Happy Reading!
-
-
Seorang wanita tengah berjalan menuju bawah kolong jembatan. Sembari menggendong anak semata wayangnya dipunggung. Dengan pakaian yang tak layak dan wajah yang kusut, ia terus berjalan dengan senyuman.
Tibalah dimana terdapat kehidupan yang tak layak di bawah kolong jembatan. Banyak sekali warga dengan kehidupan yang tak mampu, tinggal disana.
Rumah sudah layaknya gubuk, banyak rongga. Ada pula yang membuat rumahnya dari kardus bekas.
Tempat kotor, tapi itulah satu-satunya tempat mereka hidup.
"Bryan, sayang, kita sudah sampai dirumah! Bangun yuk, bangun!" Serunya kepada anak yang tengah digendong itu.
Pelopak mata terbuka, anak laki-laki itu meminta turun dari gendongan sang Bunda.
"Sudah sampai? Akhirnya Brayn bisa main sama temen dirumah!" Sorak anak bernama Bryan bersemangat melihat rumahnya, walau keadaan ekonomi mereka sangat kritis.
"Pelan-pelan, jangan lari!" Teriak Bundanya dari jauh.
Dari belakang tiba-tiba, seorang wanita tua paruh baya, menepuk pundak sosok wanita—bunda Bryan—berharap dirinya menoleh kebelakang.
"Ah, Budhe Santi, ngagetin aja. Kenapa budhe?"
"Gendis, tak seharusnya kamu menyembunyikan penyakit itu pada anakmu, kasihan dia jikalau kamu terjadi apa-apa, nanti. Budhe prihatin sama kalian ..." ucapnya halus, terlihat wajah khawatir nampak dari sudut Budhe Santi.
"Jadi ... budhe udah kesekian peringatin Gendis. Dan budhe manggil cuman buat khawatirin Gendis? ... Sudah lah Budhe, gak apa-apa, percaya sama Gendis. Dokter juga sudah beri Gendis obat, kok," katanya, sembari mereka berdua berjalan menuju tempat tinggal.
"Tapi kan Gendis, gak selamanya kamu minum obat. Kamu harus dirujuk kerumah sakit yang lebih baik, daripada kamu ke puskesmas terus ... pikir juga nasib anakmu kedepannya" ingatkan Budhe Santi sekali lagi, berharap Gendis mempertimbangkan.
Selama ini Gendis menderita penyakit yang cukup parah, hingga bisa merenggang nyawa. Tapi, ia selalu menampakkan aura positif bagi Bryan, agar anak itu tidak khawatir dengan kondisi Bundanya.
Semenjak kejadian yang membuatnya diusir oleh suaminya, ia terus saja memendam rasa sakit sendirian. Hanya Bryan lah langit baginya agar untuk semangat hidup.
Walau hidupnya sudah tak lagi berjalan lurus dengan sempurna.
🍀
-
-
Dimalam hari, Gendis menyiapkan makan malam untuk buah hatinya. Ia hanya memasak nasi dan kerupuk saja untuk hidangannya.
Ya, itu makanan sehari-hari mereka.
Namun begitu, mereka tetap bersyukur, karena Tuhan masih memberi mereka hidup dengan makan yang seadanya.
"Maaf ya Bryan, Bunda cuma bisa kasih kerupuk sama nasi lagi ... uang Bunda, masih belum cukup untuk beli tahu dan tempe," keluhnya.
"Bunda ... gak apa-apa kok, apapun makanannya, Bryan akan tetap makan. Bryan tetap bersyukur karena Bryan, masih bisa makan!"
Ucapan anaknya membuat hatinya tersentuh, ia begitu bersyukur mempunyai anak laki-laki seperti Bryan.
Anak yang baik dan sangat ceria. Ia menyayangi anak itu melebihi dirinya sendiri.
Tapi sayang. Anak itu kurang sekali kasih sayang dari sang Papa. Ia tak pernah sama sekali mendapat kasih sayang sang Papa.
Memorinya ia putar kembali, dimana sang Papa mengusir mereka berdua dari rumah. Itu adalah momen yang membuat Brayn trauma sangat besar.
Dasar anak pembawa sial!
Anak tak diharapkan!
Geram sekali jika Bryan mengingat hal itu.
"Bunda ... Papa jahat ya, sama kita? Bryan selalu kepikiran sama Papa, Bryan benci Papa!"
"Sst, gak boleh gitu, meskipun Papa kamu kayak begitu, tapi kamu gak boleh benci. Bunda yakin, suatu hari nanti, Papa kamu pasti bakal nemuin kita dan ajak pulang!" Yakin Gendis kepada Bryan, yang langsung diberi anggukan lembut oleh anak itu.
Tangan Gendis mengelus surai rambut halus Bryan, melihat anaknya sambil memakan makanan yang ia hidangkan.
Maafin Bunda ya. Penyakit Bunda sudah merajalela. Bunda tidak akan bertahan lama. Bunda juga gak punya uang untuk operasi.
Kamu yang baik-baik saja ya, nak.
"... Bryan, rambut kamu sudah panjang sekali. Seperti perempuan, apa kamu tidak mau dipangkas?" Tanyanya pada anak yang tengah lahap makan.
"Tidak deh Bunda. Bunda kan sedang tidak ada uang, mending uangnya buat beli makan saja, daripada harus pangkas rambut Bryan. Besok Bryan pangkas sendiri saja!" Jawab anak usia 7 tahun itu.
Gendis hanya bisa tersenyum, menatap anaknya penuh kasih sayang.
🍀
--
Hai! Gimana nih cerita barunya?
Belum maksimal nih, kebut banget.Ini nuansa baru buat aku, untuk ketik cerita seperti ini!
Tunggu lanjutannya, ya!Jangan lupa tinggalin jejak dengan VOTE dan COMMENT! 💬
Janlup mampir IG REYYOZE untuk dapat kabar terbaru mengenai story ini ‼️
KAMU SEDANG MEMBACA
Seperti Rumput [SUNGWOON]
JugendliteraturRumput yang subur akan mendapatkan tempat layak, kasih sayang, dan perhatian lebih. Namun Bryan, ia dilabeli "rumput", "rumput liar" ataupun terabaikan. Semua orang selalu menginjak dirinya, merendahkan dirinya, menghancurkan dirinya. Kenapa ia masi...