sarapan dan makan siangnya hari ini.

Entahlah, hari ini ia tak ingin melakukan apa-apa, bahkan untuk makan pun rasanya tak ada tenaga.

Dia menghela napas, mencoba memusatkan perhatian pada pekerjaannya, tetapi pikirannya terus melayang ke arah lain.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, dia meraih cangkir kopi yang sudah dingin di meja. Setelah menyesap sedikit, dia menyandarkan tubuhnya di kursi dan memejamkan mata sejenak.

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu kantornya membuatnya tersentak. "Masuk," ucap Caine lemah, berharap itu bukan tambahan beban kerja.

Pintu terbuka, dan Gin masuk dengan ekspresi serius. "Caine...," katanya, mendekati meja Caine.

Caine menatap Gin dengan kelelahan yang terpancar jelas di wajahnya. "Hmm," tanyanya dengan suara serak.

Gin duduk di depan Caine, menatapnya dengan penuh perhatian. "Hey, are you okay?" tanya Gin sambil mengusap rambut Caine.

CHANA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang