thank you, thia. . .

373 34 4
                                    

.
.
.
.

Rion mengusap wajahnya, berusaha mengatasi gelombang emosi yang menghantamnya. "Caine...," gumamnya pelan. "Apakah kamu merasakan hal yang sama? Apakah kamu juga merindukan aku seperti aku mulai merindukanmu sekarang?"

Ia tahu, perjalanan untuk mengingat semuanya mungkin masih panjang. Tapi, untuk pertama kalinya, ia merasa ada harapan. Harapan bahwa suatu hari nanti, ia akan mengingat semuanya. Dan mungkin, hanya mungkin, ia bisa memperbaiki apa yang telah hilang.

.
.
.

Happy Reading

.
.
.

"Bro!" sapa Rion sambil menepuk pundak Gin. "Tumben banget ngajak ketemuan segala, kenapa?" tanya Gin.

Siang ini, Rion meneleponnya untuk bertemu di sebuah kafe dekat masionnya. Rion duduk di kursi dan memesan minuman untuknya.

"Mau tanya aja, lo deket sama Caine?" tanya Rion. Gin menyeruput minumannya.

"Gua sama Caine teman lama, kenapa?"
Rion mengangguk paham. "Hal yang disukai Caine apa?"

Gin berpikir sejenak. "Caine suka bunga matahari, dia juga suka laut dan tempat yang menenangkan."

"Tempat apa yang paling dia suka?" tanya Rion lagi.

Gin diam sejenak. "Aquarium," ucap Gin.

Rion terdiam. "Aquarium, aku seperti pernah mendengarnya," pikirnya.

"02 Februari 2018, ini kencan pertamaku dengan Caine. Aku membawanya ke sebuah aquarium di kota. Semenjak itu, dia selalu bilang kalau aquarium adalah tempat favoritnya."

Gin menatap Rion dengan penasaran. "Kenapa tiba-tiba tanya tentang Caine?"

Rion menggeleng, berusaha terlihat santai. "Gua mau ajak Caine jalan, hahah."

Gin hanya berdehem, lalu memandang ke luar tanpa menghiraukan Rion. Keduanya terdiam sejenak, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Rion merasa ada yang mengganjal, namun ia mencoba mengabaikannya. Ia memutuskan untuk mengubah suasana. "Eh, lo pernah kesini sebelumnya? Kafenya enak juga ya."

Gin mengangguk, masih memandang ke luar. "Iya, sering ke sini. Tempatnya nyaman buat ngobrol atau sekadar ngopi."

___________________________________________

“Pagi, Caine,” sapa Rion.

“Eh, pagi, Yon,” balas Caine dengan senyuman.

“Weekend ini ada janji gak?” tanya Rion.

Caine diam, berpikir sejenak. “Enggak, kenapa?”

Rion menggaruk tengkuknya canggung. “Aku mau ajak kamu keluar.”

Caine menatap Rion bingung. “Kemana?” tanyanya.

“Rahasia,” jawab Rion, membuat Caine mengerutkan keningnya. “Mau?”

“Hmm, aku kabari nanti,” ucap Caine, lalu pergi meninggalkan Rion.

Caine duduk di kursinya, pikirannya tak karuan. Apa yang harus ia lakukan? Menghindar atau membiarkan Rion mengingat semuanya?

Caine membuka ponselnya, mengetik sebuah pesan: “Bisa bicara sebentar saat makan siang nanti?”

Waktu makan siang tiba, Caine beranjak dari mejanya dan berjalan menuju kantin. Caine menyapa Gin, “Maaf bikin kamu nunggu.”

Gin tersenyum melihat Caine. “Ga masalah, mau ngomong apa?”

Mereka duduk di sebuah kursi, dan Caine mulai menceritakan tentang ajakan Rion.

CHANA'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang