Cinta atau Obsesi?
Rynnelle tidak dapat membedakannya. Bagaimana mungkin obsesi seseorang bisa bertahan selama dua puluh tahun?
Menggelengkan kepala, fokusnya terganggu oleh pemikiran-pemikiran kecil yang berputar di kepalanya. Saat masih berusia lima tahun, Rynnelle yang mempersatukan mereka berlima. Mereka bermain bersama, makan, mandi, bahkan tidur bersama.
Rynnelle menjadi adik satu-satunya bagi mereka. Bahkan mereka memiliki tujuan bersama ketika dewasa nanti. Impian mereka adalah berbagi Rynnelle dan tidak ada yang boleh memilikinya selain mereka. Sifat posesif sudah berakar sejak dini. Mereka melarang Rynnelle bermain, makan, dan tidur selain dengan mereka.
Saat usia Rynnelle delapan tahun, ia mendengar bahwa keempat kakaknya akan diadopsi dan meninggalkannya sendirian. Karena itu, Rynnelle kecil memilih melanggar janjinya, berpikir bahwa mereka tidak akan pernah bertemu kembali, jadi tidak mungkin untuk mengejarnya.
Mereka akan meninggalkan Rynnelle kecil dan melupakannya. Tidak ada yang mau mengadopsinya, membuatnya sedih dan merasa tidak diinginkan. Saat itulah malam kelam terjadi, rasa sakit pada tubuhnya membuktikan perasaan mereka.
"Ada apa, hm?" tanya Dante, membuyarkan lamunan Rynnelle.
Rynnelle sedikit tersentak saat jemari pria itu mengelus perutnya yang rata. Ia baru saja bangun dari tidurnya dan melamunkan kejadian dulu yang cukup mengerikan. Ia baru ingat bahwa malam tadi Dante menemaninya tidur dengan tangannya yang terus bergerilya memberikan kepuasan pada Rynnelle.
"Tidak ada, hanya saja aku lapar," jawab Rynnelle setengah jujur.
Dante tersenyum dan mengecup bibir Rynnelle yang menggemaskan. Bibir mungil dan seksi itu kembali menghipnotisnya untuk terus merasakannya.
Dante tersenyum dan mengecup bibir Rynnelle dengan lembut. Bibirnya yang mungil dan seksi membuat Dante tidak bisa menahan diri untuk terus merasakannya. Sentuhan lembut itu memberikan perasaan campur aduk dalam diri Rynnelle.
Rynnelle tahu bahwa cinta dan obsesi sering kali sulit dibedakan. Keempat kakaknya mengaku mencintainya, tetapi cara mereka menunjukkan cinta itu lebih mirip dengan obsesi yang berbahaya. Meskipun begitu, Rynnelle tidak bisa sepenuhnya membenci mereka. Bagaimanapun juga, mereka adalah keluarganya.
Dengan perasaan yang campur aduk, Rynnelle memutuskan untuk menikmati momen ini. Meskipun masa lalunya penuh dengan rasa sakit dan trauma, ia tahu bahwa ia harus melanjutkan hidupnya. Dan mungkin, hanya mungkin, ia bisa menemukan cinta sejati yang tidak penuh dengan obsesi.
Namun, untuk saat ini, ia akan menikmati perhatian dan kasih sayang dari Dante dan kakak-kakaknya, meskipun ia tahu bahwa di balik semua itu ada obsesi yang berbahaya. Ia harus tetap waspada dan mencari cara untuk membebaskan diri dari cengkeraman mereka. Tetapi untuk sekarang, ia akan beristirahat dan menikmati momen kebersamaan ini.
Suara ketukan pintu terdengar, Dante mempersilakan pelayan itu masuk yang membawakan beberapa makanan untuk sarapan. Rynnelle menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya setelah pelayan itu keluar dan menutup pintu rapat-rapat.
"Apa kau ingin kopi?" tanya Dante yang juga bangkit dan mencium bibir Rynnelle sekilas.
"Aku akan meminumnya setelah sarapan," jawab Rynnelle sembari menguncir rambutnya tinggi-tinggi.
Dante mengangguk sambil melihat leher jenjang Rynnelle yang begitu putih dan seksi. Ia berusaha menelan salivanya beberapa kali setiap melihat leher yang ingin segera ia santap itu.
Rynnelle sarapan dengan baik, setelah selesai ia bangkit berdiri dan segera membersihkan diri. Dante segera meminta pelayan untuk membersihkan kamar setelah ia selesai sarapan. Dante menyusul ke dlaam kamar mandi, memperhatikan Rynnelle yang sedang berendam di dalam jaccuzi. Dante tersenyum dan ikut masuk ke dalam, menarik lembut tubuh Rynnelle dalam dekapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise to Marry Them
RomanceRynnelle Gilmore salah satu anak dari panti asuhan Gilmore yang selamat. Kebakaran yang hampir menghanguskan seluruh gedung, membuat dia dan keempat kakaknya terpisah. Setelah selamat dari kebakaran dan yakin keempat kakaknya selamat, ia justru dicu...