first meet ?

998 72 4
                                    

.
.
.
.
.

Happy Reading

.
.
.
.

“Ehh anak mami uda bangun,” seru Caine lalu menggendong bayi perempuan tersebut.

Caine Chana, anak satu-satunya dari keluarga Chana. Caine mengadopsi seorang bayi perempuan yang ia temukan tepat di depan pagar rumahnya.
Caine tinggal berdua dengan putrinya itu bukan karena apa-apa, hanya saja Caine lebih nyaman tinggal sendiri dibanding dengan orang tuanya.
Orang tua Caine bisa dibilang lumayan berada, tapi Caine tetap ingin hidup dengan penghasilannya sendiri tanpa bantuan orang tuanya.

Ponsel Caine bergetar di meja, tanda ada pesan masuk. Ia mengintip layar dan melihat pesan dari ibunya: "Caine, kamu jadi wawancara kerja kan hari ini? Resha titipin ke mama aja yaa."

Caine tersenyum. Meskipun ia memilih hidup mandiri, hubungan dengan orang tuanya tetap baik. Ia mengetik balasan singkat, "Iya Ma, bentar lagi Caine ke sana."

Setelah memastikan bubur bayinya sudah cukup dingin, Caine duduk di sebelah kursi bayi dan mulai menyuapi putrinya.

"Makan yang banyak ya, sayang," ujarnya lembut sambil tersenyum.

Usai sarapan, Caine membersihkan bayinya dan mempersiapkan perlengkapan yang perlu dibawa. Resha, putrinya, tampak ceria mengenakan baju pink dengan hiasan bunga di kepala.

Caine selalu memastikan bahwa Resha tampak rapi dan nyaman sebelum keluar rumah.

Setibanya di rumah orang tuanya, Caine disambut hangat oleh ibunya. "Halo, Resha sayang, sini sama Oma!" seru ibunya sambil meraih Resha dari gendongan Caine.

"Kamu sudah siap untuk daftar kerja, Caine? Jangan gugup, Mama yakin kamu pasti bisa."

Caine mengangguk sambil tersenyum. "Terima kasih, Ma. Doakan Caine ya. Kalau ada apa-apa, kabari Caine langsung."

Setelah berpamitan dan mencium pipi Resha, Caine bergegas menuju perusahaan desain tempat ia akan mendaftar.

Sesampainya di sana, ia disambut oleh resepsionis yang ramah dan dipandu menuju ruang tunggu. Jantungnya berdegup kencang, tapi Caine berusaha tetap tenang dan percaya diri.

"Caine Chana," namanya terpanggil. Caine menghela napas, mencoba menetralkan
emosinya, lalu berjalan memasuki ruang wawancara.

Di sana, duduk seorang laki-laki dengan rambut coklat muda dan badan kekar. "Kaya preman," batin Caine. Ia berusaha tidak terpengaruh oleh penampilan luar dan tetap fokus.

Caine duduk di kursi yang disediakan. "Selamat pagi, Pak," sapanya sopan.

Laki-laki itu mengangguk singkat tanpa senyum. "Hmm, saya Gin. Mari kita mulai, mengapa Anda merasa cocok untuk posisi ini?"

Caine tersenyum gugup. "Saya memiliki pengalaman yang cukup luas dalam desain grafis, terutama dalam proyek-proyek kreatif dan inovatif. Saya juga..."

Gin memotongnya dengan nada tajam. "Langsung ke intinya, Caine. Apa yang membuat Anda berbeda dari pelamar lainnya?"

Caine menelan ludah, berusaha menjaga ketenangannya. "Saya mendapatkan inspirasi dari kehidupan sehari-hari. Saya juga memiliki imajinasi yang luas serta saya sudah terbiasa mengelola waktu dengan baik."

Gin  mengangkat alis, tampak tidak terkesan. "Tidak menarik. Di sini tertulis kamu pernah bekerja di perusahaan yang cukup besar ya," ucap Gin sambil membolak-balik CV milik Caine.

"Mengapa kamu meninggalkan pekerjaan di perusahaan besar itu?"

Caine merasakan ketegangan di ruangan itu meningkat. "Saya merasa perlu mencari tantangan baru dan lingkungan yang lebih mendukung kreativitas saya. Selain itu, saya juga ingin menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan diri saya."

CHANA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang