05 | Sama-sama Tak Mengerti

74 8 0
                                    

Xarell menyakini dirinya berada di surga saat melihat wanita mirip Diara yang menatapnya dan tersenyum haru. Dari hidung, bibir, dan yang lain benar-benar serupa. Wajahnya sembab seperti seharian menangis. Xarell tersenyum lemah di balik masker oksigennya.

"Gak usah takut, Mama di sini."

Bahkan suaranya juga mirip sang mama.

"Kamu cuma tidur bentar aja tadi. Gak perlu khawatir."

Tangan bersih wanita itu menggenggam tangan pucatnya. Xarell merasa seperti digenggam oleh Diara dan cukup mengobati rindu akan perhatian Diara yang sudah lama tak ia rasakan.

Xarell tak dapat berkata-kata akan hal luar biasa ini.

Wanita itu peduli ke padanya. Tidak menolaknya seperti sang mama. Wanita itu menemaninya dengan sorot cemas yang belum sepenuhnya hilang, seolah ia memang putranya.

Xarell menikmati momen dan enggan menutup mata untuk tidur.

Sampai beberapa menit kemudian Xarell merasa aneh. Terlebih oleh sekelebat banyangan yang ia ingat. Kecelakaan itu.

Kewarasan Xarell kembali. Salah! Ini bukan di surga. Xarell meremas selimutnya.

Wanita itu memergokinya, dan seketika wanita itu khawatir. Xarell mulai menyadari bahwa wanita ini memang benar sang mama. Xarell menitihkan air mata. Dan wanita memang benar Diara itu menghapus air matanya dengan halus.

"Gak perlu nangis. Kamu masih punya Mama."

Dan kata-kata itu memperjelas semuanya.

Seharian penuh Diara tak sampai jauh-jauh meninggalkannya. Wanita itu menjaganya dengan sepenuh hati.

Di hari-hari berikutnya, Diara juga terus melakukannya. Sampai keadaannya mulai membaik, saat Xarell yakin sang mama sudah kembali menyanyanginya seperti dulu kala, saat menyadari bahagianya itu hanya sementara.

Xarell tertampar suatu kenyataan.

Secepat itu juga Xarell tahu jawabannya.

Napas Xarell terengah. Apa yang terjadi?

***

Akhir-akhir ini Qarell ragu ucapan Lano dan kali ini akan memastikannya. Mumpung Lano pulang ke rumah, Qarell langsung mendatangi tempat administrasi untuk mendapat jawaban. "Permisi. Kalau tahu ..., ada nggak pasien yang ..." Ucapannya terjeda. Bahkan Qarell bingung harus menyebut nama siapa.

"Siapa, Kak?"

Qarell terdiam sebelum akhirnya merespons secara kusut. "Qarelldanuarta Skaya Dewangga."

Jelas sudah keluar dari jalur rencananya.

"Sebentar, ya," balas salah satu staf administrasi ramah kemudian langsung mengecek data. "Ada, Kak."

Mendadak Qarell terpaku di tempat. Dan setelah mendapat informasi dari staf, tanpa pikir panjang lagi Qarell cepat-cepat meninggalkan tempat administrasi.

Di sinilah Qarell sekarang. Tertahan tak jauh dari Diara yang duduk kesepian di depan salah satu kamar rawat. Kakinya tak sanggup lagi melangkah seiring mengingat sikap Diara ke padanya yang berubah.

Aku di sini, Ma.

Perasaan Qarell sepenuhnya mendung. Sebentar lagi hujan mungkin akan turun dari matanya yang perih menahan sesak. Qarell melangkah mundur, burujung kembali ke kamar rawatnya. Menatap pemandagan matahari tenggelam dari jendela kaca hanya dengan duduk di tepi ranjangnya. Di tempat itu hanya ia seorang. Dan ia punya sebuah pengharapan.

Bahwa yang sudah terjadi ini, tak akan membawa bencana besar padanya.

Dan untuk siapa pun yang sekarang hidup dalam tubuhnya, Qarell gak akan biarkan orang itu lolos.

Keesokan harinya, begitu ada kesempatan, Qarell langsung memasuki kamar rawat yang sudah diincarnya. Matanya langsung berserobok dengan sosok yang berbaring. Tanpa berpikir lama ia segera mendekati dan menarik seragam rumah sakitnya.

"Siapa lo?"

Qarell palsu meringis tak nyaman akan sikapnya. Berusaha menyingkirkan tangannya, tetapi tak kunjung berhasil sampai akhirnya Qarell sendiri yang menyudahi serangannya. Bukan berarti melepaskannya juga. "Ngaku! Lo siapa?"

"Lo tahu gu-"

"Gue Xarell. X A R E L L," potong orang itu pelan. "Gue juga gak tahu."

Qarell tak menduga akan mendengar pengakuan di luar prediksinya. "Beneran lo?" tanyanya belum percaya dan menatap langsung dekat-dekat.

Tak ada respons. Qarell mengalihkan pandangan lantas terduduk di tepi ranjang. "Terus gimana?!"

Qarell percaya. Namun, tentu saja Qarell frustasi dengan keadaan ini. Beberapa hari ini ia menjalani harinya dengan sulit. Kaki Qarell bergerak kasar menendang angin.

Ia dan Xarell sama-sama bingung. Sama-sama tak mengerti keadaan ini bisa terjadi. Tidak masuk akal. Namun benar terjadi di antara ia dan kembarannya.

Qarell mulai pasrah.

***

Fantastic YearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang