💋02💋

510 35 1
                                    

Rynnelle benar-benar tertangkap oleh keempat kakaknya. Wanita itu menatap nanar langit biru di atasnya saat ini. Menjelang pagi, ia telah diseret pergi dari hotel dan dimasukkan ke dalam mobil dengan kedua tangan terikat.

Keempat pria itu membawanya ke sebuah bangunan yang tampak seperti istana kecil dengan halaman yang luas. Dari gerbang utama menuju istana memerlukan waktu lima menit dengan menggunakan mobil. Padang rumput luas, ladang bunga, kebun, bahkan hutan mengelilingi bangunan berbentuk istana itu.

Ikatan tangannya memang sudah dilepas, tetapi kini ia tidak tahu bagaimana caranya bisa keluar dari tempat itu. Letak gerbang utama pun ia tidak dapat melihatnya. Namun, satu hal yang ia tahu, keempat kakaknya membeli tempat ini untuk pekerjaan mereka. Rynnelle dapat mencium aroma pekerjaan ilegal dari dalam gedung itu.

Menjelang siang, Rynnelle tidak beranjak dari tempatnya. Seorang pria berambut putih dengan rahang tegas dan mata berwarna perak mendekat, memeluk Rynnelle dari belakang.

"Adik kecilku sudah tumbuh dewasa," bisiknya sambil menopang dagu di bahu kanan Rynnelle.

"Kakak All, jika kau lupa, usiaku sekarang dua puluh delapan tahun," jawab Rynnelle yang membiarkan pria itu memeluknya.

Allvince Russell, siapa yang tidak mengenal pria tampan satu ini? Anak angkat pengusaha terkenal di industri hiburan, Allvince membangun kerajaan industri dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Pria tampan ini bahkan terkenal sampai ke benua lain, termasuk di negara Navaro.

Rynnelle bahkan tidak pernah membayangkan bahwa pria itu adalah salah satu kakaknya dari panti asuhan Gilmore. Kesibukannya di dunia bawah tidak membuatnya tertarik dengan wilayah industri di benua lain.

Allvince melepaskan pelukannya dan melihat tato yang menjalar dari punggung ke leher Rynnelle. Ia kembali mengingat kejadian dua puluh tahun yang lalu, saat tangan kecilnya dengan sengaja membakar punggung Rynnelle.

Allvince mengecup leher Rynnelle lembut, berbisik meminta maaf berkali-kali. Ia tahu, meskipun luka bakar itu hilang tertutup sebuah tato, trauma Rynnelle tidak akan hilang. Terbukti saat ia memegang lilin untuk memastikan bahwa wanita itu adalah Rynnelle yang ia kenal.

Tubuh Rynnelle bergetar dengan wajah ketakutan, napasnya terengah-engah. Meski sudah lewat dua puluh tahun, ia tidak menyangka bahwa trauma itu masih ada.

"Ya, adik kecilku yang manis sudah menjadi wanita dewasa yang matang dan saatnya untuk kami panen," balas Allvince.

"All, keluarkan aku dari tempat ini. Aku harus kembali, pekerjaanku menunggu," pinta Rynnelle dengan wajah serius. Ia merasa sudah cukup memperlihatkan wajahnya kepada para kakaknya yang ternyata telah hidup bahagia tanpa dirinya.

Allvince tersenyum miring dan menggelengkan kepalanya. Ia tidak akan membiarkan adik kecilnya yang manis melarikan diri untuk yang kedua kalinya. Baginya, Rynnelle masihlah gadis muda yang baru menginjak dunia luar. Ia harus mengajarinya dengan baik agar tidak tersesat saat kembali dalam pelukannya.

Rynnelle mengerti arti senyuman itu. Ia mengutuk Allvince yang tidak akan melepaskannya. Ia tahu bahwa Allvince akan mengajarinya sesuatu yang pria itu anggap Rynnelle tidak tahu.

"Sungguh, aku tidak sepolos yang kau pikirkan, Kakak All," ujar Rynnelle yang paham akan tatapan pria di hadapannya.

Allvince hanya tertawa kecil. "Kau akan belajar, Rynnelle. Kami akan memastikan itu."

Rynnelle tahu bahwa ia harus mencari cara untuk melarikan diri, meskipun tempat ini tampak tak tertembus. Ia tidak akan membiarkan masa lalunya menghancurkan masa depannya. Tapi, untuk saat ini, ia harus bermain sesuai aturan mereka, setidaknya sampai ia menemukan celah untuk melarikan diri.

Promise to Marry ThemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang