"Kau masih hidup?" Jangan iblis itu lagi.
Ah benar. Ia benar benar menemukan Akaza tengah berjalan ke arahnya. Rasanya ia ingin memaki pria itu.
Pria itu benar benar menghampirinya tanpa bersalah.
"Kau beruntung tidak ada iblis yang lewat sini."
"Kenapa kau bisa berjalan di bawah sinar matahari?"
"Kenapa aku harus memberi tahu bocah sepertimu?"
Pria itu menampilkan raut wajah angkuh. Kulitnya sama sekali tidak terbakar saat sinar matahari menyentuhnya.
Sepertinya memang percuma bertanya pada iblis pecicilan ini. Jadi ia hanya diam terlalu malas untuk terlibat lebih malas obrolan dengan iblis ini.
"Apa ini? Kau takut? Padahal kemarin kau terlihat cukup berani." Adakah yang bisa menjelaskan pada iblis menjengkelkan ini? Hana mulai emosi dan sangat ingin menampar pipi bertato itu sekali saja untuk pelampiasan.
"Aku bisa merasakan amarahmu bocah."
Hana mendengus dan membuang muka, kemudian melirik sedikit ke arah iblis di depannya.
"Jadi apa tujuanmu datang ke sini?"
"Aku hanya penasaran bagaimana bocah manusia bertahan di tengah hutan." pria itu kemudian terkekeh lagi, lalu beralih berjongkok menyamakan tinginya dengan Hana. "Jadi siapa namamu?"
"Han.. Shimizu Shiori." Hampir saja Hana menyebutkan nama lamanya.
"Lihatlah dengan benar. Aku tidak terkena sinar matahari."
Pria itu berjalan mundur menunjukkan sesuatu. Ah benar pria ini hanya berjalan di bawah bayangan. Bahkan Hana tidak bisa benar benar menangkap pergerakan cepat itu dan malah mengira pria ini berjalan seperti biasa.
"Menghindari cahaya matahari bukan hal sulit. Yang sulit itu menangani bocah sepertimu."
Hana mengerutkan kening merasa tersinggung. Meskipun itu benar, rasanya tidak benar jika mengalihkan topik secepat itu.
Hana ingat masa lalu iblis ini. Kalau ia berusaha membuat pria ini mengingat masa lalunya, akankah Akaza mau membantu? Dari kemaren Hana tidak melihat dirinya sebagai manusia yang beruntung. Jadi ia takut pria ini malah mengamuk dan menyiksanya. Meski pria ini tidak membunuh perempuan tapi bisa jadi ia menyiksanya.
"Katakan kau akan membantuku!" Seru Hana memaksa.
Lagi lagu raut wajah itu, Hana hafal wajah itu, tapi ia harus tetap berusaha. Bahkan sekarang kakinya patah, jadi tidak ada yang bisa membantunya selain pria ini. Hana memaksa tubuhnya berdiri kemudian dengan terseok seok menghampiri Akaza kemudian memeluk kaki pria itu lagi.
Hana tidak bisa menahan tangisnya saat kakinya mulai terasa amat perih setelah ia memaksa berjalan tadi.
"Kenapa kau terus menempel padaku bocah."
"Tokito Muichiro.. Dia tidak boleh mati! Aku harus menemukannya dulu." ucap Hana sambil menangis.
"Apa maksudmu, manusia akan mati, kami iblis juga memakan manusia. Kalian adalah sumber makanan."
"Tidak bisakah kau memberitahuku dimana Tokito Muichiro?"
"Tidak"
"Kenapa aku harus ikut membantumu bahkan terlibat dengan masalahmu bocah. Enyahlah dariku sekarang!"
Hana menangis kencang di tempat. Mungkin karena ia bocah jadi ia jadi mudah menangis.
Akaza segera melepaskan pelukan anak itu dari salah satu kakinya. Ia baru saja berencana melempar bocah perempuan itu, namun mengurungkan niat, dan malah masuk dalam ke hutan dengan seorang bocah di tangannya.
Hana masih terus saja menangis, namun ia baru menyadari pria ini malah membawanya lebih dalam ke hutan.
"Kau tidak boleh menjadikanku makanan iblis, kau mengerti?" Hana menoleh menunggu balasan pria di sampingnya yang masih saja menjingjingnya layaknya sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saving My Favourite Character
FanfictionHana masuk ke dalam komik dan berusaha menyelamatkan karakter favoritnya dari kematian tragis.