00.

917 70 1
                                    

"Jeongwoo!! Main yokk! Jeongwoo!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jeongwoo!! Main yokk! Jeongwoo!!.

Rose selaku ibu dari nama anak yang dipanggil itu menaruh atensi pada sebuah kamar dengan pintu coklat yang tertutup rapat. "Jeongwoo sayang, itu temen kamu manggil manggil!, cepat keluar nak." Teriak sang ibu dari dapur cukup keras.

"Iya ma! Bentar yoo!." sahut si anak dari dalam kamarnya.

Sepersekian detik kemudian pintu kamar terbuka agak keras, menampilkan seorang anak kisaran umur 14 tahun-an lebih dengan tangan penuh mainan didalamnya. Mainan seperti bola basbol, raket, dan lainnya.

"Mau pindahan woo?." tanya sang mama bergurau, yang di maksud hanya menampilkan cengiran lucunya, menghampiri sang mama berniat ingin cium tangan.

"aku pergi main ya ma, salim dulu." tangannya sudah mengadah menunggu sambutan sang mama.

Rose kemudian menggeleng pelan dengan dua belah bibir yang di lipat kedalam, "nourr ,kamu harus sarapan dulu. mama udah buatin banyak buat jeongwoo nih." Rose menunjuk rentetan piring yang tertata rapi di atas meja.

Mendelik sebentar lalu menoleh pada jendela depan rumah yang dapat menampilkan langsung teman temannya yang sudah menunggu diluar.

"Kenapa? takut temen kamu nunggu?." tanya sang mama seolah tau apa yang ada dipikiran anaknya saat ini. Jeongwoo mengangguk cepat.

"Ma, kalo aku ajak mereka sarapan bareng boleh gak?." Tanyanya ragu, takut takut jika sang mama tidak memperbolehkan.

Namun tak sesuai pikirannya, rose dengan wajah bak pahatan dewi itu tersenyum lembut, mengelus sayang surai legam sang anak tunggal kemudian bersua, "boleh dong, ajak mereka masuk cepat biar sarapan sama-sama." dua tepukan sayang dipundak jeongwoo Terima kemudian dengan langkah semangat menghampiri teman temannya yang sudah berlumut menunggu diluar. "Makasih mama sayang!." Serunya lagi.

Cklak!

"Woo! lama kali! Kami udah nunggu lama ni!." Protes jihoon, pemuda yang lebih tua setahun darinya itu bersua cukup keras memekik telinga teman lain yang berasa di sampingnya.

"Jihoon gak gosok gigi." Celutuk pemuda berkulit putih susu itu sembari menutup hidungnya.

Jihoon yang tak Terima kemudian memberikan tatapan nyalang, "ndas mu!." Katanya dengan tatapan tajam. Sementara yang dimaki hanya cuek tanpa perlawanan.

Jeongwoo yang melihat itu terkekeh ringan, baru menunggunya sebentar saja teman temannya sudah bertengkar saja. "Santai - santai, mama nyuruh masuk dulu sarapan." Katanya. Dan jangan tanya lagi bagaimana reaksi teman-temannya. Tentu saja mereka senang dan dengan langkah ringan berlari menuju rumah jeongwoo. Malah meninggalkan empu pemilik rumah tersisa dibelakang.

Lagi dan lagi jeongwoo hanya terkekeh ringan.

Brak!

Langkah jeongwoo terhenti dan dengan spontan menoleh kearah kanan, menoleh ke sebuah rumah yang berada tepat disamping rumahnya.

Didapatinya jendela yang sepertinya baru saja dibuka namun tidak ada seseorang pun yang berdiri disekitar.

Dari jauh sana dapat jeongwoo lihat sebuah handphone yang tergeletak di rumput yang terawat milik rumah sebelah. Handphone itu tampaknya seperti habis jatuh dari jendela terbuka tadi.

Handphonenya yang jatuh atau mereka sengaja buang-buang handphone?.

"Jeongwoo!!."

Tersadar lagi jeongwoo kemudian melanjutkan langkah yang sempat tertunda tadi. "Iya ma!!." Dan kemudian hilang di telan pintu.

"Bi! hampir ketauan!." Kaget pemuda dirumah seberang, mengadu pada sang asisten rumah tangga berapa berdebarnya dirinya saat ini.

Si bibi hanya terkekeh ringan, "yo kalo nak ruto mau temenan itu disamperin toh, jangan di foto-foto begitu." Sahut sang bibi, mendapatkan cibikan dari anak tuan rumah didepannya itu.

Haruto memilih abai kemudian mencari cari cara untuk mencoba mengambil ponselnya tanpa harus keluar dari rumah.

Karna untuknya, keluar rumah itu dilarang.

"Nak ruto beneran mau temenan sama anak sebelah?." tanya sang bibi yang tampak sendu dimatanya.

Lagi dan lagi Haruto hanya diam, mencoba membuang muka memilih melihat handphonenya yang tergeletak diluar.

"Memang aku boleh?." tanyanya tanpa sadar.

Diam, si bibi malah diam tak memberi jawab lagi. Karna mungkin memang tidak ada jawabannya.

Terlahir dari keluarga kaya raya tak selamanya indah, pasti sudah sering juga mendengarnya. begitu juga yang di alami haruto.

Home schooling, tak boleh keluar rumah, Dirumah selalu di tekan untuk mengasah bakatnya karna ketika dirinya bisa keluar rumah maka itu hanya untuk berlomba dan menang, dan jika sudah selesai dirinya kembali dikurung di tempat yang sialnya hanya disitu dia bisa pulang.

haruto tak pernah punya teman, dia hanya punya dirinya sendiri.

"nak haruto, pagi ini jika sudah selesai sarapan seperti biasa nak ruto harus latihan biola." Suara yang terdengar tak asing bagi haruto itu memecah lamunannya. Guru les privat biolanya mulai bersua meminta si anak segera beranjak untuk segera menuju dapur kemudian melakukan aktivasnya seperti biasa. Aktivitas yang tanpa sadar menekan pertumbuhan si anak.

Haruto beranjak mulai melangkah menuju gurunya yang sudah jalan terlebih dahulu, namun belum benar benar keluar dari kamar haruto mendekatkan badan pada sang bibi, "bi, tolong ambilin handphone aku ya, jangan sampai ketauan bi." Bisiknya begitu pelan.

Si bibi terkekeh gemas kemudian mengangguk mantap sambil mengacungkan jempolnya, "siap bang ruto." Katanya yang juga mengundang senyum dari haruto.

Rumah yang tampak sama namun dengan kehangatan yang berbeda didalamnya.

<>

<>

Come.

Come - Jeongharu [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang