13 | NARAYAN

153 32 12
                                    

Hazel Eyed Man

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hazel Eyed Man


***


Kedua tanganku mendorong pelan daun pintu yang setengah terbuka, di balik pintu itu Hayden sedang menempelkan handuk dingin pada lebam biru di tulang pipinya sambil bersandar di punggung kursi. Wajah bersih seorang pangeran tak lagi nampak pada kulit eksotis itu, yang ada hanya garis-garis luka serta memar yang membuat wajahnya terlihat sangar nan mempesona. Aku tidak bohong, meski dengan wajah seperti itu, ia masih tak kehilangan paras tampan yang selalu digilai oleh banyak wanita di luar sana. Lupakan fakta bahwa istriku juga pernah menyukai wajah itu. Rasa pahit menjalar ke seluruh lidahku saat mulai mengalihkan pandangan pada luka besar di lengan Janav, ia sedang berjaga di sekitar jendela. Kepala keduanya langsung tertoleh padaku begitu engsel besi pada pintu yang kudorong berderit nyaring.

"Aku datang menuntut banyak penjelasan. Kita mulai dari ayahmu yang masih memimpin kerajaan ini." Aku menarik kursi di hadapan Hayden, terduduk di sana sambil menyilangkan tangan ke dada dengan raut wajah yang sengaja kubuat tegas.

"Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya." Hayden menjawab sarkas, mencelupkan kembali handuknya ke dalam ember berisikan air dingin dengan es batu.

Menilik wajahnya lamat-lamat, ada rasa bersalah mengalir dalam dadaku karena tak menanyakan keadaannya lebih dulu. Aku bisa merasakan perih dari lecet di sekitar dagunya, juga perban yang membalut telapak tangannya meninggalkan noda merah yang menggelap. Separah itu.

Janav ikut menghampiri, wajahnya tak kalah kacau. Tidak heran, apa yang mereka hadapi di tanah Zephyr adalah pasukan yang dikirim dari laut mati. Makhluk astral dengan berbagai kelebihan, pedang biasa takkan mampu menebas mereka. Hanya pedang yang ditempa oleh tangan para penyihir legendaris yang sanggup melenyapkan mereka dalam satu serangan, dan desa para penempa pedang berada jauh di kaki gunung Mirell–tempatku bertemu dengan Lovi.

"Wajah kalian jelek sekali. Sepertinya kalian nyaris kalah."

Hayden melemparkan satu tatapan tegas pada pengawalnya dengan satu alis yang terangkat, diterima dengan baik hingga lelaki itu bergegas menuju pintu dan menutupnya rapat-rapat, bahkan menguncinya dua kali. Janav kembali mendekat usai melaksanakan perintah Hayden yang bahkan tak perlu dilisankan melalui bibir.

"Apa ini? Kalian tidak berencana membunuhku di sini, bukan?" Mataku menjelajahi Hayden dan Janav secara bergantian.

"Kau bahkan bisa membunuh kami tanpa menyentuh sekalipun, untuk apa kami berpikiran bodoh?" Hayden berbicara sembari membawa langkahnya membelakangiku.

Punggung karismatik itu semakin menjauh, Hayden menghampiri salah satu rak buku tinggi yang bersandar pada tembok ruang kerjanya. Jari telunjuknya menyusuri barisan rapi buku-buku tebal yang kuyakini sangat membosankan.

Vhallscavepe: Tales of the Dead Sea [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang