It's Okay

83 60 7
                                    

Hari itu dimulai dengan cahaya matahari yang lembut, menyinari kamar dengan hangat. Namun, hatiku tak secerah pagi yang menyambut. Ada beban di dada yang harus diungkapkan, perasaan yang selama ini kupendam terhadap Dewala. Pikiranku dipenuhi oleh berbagai kemungkinan, terutama ketakutan akan hal-hal buruk yang bisa terjadi. Aku merasa perlu berbicara mengatakan semuanya kepada Fira perihal perasaanku terhadap Dewala.

Sepanjang perjalanan menuju kampus, pikiranku terus berkecamuk. Jalanan yang biasanya terasa akrab kini terlihat asing, seolah setiap langkah yang ku ambil semakin mendekatkanku pada momen penting itu. Langit biru cerah tidak mampu mengusir awan gelisah yang menggantung di hatiku. 

Ketika akhirnya tiba, aku melihat Fira duduk di kursi nya. Senyuman tipis tergambar di wajahnya saat ia melihatku, senyuman itu sedikit memberi ketengangan,

"Aca, kok tumben datengnya lebih lama dari biasanya, sih?" Katanya

"Iya, macet tadi jalan"

"Fir, gua..."

"Ca, gua.." Ucap kami berbarengan, 

"Lu duluan aja, Ca!" Kata Fira mempersilahkanku utuk berbicara lebih dulu, namun aku menolaknya, dan memberikan kesempatan bicara pertama kepada Fira, 

Dia menatapku dan berkata"Tapi jangan ngeledek ya?"

"Ngeledek gimana?"

"Ih jangan ngeledek pokoknya"

"Kenapa si? Lu jadian sama Aldi?"

"Bukaaan" Ucapnya dengan nada seperti anak kecil

Entah kenapa perasaanku tiba-tiba menjadi tidak enak, ya Tuhan apa yang ingin Fira sampaikan? Semoga bukan apa-apa, semoga perasaanku salah,

"Terus kenapa?"

"Gua..."Aku memperhatikannya menunggu kalimat berikutnya

"Deket sama Amar"

Seperti di tancapkan pisau tapat di dadaku, sakit, apa yang aku pikirkan ternyata benar, feeling ku tidak pernah salah. Aku harus apa setelah ini? Sebisa mungkin aku berusaha agar tidak terlihat terlukai, sebisa mungkin aku menutupi segalanya, dan berpura-pura excited saat mendengarnya cerita,

"Ko bisa? Terus Aldi gimana? Lu deket sama Aldi, kan?"

"Gua bingung, Ca. Orang lain juga taunya gua deket sama Aldi, tapi dari Aldinya sendiri kaya ga ada pergerakan"

"Maksudnya gimana? Selama ini Aldi belum ngomong apapun ke lu?"

"Belum"

"Kalau Amar, udah ngomong?"

"Udah"

Lagi, dan lagi yang dia lakukan seperti menancapkan pisau di luka yang sama. Aku kaget juga dengan apa yang diucapkannya, serius kah Dewala sudah membicarakan perasaannya? Tapi, bukan kah Dewala hanya bilang kalau dia sekedar kagum saja? Kenapa secepat itu Amar menyukai Fira dalam waktu yang terbilang singkat?

"Ya, kalau Amar udah ngomong sementara Aldi belum, dan lu sukanya sama Amar, gapapa kali"

"Tapi nanti gimana kata orang, Ca? Masa gua deket sama Aldi tiba-tiba jadiannya sama Amar?"

Ingin sekali rasanya aku menjawab "ya terus kenapa lu nanya ke gua?". Tapi tidak, aku menjawabnya dengan jawaban,

"Kenapa mikirin orang si, Fir? Dari Aldi nya sendiri aja ga ada pergerakan."

"Iya, tapi mereka temenan, deket bangat mereka"

"Ya kalau begitu, lu tinggal jelasin aja ke Aldi nya, lagian lama si lu, gituin Fir, haha"

Dia AmarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang