FTW - 1

1.6K 83 2
                                    

"Karena kita hanya harus terus bersama, maka semua akan baik-baik saja." - FTW

***

Musim panas sudah berlangsung hampir sepuluh purnama tapi matahari seolah enggan beranjak dari langit Fairy Land, negeri para peri yang selalu ceria. Ribuan bunga Litheas yang sedang tumbuh perlahan layu karena sinar matahari yang tidak berhenti. Bakal bunga Loira yang seharusnya sudah mulai tumbuh harus terhambat karena hujan belum juga turun. Kemarau panjang sedang melanda.

Elfvarian, desa kecil bagian selatan Fairy Land, tidak jauh dari istana Queras, menjadi satu-satunya desa yang tengah dilanda kemarau panjang. Raja Albiz dan Ratu Fleuria sudah berusaha keras membuat Elfvarian terguyur hujan dengan mendatangkan puluhan peri ahli sihir dari desa lain, namun belum mendatangkan hasil. Ribuan hektar padang bunga masih layu dan mati sebelum sempat mekar.

Banyak gunjingan miring yang mengatakan kalau kerajaan sedang terkena kutukan sehingga mengakibatkan penduduk desa menderita, tapi Pangeran Loir, putra tunggal Yang Mulia Raja Albiz dan Ratu Fleuria, membantahnya. Menurutnya kemarau panjang yang melanda Elfvarian hanya segelintir siklus perubahan iklim, tidak lebih.

"Ayahanda tidak usah khawatir, aku akan mencoba mencari jalan keluar. Hujan pasti akan kembali mengguyur Elfvarian," kata Pangeran Loir kepada Yang Mulia Raja Albiz suatu hari. Yang Mulia Ratu Fleuria tersenyum melihatnya, kemudian lansir dari kediaman sang pangeran dengan kepakan sayap ringan.

Saat itu, Raja Albiz merasa memiliki keyakinan kalau rakyatnya akan kembali makmur, tapi setelah hampir delapan purnama berlalu hujan masih belum turun. Ditambah penyakit-penyakit aneh mulai menyerang Elfvarian, membuat keyakinan sang raja meluntur perlahan. Dan keyakinannya benar-benar hilang ketika desa-desa lain di Fairy Land ikut dilanda kemarau.

***

Malam mulai terasa membekukan ketika Dee mengepak-kepak kecil memasuki salah satu kelopak bunga Litheas yang menggantung terbalik. Makhluk mungil itu berpendar dalam kegelapan malam. Tubuh mungilnya menyerupai manusia, sama-sama memiliki dua tangan dan dua kaki sebesar dua ruas jari. Sayap kupu-kupunya yang transparan berkepak ringan dan berpendar keemasan. Kulit mereka seolah mengeluarkan cahaya.

Peri cantik itu terduduk lemah di salah satu sulur bunga yang menjuntai. Sayapnya terasa kebas setelah terbang hampir seharian penuh mengelilingi Fairy Land, mencari seorang peri penyihir yang menurut beberapa temannya bisa menjawab pertanyaannya, tapi nihil. Sampai sayapnya nyaris patah, peri sihir itu tidak juga ditemukan.

"Dee, kau sudah pulang?" Suara nyaring milik Emerald memecah keheningan. Dee menoleh, wajah sahabatnya itu menyembul kecil dari balik tumpukan kelopak bunga, lalu terbang rendah menghampiri Dee. Dee menggeleng lemah. Wajah cantiknya terlihat lesu dan tidak bertenaga.

Emerald menarik napas panjang, tersenyum lebar. Sebelah tangannya menyentuh pundak Dee. "Jangan putus asa, besok masih bisa mencoba lagi."

Dee tersenyum tipis.

"Kau sudah makan?" tanya Emerald, Dee menggeleng. "Mau kubuatkan sesuatu?" lanjut Emerald.

"Aku tidak lapar, Emi, aku penasaran," jawab Dee menerawang. Pikirannya berputar mengingat pertemuan tidak terduganya dengan seekor semut ketika sedang berteduh di dahan pohon Apel.

"Ada apa?" tanya Emerald heran. Keningnya mengernyit samar, merasa tidak biasa melihat Dee tercenung seperti memikirkan sesuatu. Sahabatnya itu selalu terlihat ceria dan enerjik. Raut seriusnya hanya akan ditemukan ketika fokusnya terenggut sesuatu.

"Emi, apa kau percaya pada dongeng?"

Emerald atau Dee lebih suka memanggilnya Emi, menggeleng. "Tidak terlalu, kenapa?"

Dee berpikir sebentar, kemudian menatap Emerald. "Tadi siang aku bertemu seekor semut saat sedang berteduh. Aku menceritakan sedikit tentang Elfvarian, lalu..."

Emerald memperhatikan Dee yang terdiam, lalu mendudukkan pantatnya di samping Dee. "Lalu apa, Dee?" tanyanya kemudian.

"Semut itu bilang, ada sebuah kitab yang bisa menjawab kenapa hujan tidak juga turun di Elfvarian, bahkan dia mengatakan tidak perlu mencari penyihir untuk memanggil hujan."

Emerald memiringkan kepalanya. "Kitab? Kitab apa?"

"Iluvatar."

Mata Emerald membola seketika. Dengan cepat ia membungkam mulut supaya tidak berteriak. "I—iluvatar?"

Sebelah alis Dee terangkat dengan gaya ironis, menatap aneh pada Emerald yang terkejut. "Kenapa? Ada yang aneh dengan ucapanku?"

Emerald menggeleng berulang. "Kau serius kalau semut itu menyebut Iluvatar?" Dee mengangguk. "Bukan yang lain?" Dee menggeleng.

"Hmm, aku tidak berniat membuatmu kecewa, Dee, tapi kalau kau mau mencarinya sebaiknya lupakan."

Kening Dee berlipat. "Kenapa?"

"Karena hanya ada satu tempat yang menyimpan kitab itu dengan sangat baik."

Mata Dee berbinar senang. "Kau tahu, Emi? Di mana? Di mana aku bisa menemukan kitab itu?"

"Hmm... Perpustakaan Queras."

"Apa?!"

***

"Dee, jangan gila! Kau tidak boleh ke sana, berbahaya! Kau bukan pahlawan yang harus menyelamatkan dunia, kau itu—"

Dee sama sekali tidak menggubris larangan-larangan Emerald. Setelah semalaman ia berpikir keras sampai-sampai tidak tidur, akhirnya ia memutuskan untuk mendatangi perpustakaan istana. Baiklah, ini memang ide gila, tapi ia tidak akan tenang kalau rasa penasarannya belum terjawab. Dan lagi tidak mungkin ia terus-terusan diam melihat desanya kering kerontang, lama-lama ia juga bisa mati kekeringan.

"Dee, kau dengar aku, tidak? Jangan sok, ayolah, kau hanya peri biasa, sama sekali tidak punya keahlian sihir atau perang, kau bisa mat—"

"Emi, ayolah, aku hanya berniat melihat kitab itu, bukan mencurinya. Lagi pula kau akan menemaniku, maka—"

"Apa?! Menemani?! Oh, Dee, jangan sinting! Kau tidak tahu 'kan bagaimana para peri penjaga itu? Mereka menjaga pintu perpustakaan dengan sangat garang, seperti babi hutan yang kelaparan."

Aktifitas Dee terhenti. Ia berkacak pinggang di depan Emerald sambil menarik napas. Sayapnya mengepak pelan. "Jadi, kau tidak mau menemaniku?"

Emerald ikut menarik napas, terbang kecil menghampiri Dee. "Bukan tidak mau, Dee, tapi kau tahu sendiri bagaimana peri-peri itu menjaga pintu istana. Kita bukan siapa-siapa, bagaimana mungkin kita bisa masuk ke sana..."

Ya, Emerald benar. Perpustakaan Queras sangat-sangat terjaga dan yang bisa memasuki tempat itu hanya orang-orang tertentu. Raja saja belum tentu bisa masuk. Apalagi penjagaan di pintu masuk sangat ketat tidak mungkin mereka berdua bisa menerobosnya tanpa keahlian.

"Dee, untuk kali ini, dengarkan aku..."

Dee menatap sendu Emerald. Bukan. Ia bukan tidak mau mendengarkan Emerald, perkataan Emerald semua benar, tapi... rasa ingin menolong dan penasarannya terlalu tinggi. Baiklah, lupakan alasan pertama. Karena sebenarnya rasa penasarannya lah yang lebih memuncak dan satu alasan yang membuatnya harus ke sana. Harus.

"Emerald, apa kau tidak kasihan melihat penduduk desa kita kelaparan karena semua ladang bunga mengering? Apa kau tidak mau lagi tidur dengan suhu normal seperti dulu? Apa kau sudah lupa bagaimana bahagianya melihat peri-peri kecil mulai lahir di setiap kelopak Litheas yang semi mekar? Apa kau—"

Baiklah, Emerald tidak tahan kalau mendengar bagaimana pemandangan ketika peri-peri baru berdatangan. Sangat indah dan mengagumkan. "Oke, cukup! Aku ikut!"

Well, Emerald sudah kadung menjawab, dan ia yakin setelah ini bahaya akan mengekori mereka berdua.

***

Find The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang