💋01💋

700 49 2
                                    

Rynnelle memacu mobil sportnya dengan kecepatan penuh, tidak peduli dengan risiko polisi yang mungkin mengejarnya. Mobilnya, yang dilengkapi teknologi canggih, tidak dapat dideteksi oleh kepolisian setempat. Setidaknya, di kota Gironea, negara Xedrus, tidak ada yang mengenalnya.

Dengan satu tujuan di kepala, Rynnelle segera menuju bandara untuk kembali ke Navaro. Namun, nasib berkata lain. Jalur bandara telah ditutup. Rynnelle berdecak kesal, menyadari bahwa ia harus segera menghindari keempat pria yang tadi ditemuinya di depan gerbang panti asuhan Gilmore.

"Jika benar mereka adalah keempat kakakku, aku harus segera pergi dari negara ini!" desis Rynnelle.

Bayangan kejadian dua puluh tahun silam kembali menghantuinya. Ia tidak menyangka bahwa mereka nekat melakukan hal mengerikan terhadapnya, bukan hanya pada dirinya, tetapi juga seluruh penghuni panti asuhan Gilmore. Penolakan berujung petaka, dan janji yang tidak bisa diingkari untuk kedua kalinya. Itulah sebabnya Rynnelle baru kembali setelah dua puluh tahun, berharap keempat kakaknya telah melupakannya.

Dengan cepat, Rynnelle menghubungi seseorang di Navaro. Ia harus memastikan pekerjaannya tetap terurus.

"Scana, aku berada di Xedrus. Aku tidak yakin dapat kembali ke Navaro dalam waktu singkat. Ada masalah yang harus aku selesaikan. Kau pegang pekerjaanku untuk sementara sampai aku kembali. Jika anak-anak bodoh itu berulah, katakan saja aku sedang memesan 'es krim'," ujar Rynnelle langsung.

"Apa kau gila? Xedrus berada di benua lain! Apa yang sedang kau lakukan di sana? Jangan mencari masalah lain, para mafia di sana lebih kejam daripada dirimu, Elle," jawab seorang wanita dari seberang telepon.

"Aku tahu, aku sedang menghindari mereka saat ini. Aku akan mengabarimu dua minggu lagi. Doakan aku selamat, karena aku tidak yakin akan dapat kembali jika para kakakku benar-benar menangkapku," balas Rynnelle yang segera berhenti di sebuah hotel.

Rynnelle segera memesan kamar VIP agar tidak ada yang dapat menerobos kamarnya. Setelah mengambil kartu akses, ia segera pergi ke kamarnya yang berada di lantai enam belas.

"Kau yakin dapat melarikan diri lagi?" tanya Scana khawatir.

"Sepertinya tidak. Bandara sudah ditutup oleh mereka, jadi aku lebih baik mencoba untuk menunggu mereka membuka bandara kembali. Kalau malam ini mereka tidak menemukanku, berarti itu adalah kabar baik," jawab Rynnelle.

Rynnelle segera masuk, mengunci pintu, melemparkan tasnya, dan membuka jaket serta pakaiannya. Ia segera masuk ke kamar mandi, meletakkan ponselnya di tempat yang tidak terjangkau oleh air.

"Aku berdoa agar kau dapat kembali. Baiklah, sampai jumpa lagi, Elle," jawab Scana sebelum mematikan sambungan telepon.

Rynnelle menyalakan shower, membiarkan air hangat membasahi tubuhnya. Punggungnya terasa terbakar hebat setiap kali ia mengingat kebakaran di panti asuhan. Ya, Rynnelle mengalami luka bakar yang parah di punggung, sehingga ia akhirnya membuat tato besar untuk menutupi bekas luka tersebut.

Rasa terbakar itu sering muncul ketika ia mengingat panti asuhan Gilmore dan keempat kakaknya. Perwujudan rasa sakit dan trauma yang mendalam. Rynnelle tidak ingin bertemu dengan mereka dan berharap janji yang ia lontarkan tidak akan mereka ingat.

"Sejak kecil saja sudah menyeramkan," gumam Rynnelle sambil mengeringkan tubuhnya yang mulai terasa dingin.

Saat membuka pintu kamar mandi, ia terkejut mendapati keempat pria itu sudah duduk dengan angkuh, menatapnya dengan tajam.

Rynnelle tertegun, menatap keempat pria yang kini duduk di kamar hotelnya dengan penuh percaya diri. Di antara mereka, ada kehangatan yang aneh, tetapi juga rasa ancaman yang nyata. Jantung Rynnelle berdebar kencang melihat keempat pria tersebut. Mereka tampak tenang, tetapi sorot mata mereka menunjukkan ketegasan dan ketidakmain-mainannya. Rynnelle mencoba menenangkan diri, tetapi kegelisahan tidak bisa disembunyikan.

Promise to Marry ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang