Proud Of You, Mar!

33 19 0
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat penting bagi kampus kami. Jadwal debat kandidat pasangan calon Ketua dan Wakil Ketua BEM telah tiba, sebuah momen yang dinantikan oleh seluruh mahasiswa. Dewala, adalah calon Wakil Ketua BEM yang telah mempersiapkan diri dengan sangat matang untuk hari ini. Debat dilaksanakan di kampus, dan aku sangat ingin hadir untuk memberikan dukungan langsung kepadanya. Namun sayangnya, tidak ada kendaraan yang bisa aku gunakan untuk pergi ke sana, sehingga aku hanya bisa menyaksikannya dari kejauhan.

Meskipun begitu, teknologi memberikan jalan keluarnya. PEMIRA menyiarkan debat kandidat ini secara langsung melalui Instagram, dan aku bertekad untuk menontonnya dari rumah. Perasaan campur aduk menghampiriku saat aku membuka aplikasi Instagram dan menunggu siaran langsung dimulai. Tepat pukul 1 siang, siaran langsung dimulai, dan layar ponselku menampilkan suasana aula kampus yang ramai dengan mahasiswa yang antusias.

Debat ini terasa berbeda karena Dewala harus berjuang sendirian. Pasangannya, calon Ketua BEM, dikabarkan sedang dalam perawatan di rumah sakit dan tidak bisa mendampingi Dewala di panggung debat. Ini berarti Dewala harus menghadapi semua pertanyaan dan tantangan tanpa dukungan langsung dari pasangannya. Keadaan ini menambah beban yang harus ditanggungnya, tetapi aku tahu Dewala adalah sosok yang kuat dan tegar.

Layar ponselku menampilkan Dewala yang berdiri sendirian di atas panggung, sementara lawan debatnya hadir berdua dengan pasangan mereka. Perasaan bangga dan cemas bercampur menjadi satu saat melihatnya menghadapi situasi ini dengan kepala tegak. Dewala memulai dengan perkenalan singkat tentang dirinya dan menjelaskan visi dan misinya dengan jelas dan tegas. Setiap kata yang diucapkannya menunjukkan dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk memajukan kampus.

Debat berlangsung dengan berbagai topik penting yang dibahas. Dewala harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang isu-isu akademik, kegiatan mahasiswa, hingga masalah fasilitas kampus. Meskipun dia sendirian, dia menjawab setiap pertanyaan dengan lugas dan penuh percaya diri. Dewala menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang dihadapi mahasiswa dan menawarkan solusi yang realistis dan konkret.

Sementara itu, aku duduk di kamar dengan perasaan yang sulit digambarkan. Jantungku berdebar kencang setiap kali Dewala mendapatkan giliran untuk berbicara. Aku bisa merasakan ketegangan yang dia rasakan, dan aku ikut merasakan kecemasan yang dihadapinya. Meski tidak berada di sana secara langsung, dukunganku tetap mengalir melalui pesan-pesan semangat yang aku kirimkan.

Saat Dewala menutup pernyataan terakhirnya dengan senyuman percaya diri, tepuk tangan riuh menggema di seluruh aula. Aku merasa dadaku mengembang dengan kebanggaan yang meluap-luap. Dewala adalah harapan kami, dan malam itu dia membuktikan dirinya sebagai sosok yang layak diperjuangkan. Matanya berbinar penuh semangat, mencerminkan tekad yang tidak mudah goyah. Aku merasa seolah-olah seluruh dunia mendukungnya, termasuk hatiku yang berdebar lebih kencang setiap kali ia memandang ke arah kami, para pendukungnya.

Saat siaran langsung berakhir, aku merasa campur aduk antara lega dan bangga. Dewala berhasil menyelesaikan debatnya dengan baik meskipun harus berdiri sendiri di panggung. Dia menunjukkan kekuatan dan keteguhan hati yang luar biasa, membuatku semakin yakin bahwa dia adalah pemimpin yang layak untuk posisi tersebut.

Aku mengirim pesan singkat ke Dewala untuk memberikan semangat. "Gua tadi nonton debat lu, Mar, keren bangat! So proud of you" tulisku. Tidak lama kemudian, Dewala membalas dengan ucapan terima kasih dan rasa syukur atas dukungan yang tidak hanya diberikan olehku, tetapi juga teman-teman yang lainnya. Meskipun tidak bisa melihatnya secara langsung, menonton debat melalui live Instagram memberikan pengalaman yang mendebarkan.

Setelah debat kandidat, hari-hari berikutnya dipenuhi dengan hiruk-pikuk kampanye yang penuh gairah. Tim kampanye kami bekerja tanpa kenal lelah, menyebarkan flyer di berbagai grup diskusi di media sosial, mengadakan diskusi terbuka, dan meyakinkan setiap mahasiswa tentang visi besar yang Dewala bawa. Aku terlibat aktif, tidak hanya karena keyakinanku pada Dewala sebagai calon terbaik, tetapi juga karena perasaan yang tumbuh di hatiku—sebuah perasaan yang membuat setiap senyumannya terasa lebih istimewa.

Setiap kali Dewala berbicara di hadapan mahasiswa, aku melihat bagaimana matanya berbinar penuh semangat. Ia tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi juga mendengarkan dengan seksama. Setiap keluhan dan harapan dari mahasiswa ia catat dengan serius, menunjukkan bahwa ia benar-benar peduli. Di setiap kesempatan, Dewala selalu menyempatkan diri untuk berbincang dengan kami, para pendukungnya, memberi semangat dan ucapan terima kasih yang tulus. Setiap pertemuan dengannya semakin menguatkan perasaanku; ia bukan hanya pemimpin yang aku dukung, tetapi juga seseorang yang aku kagumi dan cintai.

Waktu terasa berlari cepat, dan tibalah hari terakhir pemungutan suara. Pagi itu, kampus dipenuhi oleh mahasiswa yang berbondong-bondong menuju TPS yang tersebar di berbagai sudut kampus. Ada ketegangan di udara, tetapi juga harapan yang begitu besar. Sebagai pendukung Dewala, aku merasakan campuran perasaan antara optimisme dan kecemasan. Setiap suara begitu berarti, setiap orang yang datang untuk memilih adalah bagian dari perjuangan ini.

Aku berdiri di antrian panjang, merasakan angin pagi yang sejuk menyentuh wajahku. Matahari yang  menyinari kampus memberikan kehangatan yang seakan memperkuat tekad kami. Aku melihat Dewala berdiri di antara kerumunan, menyapa para pemilih dengan senyuman hangatnya. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda kecemasan, hanya ketenangan yang luar biasa. Keyakinan itu menular kepada kami, para pendukungnya. Kami tahu bahwa kami telah melakukan yang terbaik, bahwa kami telah berjuang sekuat tenaga untuk memperjuangkan visi besar Dewala.

Saat pemungutan suara berakhir, suasana di aula berubah menjadi tegang saat panitia mulai menghitung suara. Kami berkumpul di luar aula, berusaha menenangkan diri meski hati ini terus berdebar kencang. Setiap kali pintu aula terbuka dan ada yang keluar, semua mata tertuju penuh harap, mencoba membaca ekspresi di wajah mereka untuk mencari tahu hasilnya.

Ketika malam menjelang, akhirnya tiba saatnya untuk mengumumkan hasil perhitungan suara. Detik-detik itu terasa begitu lambat, seolah dunia berhenti berputar. Jantungku berdetak sangat cepat, keringat dingin bercucuran di sekujur badan, nafas yang tiba-tiba menjadi sesak, dan saat nama Dewala disebut dalam urutan pertama yang diikuti oleh suara gemuruh sorak sorai dari para pendukung. Aku merasakan air mata mengalir tanpa bisa ditahan. Kemenangan ini adalah buah dari kerja keras, dedikasi, dan keyakinan yang tak pernah pudar.

Dewala naik ke panggung, menerima pengumuman kemenangannya dengan kerendahan hati yang selalu ia tunjukkan. Ia tidak berbicara banyak, hanya ucapan terima kasih yang tulus kepada semua yang telah mempercayainya. Malam itu, kampus diselimuti oleh kebahagiaan dan rasa syukur. Kemenangan Dewala bukan hanya kemenangan seorang individu, tetapi kemenangan seluruh mahasiswa yang menginginkan perubahan positif.

Malam itu adalah awal dari perjalanan baru. Kemenangan Dewala memberi harapan baru, semangat baru, dan kepercayaan bahwa bersama-sama, kita bisa menciptakan perubahan yang berarti. Dewala bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga inspirasi bagi kami semua. Dan aku, sebagai pendukung setianya, merasa bangga telah menjadi bagian dari momen bersejarah ini.

Dengan mata yang bersinar penuh keyakinan, Dewala menatap ke depan, siap mengemban amanah yang telah diberikan. Di hatiku, tak hanya ada kebanggaan sebagai pendukung, tetapi juga cinta yang tumbuh semakin kuat. Malam itu, aku tahu bahwa aku telah memilih bukan hanya pemimpin yang tepat, tetapi juga seseorang yang telah mencuri hatiku dengan keberanian dan ketulusannya.

Ketika akhirnya aku mendapatkan kesempatan untuk mendekat dan mengucapkan selamat secara langsung, Dewala menyambutku dengan senyum hangat yang khas sambil berkata "We did it, Ca!" serunya dengan suara lembut namun penuh semangat,  

Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum lebar sambil menatapnya dengan perasaan penuh bangga, "Congrats, Mar! Kerenn!" ucapku, mencoba menyalurkan seluruh kebanggaan dan rasa hormat dalam kata-kataku. Dan, sesuatu yang tidak terduga terjadi secara tiba-tiba, Dewala menarikku ke dalam pelukannya. Seketika, aku merasakan dunia berhenti berputar. Semua suara di sekitar kami seakan menghilang, menyisakan hanya detak jantung kami yang berdetak serempak.

Dalam pelukannya, aku merasakan kehangatan yang begitu nyata. Tangannya yang kokoh memeluk erat, memberikan rasa aman dan nyaman yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Hatiku berdebar kencang, dan perasaan hangat mengalir dari kepala hingga ujung kaki. Setiap ketegangan dan kelelahan dari kampanye panjang seolah menguap begitu saja.

"Thank you, Ca,"  bisiknya lembut. Dalam pelukan itu, aku merasakan begitu banyak emosi yang bergejolak antara kebanggaan dan kebahagiaan. Hembusan napas dan detak jantungnya yang terdengar di telingaku menyatu dalam sebuah melodi cinta yang harmonis. 

Dia AmarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang